“Berubah itu tidak pasti, tetapi perubahan itu pasti.”
***
Beberapa waktu lalu, talkshow Ngkaji Pendidikan GSM baru saja dilaksanakan. Acara itu dihadiri lebih dari 300 orang secara langsung dan 600 orang hadir melalui Zoom. Angka tersebut adalah angka yang luar biasa. Itu menunjukkan bahwa masih banyak guru dan tenaga pendidik yang peduli dengan pendidikan di Indonesia.
Seperti halnya saya. Kelas sembilan SMP seperti petaka untuk saya. Setiap hari saya bangun jam empat pagi dan pulang jam tiga sore. Dipusingkan dengan pelajaran, kegiatan, soal-soal dan debaran jantung saat mengingat ASPD.
“Apa pun yang terjadi, harus masuk sekolah negeri!” batin saya.
Namun bicara memang semudah membalik telapak tangan. Saya benar-benar pusing, banyak sekali materi yang tidak dipahami. Kepala saya seperti kain bolong. Setiap kali orangtua mengingatkan untuk belajar, rasanya saya muak.
“Kurang apa aku berusaha!”
Hari itu, seperti biasa saya menggulir layar smartphone. Saya tertarik dengan sebuah postingan di layar. “Volunteer Ngkaji Pendidikan”. Tanpa pikir panjang saya akses link itu. Selesai mendaftar, saya letakkan smartphone saya. Tiba-tiba saya sadar, “Oh iya, ini tentang apa ya?”. Lucu sekali jika diingat, saya mendaftar tanpa pikir panjang.
Dua minggu kemudian, seseorang mengirim pesan, katanya saya diterima. Saya senang bercampur bingung. “Tapi ya sudahlah, jalani saja dulu.” kalimat andalan saya.
Setelah itu, tugas-tugas baru berdatangan. Membuat karya, artikel, sampai terjun lapangan. Bekerja dengan para mahasiswa. Saya bingung. Wah, ini pertama kalinya saya mengikuti kegiatan seperti ini.
“Tapi ini seru!”
Saya menikmati peran sebagai volunteer acara Ngkaji Pendidikan yang diadakan oleh GSM.
Hari-H acara. Hati saya berdebar. Saya benar-benar takjub. Saya bertemu dengan banyak orang, menghadapi berbagai sikap mereka, dan mendengarkan pembicaraan yang luar biasa. Sabtu itu, saya merasa menjadi “intelektual”. Ada semacam energi yang meresap masuk ke dalam diri saya.
Ngkaji Pendidikan menyegarkan pikiran saya yang semula ruwet. Entah bagaimana, ada “energi” yang masuk, membuat saya kembali bersemangat.
Acara itu dihadiri oleh banyak orang penting seperti guru dan kepala sekolah. Dan dipanitiai oleh mahasiswa-mahasiswi luar biasa yang, menurut saya, keren dan berprestasi.
Saya tidak pernah tahu “keisengan” itu bisa membawa pengalaman baru sebelum saya mencobanya. Bertemu wajah baru, ilmu baru, dan pengalaman berharga.
Saya yakin saat itu adalah salah satu perubahan di hidup saya. Karena, pengalaman ini telah membangkitkan “semangat” lain dalam diri saya. Semangat untuk berubah.
Hari itu, “baterai hati” saya terisi penuh. Saya kembali bersemangat dengan semangat yang berbeda dari sebelumnya. Kesempatan yang Tuhan berikan, dan saya terima secara tidak sengaja, telah me-refresh data-data di kepala.
Salah satu pembicara, founder GSM yaitu Pak Rizal, mengemukakan banyak hal. Salah satunya adalah guru sebagai pemimpin perubahan.
Guru bukan sekadar tenaga pengajar. Guru bukan tentang memberikan pelajaran. Namun guru adalah pelajaran itu sendiri. Guru laksana cermin yang memantulkan karakter siswanya.
Karena itu, guru harus bisa memimpin dirinya sendiri. Guru diminta untuk mampu membimbing anak didiknya, di saat yang sama menerima tekanan dari segala arah. Dan dengan begitulah, akan tercipta karakter-karakter hebat yang nantinya akan bisa memimpin perubahan. Tentunya, perubahan positif. Dan tokoh utama dari perubahan itu, tidak lain adalah guru.
Tidak ada yang tahu tentang perubahan. Kapan perubahan terjadi, bagaimana bisa terjadi, apa yang membuatnya terjadi. Namun, satu hal yang pasti. Kita semua bisa melakukannya.
Semua orang bisa berubah. Ini bukan tentang bisa atau tidak, tapi tentang kemauan. Siapapun yang mau berubah, ia akan membuka jalan sendiri menuju perubahannya.
“Pendidikan merupakan pintu peradaban dunia. Pintu tersebut tidak akan terbuka kecuali dengan satu kunci. Yakni, seorang atau sosok guru yang peduli dengan peradaban dunia.”
***
Penulis: Zulfa Mutamimul Ula Assakha
0 Comments