Inspirasi GSM
Untuk sebagian guru atau bahkan mayoritas guru dalam melakukan proses pembelajaran IPA mungkin tidak sedikit yang masih terpaku dan terbatas pada pola pembelajaran di ruang-ruang kelas. Padahal sejatinya IPA itu sendiri merupakan mata pelajaran yang melibatkan lingkungan sekitar dalam proses belajarnya, mengaitkan permasalahan terdekat dengan kehidupan sehari-hari anak, dan bagaimana membuat anak didik menjadi active learning untuk dapat bereksplorasi melakukan dan meningkatkan keterampilan sains yang meliputi beberapa proses seperti mencari, menemukan, menyimpulkan, mengkomunikasin sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan.
Bu Anik merupakan seseorang yang merealisasikan visi GSM dengan terus bergerak dengan hati yang tulus menarasikan perubahan paradigma pendidikan melalui workshop di sekolah-sekolah. Bu Anik tidak ingin berubah sendirian, Bu Anik bertekad untuk merubah eksositem sekolah dengan praktik pembelajaran yang menyenangkan ini dapat dilaksanakan di seluruh pelosok negeri, tidak hanya terbatas pada Pulau Jawa saja.
Awal kisah SMK N 3 Sorong memutuskan untuk berjalan bersama GSM adalah pihak dari SMK N 3 Sorong tidak sengaja untuk mengikuti visitasi menyenangkan ke beberapa sekolah yang memang sudah diketahui lebih dulu bergabung dan menerapkan nilai – nilai GSM. Sekolah – sekolah tersebut di antaranya adalah SD N 2 Rejodani serta SMP N 2 Rejodani. Memang ketiga instansi tersebut berbeda jenjang tetapi pada akhirnya SMK N 3 Sorong berhasil mengadaptasi dan memodifikasi konsep GSM dari beberapa sekolah yang dikunjungi tadi.
”Memaknai GSM jangan sampai terjebak pada metodologi atau contoh-contoh, ketika bapak ibu guru memaknai GSM sebagai sebuah jalan baru bagi pendidikan, maka bapak ibu guru akan mampu menciptakan sendiri metode-metode apapun yang menjadi ciri khas bapak ibu sendiri. Kerana apa? Metodologi itu akan using, akan terus ada metodologi baru”. Lebih lanjut, Pak Ali juga menyatakan bahwa menciptakan pembelajaran yang menyenangkan adalah dengan dua hal yaitu, kebermaknaan dan kebermanfaatan.
Berangkat dari temuan data dan permasalahan nyata yang dialami tersebut, Pak Aji Wibowo, beliau merupakan guru dari SD N Panasan Kabupaten Sleman sekaligus guru yang aktif terlibat dalam komunitas GSM menghadirkan pembelajaran numerasi yang menyenangkan dengan menggunakan pianika, di mana dalam bermain alat musik tersebut secara langsung dan tidak langsung pun secara sadar dan tidak sadar melatih membantu meningkatkan daya numerasi siswa.
Ketika tiba kembali ke kota asalnya yakni Cirebon, Bu Dewi langsung bergerak untuk menciptakan perubahan yang tentunya bermodalkan bekal yang beliau bawa dari hasil study visit ke Yogyakarta. Langkah pertama yang Bu Dewi lakukan adalah dengan merubah suasana ruang kelas menjadi menarik. Ada pertanyaan yang terlontar ketika Bu Dewi berhasil mewujudkan ruang kelasnya menjadi lebih hidup, “Oh, oleh-oleh dari study visit GSM itu ngecat kelas ya bu?”, pertanyaan tersebut ternyata disambut dengan jawaban penuh bangga oleh Bu Dewi, “Yes, karena menggambar dengan cat di ruang kelas dan lingkungan sekolah adalah bagian dari menciptakan lingkungan positif yang bisa mengunggah imajinasi (daya khayal) dan juga sebagai stimulus sensorik anak-anak secara tidak langsung”.
Dari hasil pertemuan dan diskusi dengan orangtua/wali siswa, diperoleh satu titik temu yaitu orangtua/wali menjadi tersadar kembali bahwa mereka memegang peranan penting untuk kemajuan pendidikan anak-anaknya. Sekolah bukanlah sebuah tempat penitipan.
Pada hakikatnya belajar adalah suatu proses perubahan, baik tingkah laku, sikap, dan pengetahuan. Menurut Pak Amin, belajar akan lebih bermakna jika anak didik mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan seluruh indranya, daripada sekadar mendengarkan guru (ceramah).
ada kesempatan tersebut, Bu Maya mengangkat tema ‘cita-cita dan impian’. Anak-anak diberikan ruang untuk berekspresi dan berkreasi membuat topi impian, selanjutnya topi yang sudah berhasil dibuat diberikan tulisan berupa cita-cita dan impian masa depan. Ternyata, di balik berbagai jawaban yang diberikan oleh setiap anak, yang tentunya berbeda. Banyak kisah unik dan menarik yang berhasil menggelitik hati Bu Maya. Diantaranya, yaitu ada Mbak Qila yang memiliki cita-cita untuk menjadi gamers, namun tidak diberi dukungan oleh ayahnya dengan alasan game hanya akan menganggu proses belajarnya dan profesi menjadi gamers tidak menghasilkan uang. Sementara disisi lain, ada Mbak Lila yang bercita-cita menjadi idol namun lagi-lagi impiannya dilarang oleh ibunya karena menurut ibunya profesi idol adalah suatu pekerjaan yang aneh.
Praktik pembelajaran dengan konsep GSM ini ternyata sudah sampai pada wilayah timur Indonesia, yakni Papua tepatnya di Kabupaten Supiori. Di sana, ada salah satu sekolah dasar yang menerapkan konsep GSM dengan school well-being. Apa itu school well-being? School well-being merupakan sebuah konsep yang dikembangkan oleh Konu dan Rimpela berdasarkan teori well-being yang dikemukakan oleh Allardt. […]