GSM

Mayoritas dari siswa yang bersekolah di Indonesia masih kesulitan untuk menemukan sisi menyenangkan dari proses belajar. Siswa masih mengasosiasikan sekolah dengan hal-hal yang membosankan dan pelik. Ini adalah suatu hal yang berusaha Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) ubah. GSM menginginkan siswa-siswa di Indonesia dapat merasakan pendidikan yang berkualitas dengan cara penciptaan budaya dan lingkungan belajar positif. Salah satu guru yang terlibat aktif dalam GSM adalah Pak Made Agus Janardana sebagai seorang guru yang aktif menginisiasikan perubahan. Akrab dipanggil Pak Made, beliau adalah seorang wakil kepala sekolah bagian kemahasiswaan sekaligus guru Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di SMA 2 Tejakula di Buleleng, Bali. Ternyata, selain menjadi wakil kepala sekolah dan guru, Pak Made juga seorang seniman profesional. Pak Made berusaha memasukkan unsur kesenian dalam kegiatan-kegiatan di sekolah yang beliau usung. 

Pak Made bercerita bahwa sejak awal bertemu dengan GSM, beliau sudah merasakan kecocokan dengan nilai-nilai yang GSM bawa. “Jalur dan tujuan kita sama yaitu berusaha mencari cara bagaimana bisa membuat belajar itu lebih menyenangkan?” ungkapnya dalam sesi wawancara. Beliau ‘berkenalan’ dengan GSM melalui sahabatnya yang sudah menjadi mentor GSM yaitu Pak Made Rasta. “Kebetulan ada event di SMAN Bali Mandara di mana Pak Rizal dan Bu Novi hadir. Lalu, saya ikut. Setelah itu, Pak Rizal main ke sekolah saya,” ujar beliau. 

Tak lama kemudian, SMA 2 Tejakula menyediakan berbagai macam aktivitas ekstrakurikuler seperti broadcasting class, makeup class, plastic class, dan entrepreneur class. Menurut Pak Made, entrepreneur class (kelas kewirausahaan) membuat siswa-siswa senang di sekolah. “Pada zaman digital di mana kewirausahaan lebih bebas seperti sekarang, mereka mau berkarya. Mereka mau mengekspresikan karyanya,” Pak Made menjelaskan dengan bersemangat. Sebelumnya siswa memiliki mindset bahwa untuk berwirausaha harus punya modal biaya terlebih dahulu. Setelah kelas kewirausahaan, siswa menjadi paham bahwa ada aspek-aspek lain seperti branding, marketing, reselling yang bisa menjadi modal mereka dalam berusaha juga. Siswa menjadi lebih percaya diri untuk berwirausaha karena mempunyai wadah untuk mengembangkan minat mereka. 

Sembari menceritakan kesehariannya dalam mengajar, Pak Made juga menceritakan mengenai minat beliau dalam bidang seni. Bahkan, beliau juga menunjukkan beberapa karya seninya kepada penulis saat sesi wawancara. Pak Made sering kali membuat seni lukis plastik, yaitu gambar yang ditempel dengan serpihan bekas plastik yang sudah tidak terpakai. Beliau menjadikan figur-figur terkenal di Indonesia seperti Soekarno sebagai inspirasi lukisannya. Bahkan, Pak Made pernah melukis figur Pak Rizal dan Bu Novi loh! Selain itu, beberapa karyanya yang terjual dapat menambah penghasilan Pak Made. Ternyata, selain membantu perekonomian Pak Made, usaha seni lukis plastik ini juga membantu menambah uang saku siswa-siswanya. Pak Made bercerita bahwa beliaulah yang melukis semuanya dari nol melalui aplikasi desain grafis pada komputernya. Saat akhirnya sudah dicetak, Pak Made menyerahkan hasil cetakannya kepada siswanya yang bergabung ke dalam entrepreneur class dan mereka menempel serpihan plastiknya sesuai warna yang sepadan pada cetakan lukisan tersebut. Setiap lukisan yang dibuat akan dijual sebesar Rp300.000 dan setiap siswa yang berpartisipasi dalam prosesnya akan mendapatkan Rp50.000. Guru sekaligus seniman itu mengungkapkan bahwa mayoritas siswa di SMA 2 Tejakula berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah sehingga ada beberapa siswa yang bersekolah sambil bekerja. Dengan adanya kegiatan kewirausahaan ini, Pak Made senang bisa berkontribusi dalam meringankan beban finansial anak muridnya. 

Pak Made adalah sosok guru yang hebat dan terkenal di kalangan anak muridnya. Walaupun sudah mendapatkan prestasi sebagai guru inovatif nasional, hal ini tidak memengaruhi Pak Made menjadi sosok guru yang “mentang-mentang” dengan muridnya. Justru sebagai guru, Pak Made merasa harus bisa menjadi “teman” untuk anak didiknya. “Permasalahannya yang biasanya guru-guru alami adalah membuat murid senang sama guru. Kalau murid saja sudah sulit senang dengan guru, murid menjadi malas untuk belajar. Kemampuan guru yang membuat situasi belajar jadi menyenangkan itu masih kurang. Semoga kedepannya guru-guru bisa mencari cara bagaimana caranya membuat belajar di sekolah jadi lebih menyenangkan,” katanya. 

Metode pendekatan yang membuat Pak Made berhasil lekat dengan siswa adalah dengan tidak menggunakan kata-kata kasar saat pembinaan, karena siswa zaman sekarang tidak bisa diberikan perlakuan yang kasar. Selain itu, Pak Made juga sering kali memulai basa-basi obrolan dengan menanyakan pacar atau memuji anak muridnya. Bahkan, Pak Made juga menerima jika ada murid yang mau curhat dengannya. Pak Made bertekad ingin mengubah stigma guru bagian kemahasiswaan yang kesannya suka mencari-cari kesalahan murid. 

Walaupun memiliki sikap yang sangat bersahabat dengan anak didiknya, Pak Made langsung bersikap tegas jika ada murid yang tidak menghormati atau meremehkan sikap bersahabatnya. “Terkadang, ada murid yang menyalahartikan sikap saya yang terbuka dan mereka mengira bisa memperlakukan saya seenaknya saja seperti teman mereka sendiri. Jika sedang menghadapi situasi seperti itu, saya akan berusaha cari momen di mana saya bisa mengobrol berdua dengan murid dan menegurnya secara halus. Biasanya dia akan respect dan merasa bersalah sehingga tidak mengulang kesalahannya lagi,” kata Pak Made. Beliau berpendapat bahwa dengan pendekatan ini, secara tidak langsung guru sedang mengajarkan cara menerapkan batasan kepada muridnya. Mereka harus diajarkan cara membedakan situasi serius dan situasi bercanda. Pak Made bercerita bahwa hal ini sukses diterapkan kepada anak didiknya yang dianggap “nakal”. Karena pendekatan Pak Made yang humanis, ia memiliki gaya tosnya sendiri dengan anak muridnya. Selain itu, beliau juga terkadang menerima hasil perkebunan seperti durian dan kelapa muda dari para muridnya. 

Narasi GSM yang sangat lekat dalam jiwa Pak Made adalah slogan “berbagi dengan menyenangkan”. Pak Made senang sekali bisa berbagi mengenai pengalaman dan ilmunya kepada masyarakat umum melalui penyuluhan, seminar, dan workshop. Salah satu kegiatan workshop yang pernah Pak Made lakukan adalah “Pemanfaatan Sampah Plastik Kemasan Menjadi Lukisan Wajah” pada tanggal 7 Agustus 2022. Kegiatan tersebut diselenggarakan bersama tim KKN-PPM Desa Bebetin agar masyarakat lebih paham bagaimana caranya membuat kerajinan dari bahan sampah sehingga sampah itu memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Ketika sedang melakukan penyuluhan, Pak Made menggunakan topeng berwarna merah supaya tidak membosankan. Karena personal branding-nya yang asyik, audiens sangat terkesan dengan beliau sehingga setelah sesi workshop berakhir pun mereka tetap menghampiri Pak Made untuk bertanya dan mengobrol. Oleh karena itu, beliau berharap kedepannya makin banyak guru dan siswa yang sadar bahwa ajaran GSM sangat cocok diterapkan di sekolah sehingga kualitas pendidikan semakin maju, serta proses belajar-mengajar terasa lebih menyenangkan. 

Penulis: Maulia Husna Adila Noor

Categories: Inspirasi GSM

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.