GSM

Dewasa ini, di era disrupsi teknologi di mana pergerakan dunia industri dan teknologi mengalami perubahan yang sangat cepat yang mampu menggantikan pola tatanan lama untuk menciptakan sebuah tatanan baru. Disrupsi ini menghadirkan banyak inovasi baru sekaligus tantangan yang dirasakan oleh berbagai aspek, tidak terkecuali pendidikan karenanya disrupsi ini jelas menuntut kita untuk berubah. Namun, arah pendidikan kita yang ada dan diterapkan di sekolah-sekolah belum mampu menjawab kebutuhan pendidikan masa depan. Pendidikan kita berjalan tetapi tidak menuntun, mempersiapkan, dan membekali peserta didik untuk mampu bertahan di era yang serba tidak pasti ini, di era yang sebenarnya sangat membutuhkan manusia-manusia adaptif terhadap perubahan.

Pendidikan cenderung melupakan tiga kodrat yang seharusnya tertanam pada peserta didik. Apa tiga kodrat itu? Tiga kodrat itu adalah curiosity (rasa ingin tahu), creativity (kreativitas), dan diversity (keragaman). Menurut Pak Rizal (Founder GSM), budaya pendidikan yang ada saat ini terlalu didominasi oleh standarisasi, konformitas, dan linearitas akibat tuntutan revolusi 2.0. Padahal, budaya tersebut sudah tidak relevan dengan situasi dan kondisi saat ini, bahkan bisa dibilang jauh tertinggal.

Perlu adanya kesadaran dari para pelaku pendidikan untuk saling berkolaborasi mengembalikan tiga kodrat manusia melalui perubahan pendidikan. Mungkin dari kita, ketika mendengar atau membaca frasa ‘merubah pendidikan’ yang terbesit di pikiran kita merupakan suatu yang sulit, berat, dan jauh tergapai, tetapi bukan berarti tidak bisa, kan?

Kita harus tahu bahwa untuk menciptakan perubahan dimulai dengan hal yang paling dekat, paling kecil dan paling sederhana, karenanya GSM hadir menawarkan perubahan paradigma pendidikan dengan merubah mindset (cara berpikir). Pelaku pendidikan, utamanya sekolah dan pendidik tidak boleh terkungkung oleh aturan-aturan, standarisasi, konformitas, serta linearitas yang sudah melekat menjadi sebuah tradisi. Sebab itu semua hanya akan mematikan pendidikan yang memanusiakan dan memerdekakan dan itu jelas tidak menjawab kebutuhan pendidikan masa depan.

Pembelajaran di sekolah, di ruang-ruang kelas, di sesi-sesi diskusi dan dialog bersama peserta didik harus memberikan ruang untuk mengembalikan dan meningkatkan tiga kodrat yang dimiliki peserta didik yaitu curiosity (rasa ingin tahu), creativity (kreativitas), dan diversity (keragaman). Sekolah dan pendidik mesti bergerak untuk mendobrak pola-pola lama dengan cara membuat ekosistem sekolah menjadi menyenangkan, menciptakan pembelajaran yang menuntun kodrat peserta didik untuk memiliki rasa curiosity (rasa ingin tahu) dan creativity (kreativitas), sehingga dalam proses pembelajaran peserta didik menjadi pembelajar sejati yang sadar akan potensi yang dimiliki dan tujuan masa depan yang akan dicapai. Lebih-lebih, sekolah harus menjadi taman bermain dan rumah yang aman serta menyenangkan agar anak menikmati proses belajarnya, betah berlama-lama berada di sekolah, cinta dengan lingkungannya, di mana anak tidak lagi merasa tertekan oleh adanya tolak ukur keseragaman. Bukankah setiap individu memiliki keunikan dan warnanya sendiri? Justru dengan perbedaan dan keberagaman itu menjadikan kita semakin kaya dan bisa kita manfaatkan untuk menyalurkan kepada hal-hal yang positif, maka dari itu pendidikan harus berhamba pada peserta didik. Peserta didik perlu diberi ruang untuk tumbuh secara berbeda dan merdeka.

Di era saat ini dan ke depan, yang dibutuhkan adalah pendidik dan peserta didik yang adaptif dan fleksibel terhadap perubahan yang sangat cepat. Menjadi pendidik yang kaya akan konten pembelajaran yang baru dengan ide-ide permasalahan kontekstual yang relevan dengan kehidupan sekitar dan menjadi peserta didik yang mampu memecahkan persolan dan memberikan solusi melalui daya penalaran yang tinggi. Di sinilah, pentingnya peran sekolah, pendidik, dan orang tua untuk saling berkolaborasi, menjalin hubungan yang akrab dan intim kepada peserta didik supaya mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan nyaman. Dengan begitu, mereka akan menemukan versi terbaik dari dirinya. Jika peserta didik sudah berhasil menemukan versi terbaiknya, maka percayalah tantangan dan segala perubahan yang ada di depan bisa kita hadapi.

Salam, Berubah, Berbagi, Berkolaborasi!

Penulis: Nazula Nur Azizah

Editor: Nida Khairunnisaa


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.