Pendidikan merupakan pilar penting untuk membangun peradaban sebuah bangsa yang lebih cerah di kemudian hari. Oleh karenanya, guru dan institusi pendidikan memainkan peran signifikan dalam mendidik anak bangsa agar dapat membawa perubahan positif bagi tanah air. Kunci utama yang harus dibangun dalam dunia pendidikan adalah menciptakan lingkungan sekolah yang menyenangkan serta memanusiakan manusia. Misi tersebut sejalan dengan orientasi Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) untuk menumbuhkan perasaan gemar belajar dalam diri siswa.
Berkaca dari pengalaman Bu Tarmin setelah bergabung dengan Komunitas GSM Supiori, beliau mendapatkan pelajaran luar biasa untuk lebih dekat dengan muridnya. Pada awalnya, Bu Tarmin memiliki paradigma bahwa guru merupakan titik pusat dalam kegiatan belajar mengajar sehingga apa yang dikatakan guru harus diikuti oleh murid-murid. Paradigma tersebut menyebabkan adanya perasaan tidak acuh terhadap kondisi muridnya sehingga beberapa kebutuhan murid menjadi terabaikan. Bu Tarmin juga terkenal galak di kalangan para murid sehingga tidak jarang jika murid merasa takut. Bahkan, Bu Tarmin sempat berpikir untuk mengundurkan diri karena tidak cocok menjadi guru.
Selain itu, kondisi sekolah Bu Tarmin sebelum mengenal GSM rupanya cukup memprihatinkan. Beberapa murid belum bisa membaca dengan lancar. Hal tersebut menimbulkan perasaan dilema bagi para guru, yakni antara mengizinkan anak tersebut untuk naik kelas dengan konsekuensi belum bisa membaca, atau membiarkan anak tersebut untuk tidak naik kelas dengan konsekuensi akan merasa malu sehingga semakin menurunkan motivasi belajar. Lebih lanjut, banyak murid merasa enggan untuk mengajukan pendapat mereka di depan kelas. Meskipun sudah dibujuk, anak tersebut tetap tidak mau berbicara karena malu dan takut. Dengan demikian, lingkungan pendidikan yang menyenangkan tampaknya masih jauh dari harapan karena murid-murid belum mencerminkan adanya tindakan cinta terhadap sekolah dan pembelajaran.
Namun setelah bergabung dengan GSM dan mengikuti agenda komunitas, Bu Tarmin menjumpai perubahan positif dalam ranah personal yang didapatkan melalui refleksi diri. Dari segi emosional, Bu Tarmin menjadi pribadi yang lebih dapat mengontrol emosi dan mulai memahami kondisi dari masing-masing murid. GSM telah mengubah cara pandang guru untuk tidak melihat dari satu sisi saja, tetapi juga sudut pandang anak-anak sebagai murid di sekolah. Selain itu, GSM menumbuhkan adanya growth mindset, alih-alih terpaku dengan pola pikir yang fixed-mindset.
Pasca mengenal GSM, sekolah Bu Tarmin mulai mengaplikasikan beberapa narasi atau praktik baik yang diajarkan GSM. Oleh karenanya, kegiatan belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan. Hal ini termanifestasikan dalam pelaksanaan diskusi, presentasi, atau kerja kelompok di sekolah yang membuat anak-anak menjadi akrab, baik dengan sesama murid maupun dengan guru. Mereka juga memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapat. Kegiatan pembelajaran diiringi dengan penggunaan media sebagai bahan ajar di sekolah. Contohnya adalah menampilkan video sebelum pembelajaran dimulai, melakukan ice breaking, atau mengadakan permainan yang bermanfaat. Selain itu, GSM mengajarkan untuk tidak menerapkan adanya pemeringkatan atau ranking ketika ujian semester. Tujuannya adalah mengapresiasi dan menghargai segala bentuk potensi yang dimiliki murid karena masing-masing anak tumbuh serta berkembang dengan kemampuan yang berbeda-beda. Sekolah juga memberikan kesempatan untuk anak-anak melakukan refleksi. Kegiatan refleksi ini berkaitan dengan apa yang sudah mereka capai, apa yang sudah dipelajari, dan metode pembelajaran apa yang mereka sukai. Implikasinya, Bu Tarmin serta guru lainnya menjadi tahu tentang berbagai jenis kebutuhan murid dan keinginan mereka untuk diperlakukan seperti apa. Lebih lanjut, kegiatan belajar mengajar tidak hanya berkutat di kelas, tetapi juga sesekali dilaksanakan di luar kelas untuk mencegah adanya perasaan bosan dalam diri anak-anak.
Setelah menerapkan praktik tersebut, banyak dampak positif yang dirasakan oleh Bu Tarmin, guru lainnya, dan murid. Hubungan yang akrab tidak hanya terjalin di antara murid dan guru, tetapi juga antara murid dengan murid serta guru dengan guru. Hubungan antara murid dengan guru yang dulunya adalah “I am your teacher” telah berubah menjadi “I am your best friend”. Selain itu, metode pembelajaran yang disisipi dengan media tambahan, mendorong anak-anak untuk lebih semangat dalam mengikuti materi. Sebagai seorang guru juga harus memahami kondisi yang dialami oleh murid. Jika terdapat murid yang belum berani untuk menyatakan pendapat atau menjawab pertanyaan, pendekatan yang dilakukan harus berasal dari hati. Dari situlah, Bu Tamin mencoba untuk berfleksi bahwa menciptakan lingkungan pendidikan yang menyenangkan harus dimulai dengan hati yang tulus serta tidak terpancing emosi. Harapan ke depannya, Bu Tarmin ingin berusaha untuk mengubah mindset para guru serta mengajak guru lain agar tertarik bergabung dengan GSM. Selain itu, penting untuk menyesuaikan pembelajaran dengan konteks lokal serta tidak mudah menghakimi murid.
Penulis: Anggita Fitri Ayu Lestari
0 Comments