Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) terbukti mengalami banyak kendala. Hal ini diakui oleh Menko Perekonomian, Airlagga Hartanto. Pernyataan beliau terangkum dalam portal berita daring detik.com menyebutkan bahwa terdapat tiga masalah utama pendidikan di masa PJJ ini, pertama, masalah teknis seperti ketersediaan alat, infrastruktur khususnya infrastruktur teknologi dan aplikasi. Kedua, masalah sumber daya manusia dan sistem pendidikan itu sendiri seperti kemampuan guru dan pola pembelajaran. Ketiga, masalah sosial yang berkaitan dengan kemampuan keluarga untuk mendukung sistem pembelajaran jarak jauh. Meskipun demikian, kebijakan PJJ masih dianggap rasional di masa ini dikarenakan pertimbangan keselamatan dan kesehatan anak didik dari seluruh aktor pendidikan. Transformasi yang biasanya berjalan secara perlahan tidak sama dengan transformasi akibat COVID-19 ini. Akhirnya, seluruh sektor di dunia mau tidak mau terpaksa harus beradaptasi, tidak terkecuali sektor pendidikan di Indonesia. Gap antara sebuah keharusan beradaptasi dengan permasalahan yang ada, mau tidak mau harus diakui saat ini menjadi “deadlock” yang apabila tidak ada perubahan akan terus menjadi penurunan kualitas pendidikan.
Kendala ini akan terus selamanya menjadi deadlock apabila tidak ada upaya adaptasi. Mau tidak mau, seluruh aktor pendidikan harus mulai beradaptasi dengan perubahan zaman. Kenyataan pahit ini diterima oleh guru-guru yang tergabung dalam komunitas KKG (Kelompok Kerja Guru) Sleman dan dijadikan semangat perubahan untuk beradaptasi. Menyadari bahwa kapabilitas guru dalam kemampuan mengoperasikan perangkat teknologi selalu tersoroti, guru-guru tidak tinggal diam dan larut dalam ketertinggalan zaman.
Guru-guru yang tergabung dalam KKG Sleman berinisiatif untuk mengadakan workshop aplikasi penunjang Blended Learning pada 3 Oktober 2020 lalu. Acara ini dihadiri oleh perwakilan guru-guru yang tergabung di Gugus 2 Sleman. Menurut Bu Agustin, ketua acara sekaligus Kepala Sekolah SDN 3 Godean, acara ini bertujuan untuk mengoptimalkan bantuan kuota internet dari pemerintah untuk guru dan siswa. Selama ini, pemanfaatan bantuan kuota internet belum optimal karena guru-guru di Sleman terbiasa menggunakan aplikasi Whatsapp dan Youtube saja. Sedangkan, aplikasi ini tidak termasuk dalam kuota bantuan pemerintah. Akhirnya, Bu Zaki, kepala sekolah SD Muhammadiyah Sangonan I berinisiatif untuk memanggil Bu Nuri dan Bu Oka, sebagai sesama guru serta perwakilan dari GSM, sebagai pengisi dari pelatihan aplikasi Blended Learning.
Dalam pelaksanaannya, Bu Nuri dan Bu Oka tidak hanya menyampaikan materi terkait aplikasi blended learning saja, tetapi beliau juga memberikan pemahaman tantangan apa yang akan dihadapi selanjutnya di pembelajaran abad ke-21 ini. Semangat perubahan adaptasi, yang mana menjadi spirit GSM, menjadi tujuan utama Bu Nuri dan Bu Oka memberikan materi pada kesempatan tersebut. Penekanan pada semangat perubahan adaptasi selalu menjadi pegangan oleh Bu Nuri dan Bu Oka. Selaku pihak yang bergerak dalam Community Development di GSM, beliau mengajak komunitasnya untuk menyadari permasalahan pendidikan dan beradaptasi dengan perubahan zaman melalui berbagai acara komunitas, salah satunya KKG. Upaya guru-guru ini mampu mematahkan stigma masyarakat bahwa guru-guru adalah aktor yang paling sulit untuk beradaptasi dalam perkembangan zaman. Justru, ini menjadi kenyataan bahwa perubahan untuk beradaptasi dalam pembenahan sistem pendidikan sedang diupayakan oleh guru-guru secara akar rumput.
0 Comments