Komunitas GSM Solo terbentuk setelah Eko Setyaningsih, guru biologi SMAN 5 Surakarta, mendapat ajakan dari Bu Roro, salah satu leader sekaligus guru SMA 1 Gemolong. Bersama Bu Roro, Eko mengadakan kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat provinsi Jawa Tengah tentang pembelajaran berdiferensiasi dan menyenangkan. Kegiatan yang berbentuk workshop satu hari di Semarang tersebut dihadiri oleh Pak Ali dan Pak Sugiarto sebagai coach dan pegiat GSM Jawa Tengah. Dari kegiatan tersebut, Eko mulai menerapkan prinsip GSM dalam kegiatan belajar mengajar di sekolahnya. Bagi Eko, birokrasi tidak menjadi halangan bagi penerapan GSM. Ketika sudah memiliki tujuan dan alur yang jelas, model pembelajaran yang menyenangkan dapat dilaksanakan. Namun demikian, hingga tahun 2023, nama dan kegiatan GSM belum terlalu menggema di kota tersebut. Bergabungnya para kepala sekolah dalam grup komunitas tidak membuat komunitas menjadi aktif. Penyebab utamanya adalah karena belum ada gerakan dari komunitas dan fokus setiap sekolah hanya pada program pemerintah dan dinas.
Sebelum GSM hadir dan berkembang di Solo, pola pikir guru mengenai pembelajaran masih beragam. Meski sebagian guru telah memiliki pola pikir dan cara mengajar yang sejalan dengan GSM, terdapat pula guru-guru yang sama sekali belum menerapkan nilai-nilai GSM. Guru-guru yang belum mengenal GSM umumnya hanya mengejar target capaian pembelajaran. Akibatnya, guru mengesampingkan kenyamanan murid-murid selama pembelajaran di kelas. Suasana belajar terbangun atas dasar rasa takut dimarahi guru sehingga tidak ada murid yang berani bertanya atau berpendapat. Rasa takut ini tercermin dari sikap murid yang cenderung tegang selama kegiatan belajar mengajar. Tidak hanya itu, sebelum mengenal GSM, guru condong memberikan banyak tugas dengan tenggat waktu yang ketat. Dikejar tenggat waktu tugas membuat murid kesulitan untuk sepenuhnya hadir saat pembelajaran.
Eko Setyaningsih, guru biologi sekaligus salah satu guru penggerak menceritakan awal mula ketertarikannya pada komunitas GSM. Saat mengajar biologi, Eko sering kali menyelipkan candaan yang kurang pas. Hal ini justru mengakibatkan Eko sering disebut sebagai guru killer. Eko tidak menyukai label “guru killer” tersebut karena akan membuat kesan Eko sebagai guru yang terlalu serius. Menyadari label “killer” yang ada pada dirinya kemudian mendorong Eko untuk berbincang dengan orang yang memiliki aura serupa. Setelah mengenal GSM, Eko mengetahui sedikit banyak tentang prinsip pembelajaran yang mengutamakan humanisme, dialog, dan kenyamanan murid. Eko perlahan mengubah pembawaan diri dari serius menjadi santai, tetapi tetap terkendali. Tekad untuk menghilangkan label “killer” pun berhasil. Kini, para murid justru melihat Eko sebagai guru yang asyik. Perjalanan transformasi Eko ini membuat dirinya ingin agar guru-guru di sekolah lain merefleksikan hal yang serupa.
Hadirnya GSM berhasil mendekatkan guru dengan murid. Prinsip GSM yang mengedepankan kualitas interaksi guru-murid terbukti dengan komunikasi yang meningkat di antara mereka. Selain itu, guru juga memahami kebutuhan para murid sehingga aktivitas belajar dan mengajar menjadi lebih ringan. Misalnya adalah dengan memberikan tenggat waktu tugas yang longgar.
GSM membawa pengaruh pada lingkungan pergaulan yang terbentuk di sekolah. Siswa cenderung lebih membaur satu sama lain sebab tidak ditemukan lagi kelompok pertemanan yang bernuansa persaingan. Bentuk pertemanan mereka cenderung saling mendukung dengan suasana menyenangkan yang mendominasi. Secara umum, permasalahan yang dialami juga lebih sedikit. Sekarang, para murid lebih percaya diri untuk menyampaikan pendapat atau pertanyaan.
GSM tidak hanya membawa perubahan positif bagi guru dan murid, tetapi juga orang tua. Orang tua menyambut baik, perubahan suasana pembelajaran. Komunikasi orang tua dengan guru pun berjalan baik.
Saat ini belum ada agenda rutin yang dijalani seluruh anggota komunitas. Anggota komunitas baru menerapkan prinsip GSM di sekolah masing-masing. Prinsip GSM berarti membangun suasana kelas yang nyaman dan aman serta menumbuhkan keingintahuan yang tinggi. Murid pun tidak ditekan dengan tugas yang memiliki tenggat waktu karena akan membuat murid kurang nyaman dan merasa terpaksa selama mengerjakannya. Eko, misalnya, menerapkan prinsip sekolah menyenangkan melalui ice breaking dan belajar dengan permainan. Oleh karena jabatannya hanya sebagai guru mata pelajaran biologi, Eko tidak memiliki kuasa untuk mengadakan kegiatan sekolah yang masif.
Eko berharap komunitas dapat mengadakan pertemuan untuk membahas agenda rutin sehingga komunitas GSM Solo dapat berkembang. Agenda komunitas bertujuan agar setiap guru memiliki persepsi visi dan misi yang sama sehingga mempermudah guru dalam melakukan sesuatu terkait pengajaran. Sebelum agenda tercipta, komunitas akan merapatkannya dengan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) dan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah). Dalam menyelenggarakan setiap agenda, Eko percaya komunitas memerlukan sosok leader atau pemimpin. Tugas pemimpin ini adalah menghubungi MKKS, membuat pertemuan untuk membahas tujuan, dan melibatkan cabang dinas pendidikan dengan lingkup wilayah Solo dan Sukoharjo.