GSM

[vc_row][vc_column][vc_column_text]Beliau adalah Pak Rafles seorang birokrat yang saat ini menjabat Kepala Dinas Pendidikan di Kabupaten Supiori, Papua. Dalam wawancara podcast #RizalBertanya yang disiarkan di Youtube milik Gerakan Sekolah Menyenangkan, Pak Rizal selaku Founder GSM menyebut Pak Rafles sebagai penyimpang positif. Jika biasanya sebutan penyimpang positif ini diberikan kepada guru-guru, dalam kesempatan ini diberikan langsung kepada kepala dinasnya.

Tentu bukan tanpa sebab Pak Rizal menjuluki Pak Rafles sebagai sebagai penyimpang positif. Menurut Pak Rizal, penyimpang positif adalah mereka yang memiliki perilaku menyimpang dari kebiasaan dan tradisi-tradisi lama, tetapi justru perbedaan tersebut memiliki dampak yang sangat positif, dan dalam konteks ini adalah positif bagi proses belajar guru-gurunya, dari hasil belajar dan karakter siswanya sehingga membangun ekosistem sekolah yang memanusiakan dan memerdekakan.

Pak Rafles datang dari kegilasahan yang dirasakan, bahwa menurutnya pendidikan kita terlalu monoton, guru-guru memiliki sifat tegas yang membuat siswa nurut bukan karena keinginan dan kesadarannya, namun karena takut dimarahi. Oleh karenanya, Pak Rafles mengirimkan 60 guru dan kepala sekolah, serta pengawas dari jenjang PAUD, SD, hingga SMP untuk berkunjung ke Yogyakarta tanpa ada anggaran khusus.

Pak Rafles hanya bermodalkan harapan untuk segara ada perubahan nyata yang dapat dirasakan oleh seluruh komponen pendidikan, mulai dari para pemangku kebijakan, guru, siswa, sampai dengan orang tua dan masyarakat sekitar. Pak Rafles mengatakan bahwa perubahan akan lebih cepat jika berangkat dari kepala sekolah karena kepala sekolah memiliki peran dan power sebagai pimpinan yang bisa memberdayakan dan menciptakan iklim sekolah yang memanusikan manusia dan memerdekakan. Asumsi tersebut berhasil beliau buktikan, pada saat beliau melakukan survey kecil-kecilan di lingkungan sekitar sekolah, ada dampak yang bisa dirasakan di masyarakat. Ada perubahan yang berhasil tercipta di mana sebelumnya tidak ada.

Karenanya Pak Rafles mengusulkan kepada Bupati agar Program GSM dijadikan Peraturan Bupati dan didapatkan sebuah aturan bahwa guru yang berhasil melalukan sebuah inovasi dan mampu memberikan imbas (dampak) positif akan diberi tunjangan inseftif.

Kalau kita kejar nilai, kita kejar baca cepat, itu sesuatu yang instan, kita bisa memfasilitasi bimbel kepada anak supaya pintar. Namun, apakah ada jaminan kita punya cukup uang untuk terus memberikan bimbel? Atau kita ubah (mindset) dari pada guru dan kepala sekolah supaya ada berkelanjutan (stability) dalam hasil yang baik, sebagai bahan utama dalam pembentukan karakter”. Tegas Pak Rafles. Ini menjadi sebuah tantangan untuk kita sebagai pemangku kebijakan untuk bagaimana memanusiakan guru, membuat guru merdeka dan bergerak dengan hati agar mampu menggerakan hati (siswa).

Menurut Pak Rafles, sekolah adalah tempat yang menyenangkan, tidak hanya untuk sisiwa tetapi juga guru. Pola-pola lama di mana fokus guru guna menyelesaikan administrasi itu harus ditinggalkan dan kita perlu memulai untuk memberikan paradigma baru kepada guru terkait bagaimana menghargai keunikan dengan menilai setiap anak melalui keunikan yang dimilikinya dan bukan untuk menyeragamkan. Apabila terus diseragamkan, maka anak tidak akan pernah berubah dan berkembang, hanya menjadi pengikut bukan pencipta. Lebih lanjut, Pak Rizal mengatakan closing statement “-Sehingga diharapkan guru bisa menjadi urat nadi keberhasilan pendidikan, siswa bisa menemukan versi terbaiknya”.

 

Saksikan selengkapnya di Youtube Gerakan Sekolah Menyenangkan yang bisa diakses melalui link berikut: https://youtu.be/emhXsEPLmDo .

Salam, Berubah, Berbagi, Berkolaborasi.

Penulis: Nazula Nur Azizah

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.