Seperti yang kita ketahui bahwa sudah hampir lebih dari 2 tahun pandemi merajalela di dunia bahkan termasuk di Indonesia. Beberapa negara pun termasuk Indonesia harus bersiap – siap dalam menghadapi pandemi yang sangat cepat penyebarannya. Bahkan saat ini, terus bermunculan varian baru yang begitu mematikan dan mengancam kehidupan manusia. Ancaman yang melanda manusia tersebut tidak hanya bersifat politis, berdimensi kesehatan, berdimensi sosial tetapi juga sangat mengancam kehidupan pendidikan.
Hal ini dapat dibuktikan dengan pergeseran kegiatan esensial dari pendidikan itu sendiri yang berubah dari pendidikan konvensional menuju pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran jarak jauh merupakan pembelajaran yang dilakukan tanpa batas di mana mampu melewati batas antara ruang dan waktu namun tentunya menggunakan teknologi sebagai penyokong keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Memang pada dasarnya PJJ dapat membuat murid dan guru lebih bisa untuk mengefisiensikan waktu dan menghemat tenaga untuk tidak datang ke sekolah karena pembelajaran dapat dilakukan langsung dari rumah. Namun, efek buruk dari PJJ adalah terjadinya learning loss pada siswa. Learning loss adalah kondisi ketika pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki siswa mengalami kemunduran karena ketidakefektivitasan pembelajaran jarak jauh.
Ketidakefektivitasan pembelajaran jarak jauh tersebut terjadi karena masih terdapat beberapa sekolah yang masih minim infrastrukturnya dalam menghadapi pembelajaran jarak jauh ini. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa sebenarnya pandemi covid – 19 yang menyerang Indonesia seakan – akan membuka momok besar bahwa pendidikan kita masih belum siap untuk menghadapi perubahan zaman yang sangat cepat. Ditambah dengan keadaan Social Emotional Learning yang masih cukup minim dalam diri siswa sehingga memungkinkan terbukanya akses yang lebar bagi learning loss.
Sudah menjadi realita yang tepat pastinya jika kita membicarakan bahwa kondisi pendidikan kita saat sebelum pandemi memperlihatkan kondisi yang masih memprihatinkan. Banyak sekali siswa – siswi yang datang ke sekolah, hanya untuk menerima pelajaran dari gurunya. Padahal sejatinya siswa – siswi saat ini juga bisa menjadi sumber belajar dan guru bukan satu – satunya sumber belajar. Hal ini menggambarkan bahwa siswa – siswi tersebut layaknya sebuah botol kosong yang harus terus menerus diisi oleh air. Air tersebut merupakan peran guru sebagai sumber belajar. Tentu hal ini sudah menjadi fixed mindset dalam dunia pendidikan. Hal ini dikarenakan pembelajaran tersebut sudah menjadi habit. Maka, ketika pembelajaran jarak jauh diberlakukan hal – hal seperti fixed mindset tersebut agak susah untuk bisa dikatakan sangat pas. Hal ini terbukti bahwa kebanyakan siswa sangat bosan dengan pembelajaran jarak jauh yang di mana guru – guru hanya menjelaskan. Ditambah dengan kondisi sinyal yang mungkin di beberapa wilayah yang kurang mendukung menyebabkan ketidakefektivitasan pembelajaran jarak jauh. Perlu pembelajaran yang menekankan pada potensi siswa untuk membuat versi terbaiknya masing – masing.
Hal inilah yang dirasakan oleh Pak Diyarko yang mengajar di SMK Negeri 11 Semarang. Menurut Pak Diyarko, dirinya sadar betul bahwa pengalaman pembelajaran pandemi ini mengajarkan Pak Diyarko untuk paham betul akan bagaimana metode yang tepat dalam belajar. Menurutnya, kelas saat ini dan kelas yang dulu itu jauh berbeda. Bahkan yang ada dalam pikiran Pak Diyarko adalah gambaran kelas ideal adalah kelas yang bisa diisi oleh banyak orang karena ruangan kelas tersebut tertata secara luas dan di dalamnya terdapat koneksi yang erat antar satu sama lain. Kelas yang luas tadi tersebut bahkan bisa diisi untuk berbagai lintas hal seperti sekolah, kelas, dan lain – lain. Hal inilah yang menurut Pak Diyarko dapat membuat diskusi – diskusi di ruang kecil tersebut menjadi muncul dan kemampuan berpikir tingkat tinggi anak akan mulai meningkat.
Namun, pemikiran tersebut tidak hanya seputar ide abstrak saja. Gagasan ideal mengenai pembelajaran tersebut pun sudah diterapkan oleh Pak Diyarko walaupun progressnya masih belum begitu besar. Hal ini terlihat dari Pak Diyarko yang menerapkan penciptaan ruang kelas bagi ana didik di kelas X Animasi SMK Negeri 11 Semarang secara holistik. Seluruh kelas X tersebut digabung ke dalam satu grup whatsapp dan di sana mereka dapat berkenalan, sharing mengenai karya gambar yang mereka buat, dan memberikan komentar positif terkait dengan hasil karya yang ada. Uniknya pembelajaran ini tidak hanya berlangsung antar kelas x saja tetapi lintas kelas bahkan sekolah. Hal ini dikarenakan siswa kelas XI dan XII yang memiliki minat dalam animasi diperbolehkan untuk masuk ke dalam group whatsapp tersebut. Selain itu, kelas yang diciptakan oleh Pak Diyarko juga terkoneksi langsung dengan platform pembelajaran khusus yang langsung dapat diakses oleh guru, pihak industri, siswa, bahkan orang tua.
Tentu ruang kelas yang diciptakan oleh Pak Diyarko ini dapat menjadi wadah bagi siswa untuk dapat mengembangkan kreativitasnya dengan cara menampilkan berbagai karya yang dapat menjadi sumber support bagi anak tersebut untuk semangat menjadi versi terbaiknya. Kemydian efek panjangnya adalah lahir situasi kelas yang menyenangkan dan tidak ada lagi persaingan di antara berbagai siswa. Tentu dengan sedikit cerita ini, Pak Diyarko berharap agar guru – guru di seluruh Indonesia dapat terinspirasi untuk terus membuat ekosistem pembelajaran yang menarik namun juga menyenangkan.
Salam Berubah, Berbagi, dan Berkolaborasi
Penulis: I Putu Wisnu Saputra
Editor: Nida Khairunnisaa
0 Comments