Pada bulan Oktober 2023, Retno Sulistyowati bersama para guru di SMPN 3 Patebon, Kendal, memutuskan untuk bergabung dengan Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM). Sebelum menjadi kepala sekolah, beliau adalah seorang guru Bahasa Inggris yang selalu mencari cara untuk membuat pembelajaran lebih menarik dan efektif. Dalam dua tahun terakhir, ia telah memimpin berbagai inisiatif untuk memperbarui metode pembelajaran di sekolahnya, termasuk mengundang Sri Sugiyanto sebagai pegiat komunitas GSM dari SMA Mataram, Semarang, untuk memberikan pelatihan kepada guru dan staf.
Retno sangat percaya bahwa perubahan mindset adalah kunci utama untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik. Oleh karena itu, ia fokus pada pelatihan yang tidak hanya membahas kurikulum tetapi juga perubahan pola pikir. Pelatihan mindset change yang diadakan mulai pagi hingga sore hari mendapat sambutan antusias dari para guru, menunjukkan bahwa mereka siap untuk beradaptasi dan berkembang.
Pengenalan GSM oleh Sri Sugiyanto menjadi titik balik bagi Retno. Ia yakin bahwa konsep sekolah menyenangkan dapat membuat siswa merasa betah dan nyaman di sekolah. Retno mengenang pengalamannya di Australia pada tahun 2015, ia melihat langsung bagaimana pembelajaran yang berpusat pada siswa dan lingkungan yang mendukung dapat membuat siswa lebih aktif dan bahagia. Inspirasi ini mendorongnya untuk menerapkan konsep serupa di sekolahnya melalui GSM.
Retno menjelaskan bahwa GSM di Kabupaten Kendal masih dalam tahap awal pembentukan. Dengan melibatkan guru-guru yang memiliki visi dan misi yang sama, ia berharap dapat membangun komunitas yang solid. Workshop dan pelatihan yang diadakan akan menjadi sarana untuk menyamakan persepsi dan memperkuat komitmen para anggota komunitas.
Sejak bergabung dengan GSM pada Oktober 2023, Retno telah melihat perubahan signifikan dalam pola pikir para guru. Meski masih ada yang cenderung mengajar dengan pendekatan teacher-centered, Retno terus memberikan masukan dan dukungan untuk perbaikan. Ia mendorong penggunaan metode pembelajaran yang lebih interaktif dan menyenangkan, seperti permainan dan pantomim, yang membuat siswa lebih terlibat dan nyaman.
Retno mencatat bahwa meski belum ada respons langsung dari siswa, mereka tampak lebih antusias dan betah di sekolah. Kegiatan seperti P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) dan pemanfaatan bahan daur ulang untuk kreasi membuat siswa lebih aktif dan terlibat. Meski ada beberapa guru yang masih perlu beradaptasi, secara umum pendekatan ini telah membawa dampak positif.
Ada beberapa tantangan yang dihadapi untuk mengintegrasikan GSM di Kabupaten Kendal. Salah satu hambatan utama adalah perbedaan pandangan di antara para guru. Untuk mengatasi ini, Retno memutuskan untuk mengadakan pelatihan dan sosialisasi yang fokus pada perubahan mindset. Tujuannya adalah menyelaraskan cara berpikir seluruh anggota, sehingga mereka dapat bekerja dengan visi yang sama.
Namun, tantangan tidak berhenti di situ. Sebagai kepala sekolah, Retno harus menghadapi berbagai tugas yang tak henti-hentinya datang setiap menit. Kesibukan ini membuatnya sulit untuk sepenuhnya mengurusi GSM tanpa bantuan dari rekan-rekan yang memiliki visi dan tujuan yang serupa.
Oleh karena itu, Retno bercita-cita untuk melibatkan tidak hanya para kepala sekolah, tetapi juga guru-guru yang memiliki visi dan misi yang sama dalam GSM. Dia menyadari bahwa proses ini tidak mudah. Untuk mengajak mereka bergabung, diperlukan diskusi mendalam dan berbagi pemikiran agar semua pihak dapat memiliki pemahaman dan komitmen yang sama terhadap tujuan GSM.
Dengan kesabaran dan ketekunan, Retno yakin bahwa upaya penyatuan visi ini akan membuahkan hasil. Melalui komunikasi yang terbuka dan pelatihan yang tepat, komunitas GSM di Kendal dapat menjadi lebih kuat dan terarah dalam mewujudkan pendidikan yang menyenangkan dan inklusif.
Sejak bergabung, Retno melihat perubahan signifikan dalam pola pikir para guru. Pelatihan mindset change yang mereka ikuti berhasil mengubah cara pandang sebagian besar guru, meskipun masih ada yang berpegang pada metode pengajaran tradisional yang berpusat pada guru (teacher-centered), bukan berpusat pada siswa (student-centered).
Dalam pengamatannya, Retno memberikan banyak masukan kepada para guru untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka. Meskipun sebagian besar pengajaran sudah berjalan dengan baik, masih diperlukan perbaikan secara bertahap, terutama dalam mengadopsi metode student-centered.
Retno kemudian berbagi tentang pengalaman mengajar yang menyenangkan. Misalnya, saat mengajarkan keterampilan berbicara (speaking), dia menggunakan metode pantomim untuk membantu siswa mengatasi rasa grogi. Anak-anak diberi alat peraga untuk bercerita dengan pantomim sebelum menuliskan cerita mereka dan membacakannya secara bergantian. Metode ini membuat siswa merasa lebih nyaman dan aktif terlibat dalam pembelajaran.
Untuk perkenalan diri, Retno menggunakan tali rafia yang dipotong dengan berbagai panjang. Anak-anak mulai memperkenalkan diri dalam pasangan, lalu bergantian dengan pasangan lain, hingga lima kali. Setelah itu, mereka mengambil tali rafia dan memperkenalkan diri sesuai panjang tali yang mereka dapatkan. Metode ini membantu siswa mengatasi rasa takut berbicara di depan umum secara bertahap. Retno memastikan suasana tetap menyenangkan dan tidak menekan siswa untuk sempurna. Setiap kata yang keluar dari bibir siswa diterima dan baru pada akhir sesi kesalahan dibahas.
Retno juga menciptakan berbagai permainan untuk membantu siswa belajar tanpa merasa sedang belajar. Misalnya, anak-anak bisa bercerita menggunakan bola, roda, atau kaca, yang membuat pembelajaran menjadi lebih seru dan tidak membosankan.
Dampak positif dari metode pembelajaran yang menyenangkan ini terlihat jelas. Meskipun tidak ada siswa yang secara langsung menyatakan kepuasan mereka, atmosfer sekolah yang menyenangkan membuat mereka betah dan enggan pulang. Kegiatan di sekolah, baik dalam pembelajaran maupun proyek P5, membuat siswa merasa asyik. Salah satu proyek adiwiyata yang dilakukan adalah menciptakan pakaian-pakaian fairytale dari kantong plastik bekas, yang dilakukan dengan penuh semangat oleh para siswa.
Bahkan beberapa guru menyadari bahwa siswa begitu menikmati kegiatan di sekolah sampai tidak ingin pulang. Tentu, masih ada guru yang menerapkan pendekatan lebih keras, tetapi secara keseluruhan, banyak guru yang sudah mulai menerapkan metode yang lebih menyenangkan dalam pembelajaran, termasuk dalam mata pelajaran matematika. Dulu, matematika dianggap sulit oleh banyak siswa, tetapi dengan strategi baru yang diterapkan, anak-anak menjadi lebih senang belajar matematika. Dampak positif ini membuat siswa merasa lebih betah di sekolah, menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif dan menyenangkan.
Komunitas GSM Kendal, yang baru terbentuk di akhir tahun 2023, berfokus pada pembentukan panitia dan menyusun kekuatan internal. Retno telah mengajak sekitar 20 sekolah yang memiliki visi serupa untuk bergabung. Dengan membentuk komite yang solid, komunitas ini berharap dapat mulai bergerak aktif pada Januari 2024. Agenda GSM yang kaya informasi dan inspiratif diharapkan dapat mendorong terobosan baru dalam dunia pendidikan di Kabupaten Kendal.
Retno Sulistyowati dan komunitas GSM Kendal optimis bahwa dengan dukungan penuh dari para pendidik dan birokrat, Gerakan Sekolah Menyenangkan dapat menjadi katalis perubahan positif dalam sistem pendidikan di wilayah mereka. Keinginan kuat untuk menghadirkan lingkungan belajar yang menyenangkan dan inklusif menjadi fondasi utama perjuangan mereka.