Seperti yang kita ketahui bahwa remaja adalah kondisi ketika anak – anak sudah mulai beranjak ke fase dewasa. Biasanya seorang anak yang sudah masuk ke tahap remaja adalah seseorang yang sudah tidak lagi disebut sebagai anak – anak tetapi juga belum dapat disebut sebagai orang yang dewasa. Umumnya sebagai seorang remaja, identitas dirinya masih belum jelas. Hal ini dikarenakan pada tahap inilah mereka mulai mencari identitasnya. Tetapi pada tahap inilah seorang remaja biasanya lebih banyak berinteraksi dengan teman sebayanya. Hal ini membuat seorang remaja biasanya lebih condong mengedepankan nilai – nilai yang terdapat dalam kelompok sebayanya dibandingkan dengan nilai – nilai dalam keluarga. Tidak jarang bahwa nilai – nilai yang terdapat dalam kelompok tersebut adalah nilai yang negatif.
Tak jarang, kasus kenakalan remaja bahkan memakan korban. Salah satunya adalah kasus klitih yang baru – baru ini terjadi di Yogyakarta, di mana pelakunya adalah seorang pelajar dan korbannya adalah pelajar juga.
Kasus serupa klitih ini sudah terjadi sejak lama. Tercatat dari tahun 2019 – 2021 saja telah terjadi sebanyak 98 kasus klitih yang rata – rata para pelakunya adalah para remaja. Adapun, penyebab dari kasus ini sendiri sebenarnya sangat kompleks. Banyak faktor – faktor yang dapat menjadi penyebab dari kasus klitih ini.
Secara umum, mungkin saja kasus klitih ini dapat terjadi karena adanya kondisi labil yang masih tertanam dalam diri remaja tersebut dalam menemukan identitas yang asli. Biasanya anak – anak yang melakukan kasus – kasus kenalakan remaja masih dikatakan gagal dalam mencari identitas yang sesungguhnya. Selain itu, mungkin saja dalam diri remaja tersebut belum bisa untuk mengatur dirinya bahkan mengontrol dirinya untuk bersikap normatif. Dengan kata lain, seorang remaja tersebut belum mampu mengkategorisasikan mana perilaku yang baik dan patut ditiru dan mana perilaku yang buruk dan tidak patut ditiru. Selain itu, kenakalan remaja ini bisa juga disebabkan karena kurangnya perhatian dari orang tua itu sendiri kepada anak – anaknya.
Salah seorang sosiolog yaitu Dr. Kartini Kartono juga setuju terkait bahwasannya yang menjadi pemicu kasus – kasus kenakalan remaja seperti klitih ini bisa saja disebabkan karena belum maksimalnya peran keluarga dalam memperhatikan anak – anaknya. Selain itu, pendidikan sebagai institusi kedua setelah keluarga juga masih dipertanyakan perannya.
Sementara itu, Bu Novi selaku Co-Founder dari Gerakan Sekolah Menyenangkan mengatakan bahwa seorang remaja yang menjadi pelaku klitih menjadi nekat melakukan kejahatan karena otak nalar dan empatinya kurang terstimulasi dengan baik. Kurangnya stimulasi tersebut bisa disebabkan oleh tidak adanya hormon DOSE (Dopamin, Oksitosin, Serotonin, dan Eritosin) yang seharusnya bisa lebih banyak didapatkan di sekolah dan di rumah.
Lantas, bagaimana kasus kenakalan remaja seperti klitih ini dapat dicegah khususnya agar remaja tak terlibat kembali pada kasus – kasus serupa?
Di lingkup sekolah, hal yang bisa dilakukan adalah dengan menghadirkan hormon kebahagiaan berupa hormon DOSE (Dopamin, Oksitosin, Serotonin, dan Eritosin) dengan menciptakan ekosistem pembelajaran yang menyenangkan namun dapat membangun kesadaran dan penalaran dalam diri siswa. Hal ini akan membuat siswa menjadi lebih sadar dan kritis terhadap keputusan-keputusannya. Dengan kata lain, anak – anak tidak akan gegabah dalam mengambil segala tindakan.
Penulis: I Putu Wisnu Saputra
0 Comments