Perjalanan komunitas GSM Mempawah diawali dengan rasa penasaran Bu Eka Pricila yang melihat unggahan Bu Lily dari GSM Pusat mengenai komunitas GSM Papua di akun Facebook–nya tahun 2022. Sebenarnya Bu Eka mengetahui GSM sejak ia menempuh kuliah semester akhir. Tempat penelitian Bu Eka di SD Kalam Kudus pada saat skripsi membuat ia mengenal Bu Lily sebagai pengurus GSM pusat. Akhirnya pada Februari 2023 Bu Eka dan kepala sekolah di salah satu SD Singkawang serta satu guru dari SD Singkawang diundang ke Festival Pendidikan di Yogyakarta untuk mewakili Kalimantan Barat yang saat itu belum ada perwakilannya. Dari Festival Pendidikan itu, Bu Eka dan perwakilan daerah Singkawang menjadi lebih mengerti akan tugas guru tidak hanya menyampaikan materi saja, tetapi mendidik murid sebagaimana kodratnya. Para guru perwakilan dari Kalimantan Barat juga lebih mengerti bagaimana mencintai profesi, dan bagaimana pentingnya memahami karakter masing-masing anak di kelas. Dari situlah cikal-bakal terbentuknya masing-masing Komunitas GSM Mempawah dan GSM Singkawang.
Adanya peralihan dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum Merdeka membuat Bu Eka melihat tingkah laku murid-muridnya yang tidak biasa, seperti suka mengeluh, selalu minta untuk bermain, capek sekolah, tantrum, dan membuang alat-alat sekolahnya saat pembelajaran berlangsung. Bu Eka menyadari bahwa ia mengajar di sekolah swasta dengan jam pulang lebih lama, lalu ada tambahan les bahasa inggris, bahasa mandarin hingga musik yang diikuti murid-muridnya di luar jam sekolah. Hal itu yang membuat murid-muridnya merasa tertekan sehingga di sekolah mereka ingin didengarkan dan bermain bersama gurunya. Hal yang biasa di lakukan Bu Eka saat itu adalah dengan memberikan jeda, ice breaking, dan mendengarkan cerita murid-muridnya ketika jam istirahat. Hal ini tidak bertahan lama karena pihak sekolah mengetahui dan dianggapnya tidak serius dalam mengajar. Bu Eka pun mengikuti tuntutan sekolah yang menganggap guru harus berwibawa, ditakuti, dan menjaga jarak dengan murid-muridnya. Waktu istirahat pun dipakai untuk mengerjakan administrasi dan mempersiapkan pelajaran selanjutnya. Sampai akhirnya Bu Eka melihat unggahan Bu Lily mengenai komunitas GSM Papua yang dapat mengarahkan anak-anak tidak melalui bentakan, tetapi melalui kesadaran diri. Bu Eka merefleksikan bahwa selama ini permasalahannya ada pada guru-guru di sekolahnya yang kaku, berpacu pada administrasi serta aturan, dan jiwa-jiwa guru yang tidak bebas berkreasi karena hanya taat pada kurikulum sehingga tidak dapat mengembangkan kreativitasnya dalam mengajar. Ketika mengikuti GSM Bu Eka tergerak bahwa seharusnya ia mengikuti kata hatinya untuk menjadi guru yang menyenangkan dan memiliki hubungan yang dekat dengan anak-anak.
Setelah mengenal GSM, Bu Eka kembali menjadi dirinya yang dulu, sering mendengarkan cerita murid-muridnya ketika di jam istirahat. Bahkan dengan GSM, Bu Eka mempelajari lebih dalam bagaimana mengenal karakter murid-muridnya. Bu Eka mengenalkan deep intro kepada murid-muridnya dan berhasil membuat murid-muridnya tumbuh empati dan merasakan suasana berbeda yang belum pernah Bu Eka rasakan sebelumnya. Ketika hati murid-muridnya berhasil tersentuh, murid-muridnya menjadi patuh dan tidak nakal ketika diberi tahu. Bu Eka dan murid-muridnya pun membuat kesepakatan kelas sehingga meminimalisasi konflik antar muridnya. Membawa perubahan pendidikan memang tidak mudah. Tantangan yang dilalui Bu Eka untuk mengenalkan GSM ada pada tekanan sekolah dan guru-gurunyal. Bu Eka dianggap masih muda dan minim pengalaman yang menyebabkan ketika ada guru-guru lain yang mulai tertarik dengan GSM malah menjadi takut untuk memulai. Namun, Bu Eka tetap fokus untuk mengimplementasikan pada kelasnya. Ia menyadari akan tekadnya ingin menjadi guru yang dapat mendidik dari hati.
Dengan lika-liku pergerakannya, saat ini komunitas GSM Mempawah berhasil mengadakan workshop yang menjadi salah satu rangkaian kegiatan GSM Mempawah dan GSM Singkawang bersama. Agenda komunitas lainnya yaitu sharing praktik baik maupun pengetahuan di grup WhatsApp. Meskipun sesi sharing masih didominasi oleh bu Eka dan Pak Ali sebagai pegiat komunitas GSM, tetapi tetap terdapat antusias dari banyaknya anggota di grup. Bu Eka percaya dengan konsistennya berbagi praktik baik meskipun hanya melalui grup WhatsApp tetap menimbulkan rasa penasaran dan kesadaran yang akan terbangun secara perlahan. Praktik baik yang selama ini sering dibagikan di grup WhatsApp adalah seperti mengenalkan deep intro yaitu bagaimana mengenal lebih dalam murid-murid di kelas, bagaimana menjadi pendengar yang baik untuk murid-murid, dan memantik guru-guru melalui video-video pendek yang dibagikan Pak Ali.