Alkisah sekitar dua hari lalu ada salah seorang yang memberikan komentar di WhatsApp Group Komunitas GSM. “Buat apa adanya grup ini?”. Terlontar kalimat seperti itu ketika admin memiliki kebijakan tidak mau membagikan absensi webinar sebagai kontrol agar absensi tidak liar beredar. Meski bisa dibatasi waktu mengisi absensi, tidak diharapkan yang absensi melebihi yang hadir dalam webinar, pun mengejar sertifikat juga bukan dari budaya yang diajarkan di GSM. Apabila itu ada, maka itu bagian dari usaha memberi apresiasi pada saudara-saudara yang benar-benar berniat belajar, bukan hanya mencari sertifikat.
Sungguh pola pikir kita sebagai seorang pendidik memandang sebuah komunitas dan hubungan interaksi sosial masih dangkal. Bagaimana akan memberikan pendidikan keteladanan dan menyiapkan anak-anak kita sebagai pembentuk peradaban bangsa ini kedepan? Mau dibawa kemana peradaban bangsa ini? Pendidikan tidak terbatas administrasi, tidak terbatas angka-angka dalam buku raport, tetapi pendidikan jauh melebihi itu, bagaimana bisa berkontribusi membangun peradaban bangsa dengan membangun manusianya.
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita terjebak dalam pola pikir transaksional dalam hubungan manusia, di mana kita cenderung memikirkan apa yang bisa kita dapatkan dari orang lain. Sebagian besar dari kita telah terbiasa dengan pertukaran “aku mendapat apa” sebagai dasar dari interaksi sosial. Namun, di dalam komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), filosofi yang mendasari hubungan manusia berkembang dan bermakna menjadi sesuatu yang lebih besar daripada sekadar mengambil. Di sana, nilai-nilai yang ditekankan adalah tentang memberi dampak positif pada orang lain, memperluas cakrawala empati, dan berkontribusi secara aktif untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan, kemajuan, dan kebahagiaan bersama.
Dalam komunitas ini, kebahagiaan bukanlah sekadar hasil dari apa yang kita dapatkan, tetapi juga dari apa yang kita berikan. Menjadi bagian dari Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) bukan hanya tentang memperoleh keuntungan pribadi, melainkan tentang membentuk hubungan yang memberi makna dalam hidup.
Ketika kita memahami bahwa kebahagiaan sejati terletak dalam memberi dampak positif pada orang lain, kita mampu merasakan kebermaknaan yang lebih dalam dalam kehidupan kita sebagai manusia.
Penulis: Ali Shodikin (Leader Komunitas GSM Jateng)
0 Comments