GSM

Surakarta, 24 Februari 2024 – Sebagai upaya untuk mengajak masyarakat Indonesia untuk sadar dan menemukan solusi atas persoalan pendidikan di Indonesia, Gerakan Sekolah menyenangkan (GSM) mengadakan acara “Ngkaji Pendidikan” yang mengangkat tema “Ruang Ketiga di Pendidikan” di Aula SMKN 8 Surakarta. Acara ini dihadirkan oleh lebih dari 1000 guru baik secara luring maupun daring dari berbagai provinsi di Indonesia, seperti Jawa Tengah, Banten, DIY, Aceh, dan Kalimantan. Acara ini mengangkat tema “Ruang Ketiga” sebagai wujud nyata dari upaya GSM dalam membawa pembaruan dalam dunia pendidikan di Indonesia. 

Acara dibuka dengan penampilan dari orkestra anak murid SMKN 8 Surakarta, yang memberikan nuansa positif sejak awal. Kepala Cabang Dinas Wilayah VII Provinsi Jawa Tengah, Edi Purwanto, turut hadir memberikan sambutan dan pembukaan, didampingi oleh Kepala SMKN 8 Surakarta, Wening Sukmanawati, serta ketua komunitas GSM Jawa Tengah, Sri Sugianto. 

Sesi awal diisi dengan pertunjukan lakon yang menggambarkan kegalauan guru di Indonesia, sebuah refleksi humoris tentang beban administrasi yang terlalu berat. Setelah itu, peserta disuguhi cuplikan video dari film Laskar Pelangi sebagai gambaran untuk menjembatani pemahaman tentang konsep “Ruang Ketiga” dalam konteks pendidikan.

Muhammad Nur Rizal, Ph.D, pendiri GSM dan Dosen Teknik Elektro & Teknologi Informasi UGM, menjadi narasumber utama dalam sesi acara Ngkaji Pendidikan. Dalam paparannya, ia membahas tentang pentingnya ruang ketiga dalam proses pembelajaran. Ia mengilustrasikan bahwa hampir semua peristiwa bersejarah lahir dari ruang ketiga, yang menjadi tempat berkumpulnya gagasan-gagasan baru dan revolusi budaya.

“Ruang ketiga di sekolah adalah meski dengan keterbatasannya, tapi tetap mampu melahirkan siswa yang dapat mengubah keadaan. Karena saat ini kapitalisme dan ancaman AI di masa depan cenderung menutup lahirnya ruang ketiga atau ruang kesetaraan hidup. Maka jangan-jangan, sekolah yang tidak punah karena AI justru sekolah-sekolah seperti di Laskar Pelangi dan bukannya malah sekolah favorit. Yaitu yang melahirkan anak dengan kesadaran pada dirinya dan lingkungannya, serta guru-guru yang memberi kesempatan setiap anak untuk merasakan langsung pengalaman belajar,” ungkap Rizal. 

GSM juga telah melakukan aksi nyata pada ruang ketiga itu sendiri, yaitu pengadaan Cross-learning Nusa Cita (Nusantara Bercerita). Cross-learning Nusa Cita adalah ruang ketiga yang diciptakan oleh GSM untuk memfasilitasi siswa-siswa dari berbagai daerah di Indonesia dalam berbagi cerita, pengalaman, dan kecintaan mereka terhadap Nusantara. Kegiatan ini tidak hanya sekadar pertukaran informasi, tetapi juga sebagai sarana membangun kesadaran akan keberagaman budaya dan nilai-nilai kebangsaan.

Dalam sesi press conference, beberapa guru memberikan kesaksian mengenai pengaruh positif yang mereka rasakan setelah mengikuti kegiatan-kegiatan GSM, termasuk Cross-learning Nusa Cita. 

“Ruang ketiga yang dibangun oleh GSM ini sangat penting untuk mengatasi tantangan pesatnya perkembangan teknologi yang menghilangkan batas-batas interaksi manusia. Jadi muncullah ruang ketiga yang diciptakan oleh GSM melalui Nusa Cita yang harapannya bisa jadi budaya supaya tidak ada lagi korban bullying karena anak-anak ditumbuhkan rasa kasih sayangnya,” ucap Ali Shodikin sebagai seorang guru SMK dari Semarang sekaligus ketua komunitas GSM Jawa Tengah.

Penciptaan ruang ketiga ini tidak akan sepenuhnya terjadi tanpa adanya gotong royong dari komunitas-komunitas GSM dan seluruh guru di daerah Indonesia. Pergerakan pendidikan melalui akar rumput yang dilakukan GSM mengedepankan penggunaan hati dalam praktiknya. 

“Pergerakan akar rumput itu dari hati yang paling dalam dan gimana saatnya menciptakan sekolah yang menyenangkan untuk guru dan anak. Identitas GSM ini bisa jadi kekuatan, energi, dan filosofi besar yang ditanamkan ke para guru dan akan menjadi luar biasa dengan adanya gotong royong antarkomunitas,” ungkap Sugi Sugiyanto sebagai kepala sekolah SMK dan ketua komunitas GSM Jawa Tengah. 

Acara Ngkaji Pendidikan ini juga mengambil banyak perhatian dari jajaran birokrat. Contohnya seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Boyolali dan bahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang terkejut dengan mobilisasi massa yang ada karena kegiatan GSM yang masih berlanjut tanpa adanya pemasukan dana dari pemerintah. 

Rizal menambahkan bahwa GSM bertujuan untuk membongkar budaya formalisme dalam pendidikan dan menciptakan ruang yang lebih inklusif dan interaktif. Ia menekankan bahwa guru adalah kunci utama dalam proses transformasi ini, dan perlu membangun kemampuan untuk menjadi fasilitator belajar yang merangsang kreativitas dan rasa ingin tahu siswa.

Dengan diselenggarakannya acara Ngkaji Pendidikan, GSM menyoroti pentingnya transformasi mendalam dalam pendidikan Indonesia, yaitu untuk memprioritaskan konsep Ruang Ketiga sebagai fondasi utama. Dalam ruang ini, murid dan guru dapat berinteraksi secara bebas, dan pembelajaran tidak hanya terbatas pada kurikulum, tetapi juga membentuk karakter dan kesadaran sosial yang esensial bagi perkembangan holistik siswa.

Penulis: Ratu Mutiara Kalbu

Categories: Informasi

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.