GSM

Masih banyak dijumpai guru di Indonesia yang masih berbuat sewenang-wenang terhadap siswa. Guru belum paham bagaimana siswa memiliki kemampuan dan kemauan sendiri dalam proses pembelajaran. Pada Desember 2020, Bu Emilia Monita mendapatkan pembentukan mindset dalam sistem pendidikan di Indonesia yang didapat melalui program Direktorat Center of Excellent. Selama 4 hari, Pak Rizal dan Bu Novi sebagai founder dan co-founder GSM memberikan materi dan pencerahan bagi para peserta yang hadir untuk lebih memahami bagaimana proses pembelajaran yang menyenangkan.

Bu Emilia sebagai kepala sekolah SMKN 4 Balikpapan yang terlibat langsung pada program Direktorat Center of Excellent memiliki keinginan membagikan praktik baik kepada para guru lain. Hal ini sebagai implikasi dalam menerapkan apa yang diperoleh dari program tersebut. Awalnya, perjalanan Bu Emilia dalam membagikan praktik baik mendapatkan penolakan dari guru. Namun, beliau tetap mempraktikkan melalui pendekatan kepada siswa hingga akhirnya guru di SMKN 4 Balikpapan sadar bahwa mengubah mindset dalam pendidikan itu penting dilakukan.

Munculnya pandemi Covid-19 tahun 2021 membuat aktivitas kegiatan GSM berhenti dan tidak dapat dilaksanakan. Hadirnya tim GSM tahun 2022 untuk melihat perkembangan gerakan di sekolah memberikan pencerahan kembali bagi para guru di SMKN 4 Balikpapan untuk melanjutkan proses pergerakan. Guru yang tergerak untuk berubah dan berkembang dibuktikan dengan banyaknya perubahan yang dirasakan pada tahun 2023.

Perjalanan membentuk mindset setiap guru dirasakan sangat baik setelah mengenal adanya GSM. Sebelumnya, guru mengajar dengan cara memperlakukan siswa sewenang-wenang tanpa memperhatikan dan mengikuti kemauan siswa. Guru juga masih mementingkan ego pribadi tanpa mewadahi kemampuan siswa. Setelah adanya GSM, perubahan orientasi guru sangat dirasakan.

Bu Emilia menjelaskan “Guru tidak lagi berorientasi ke pencapaian angka, tetapi lebih ke pencapaian karakter. Angka itu bisa dibikin, tapi yang jadi standar itu adalah perilakunya. Dulu tugas itu banyak, sekarang sudah tidak. Kalo ada siswa yang telat dan bisa memberikan alasan yang masuk akal maka dia boleh masuk kelas. Selain itu tidak diberi hukuman fisik tapi diberi sanksi sosial misalnya membersihkan toilet karena kekurangan petugas kebersihan”.

Penerapan dialog sangat dibutuhkan di setiap sekolah untuk dapat memberikan ruang kepada siswa dalam berpendapat dan menyampaikan permasalahan. Sebagai kepala sekolah di jenjang SMK, Bu Emilia tentunya menghadapi permasalahan-permasalahan siswa yang beragam setiap harinya. Melalui adanya penerapan dialog di sekolah, dapat memberikan ruang bagi siswa untuk terbuka dan saling bertukar pikiran antar siswa maupun guru untuk dapat mencari solusi bersama.

Setiap permasalahan yang siswa alami tentu ada sebab yang melatarbelakangi hal tersebut bisa terjadi. Guru sebagai orang tua di sekolah harus dapat menjadi sosok pendamping terbaik bagi siswa. Berikan ruang yang luas bagi mereka untuk bercerita dan tangani setiap permasalahan tanpa menekan siswa dan menanyakan pertanyaan yang gencar. “Cobalah untuk berdialog dan tidak menyudutkan siswa” jelas Bu Emilia.

Bu Emilia bercerita beberapa kasus permasalahan yang dialami siswa di SMKN 4 Balikpapan. Beliau banyak menemukan permasalahan seperti latar belakang perekonomian keluarga yang kurang mampu, siswa yang mengalami broken home, hingga sekolah yang tidak dianggap penting lagi bagi siswa. Permasalahan siswa juga muncul dari guru yang mengajar di kelas. Anak merasa bosan karena guru banyak menjelaskan materi dengan ceramah, banyak guru yang membentak siswa hingga berkata-kata kasar.

Melalui adanya GSM, sekolah terbantu untuk membangun lingkungan yang lebih positif. Pola pembelajaran telah diubah para guru dari penugasan individu menjadi penugasan kelompok. Penilaian yang diberikan guru juga bukan lagi dilihat dari hasil akhir sebagai acuan, tetapi dinilai melalui proses pengerjaan yang dilakukan siswa. Siswa juga diberi ruang untuk mengeksplor tahapan pengerjaan sesuai dengan kecocokan siswa dalam proses pembuatan pengerjaan. 

“Banyak praktik dalam GSM yang diterapkan di kelas. Social Emotional Learning yaitu bagaimana membangun engagement guru, siswa, dan karyawan di sekolah. Selain itu adanya sense of belonging, yaitu wali kelas dekat sama anak-anaknya. Sharing setiap jumat yang mana ini jadi sesi curhat (morning sharing), dan dilaksanakan tidak harus di dalam kelas, pokoknya pilih di mana pun area di sekolah. Penerapan sarapan pagi bagi siswa juga dilakukan. Selain itu yang tidak kalah menarik ada program SMK untuk masyarakat. Kalau ada orang kampung yang mengalami kesulitan, siswa bisa mengikuti program kerelawanan yaitu menerjunkan siswa ke orang yang mengalami kesulitan,” ujar Bu Emilia menjelaskan praktik GSM yang bermakna dan diterapkan di kelas.

Penulis: Syehan Maulana

Categories: Inspirasi GSM

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.