GSM

Konsep humanistik awalnya diperkenalkan oleh Maslow, dia menyebutkan teorinya yaitu Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurutnya manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Hal ini selaras dengan prinsip pembelajaran GSM yang berfokus pada kodrat manusia. Lalu, apa sajakah kebutuhan manusia? Maslow membagi kebutuhan manusia dari yang paling dasar/fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa kasih sayang, kebutuhan akan harga diri, kebutuhan akan aktualisasi diri. Sehingga pendidikan humanistik haruslah pendidikan yang mencakup 5 kebutuhan tersebut. Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran yaitu guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar (Arbayah, 2013).

Dalam rangka mewujudkan lingkungan belajar yang positif, Bu Nisem, salah satu guru di SDN Mangunan menerapkan pembelajaran yang humanis. Pendekatan humanis ini memandang manusia sebagai subyek yang bebas dan merdeka (Arbayah, 2013). Anak dianggap sebagai manusia yang memiliki suaranya sendiri. Bu Nisem juga berusaha untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan siswa-siswinya. Di kelasnya, Bu Nisem menerapkan pembelajaran yang membebaskan anak untuk berekspresi, sehingga anak pun merasa nyaman dan aman ketika menyampaikan pendapatnya. Berikut beberapa cara Bu Nisem menerapkan pembelajaran yang humanis:

  • Menonton film pendek/video. Nantinya setelah siswa menonton video tersebut, mereka diminta untuk berpendapat secara lugas dan tanpa paksaan. Mereka diberi kebebasan berpendapat tanpa adanya judgement dari guru. Mereka boleh saling menanggapi pendapat teman sekelasnya. Hal ini dapat memberikan rasa aman pada siswa karena bisa berpendapat tanpa tekanan.
  • Merubah suasana kelas menjadi nyaman dan bersih. Siswa akan merasa nyaman apabila ruang kelas juga diatur sedemikian rupa agar menarik dan bersih, sehingga proses belajar pun tidak terganggu.

  • Mengadakan proyek sesuai materi pembelajaran. Misal materi perpindahan energi dan dilakukan dengan proyek memasak nasi. Dengan diadakannya praktik-praktik sederhana ini, siswa memiliki ruang belajar mandiri sehingga dia mampu menyerap pembelajaran dari setiap proses yang dijalaninya tanpa adanya dikte yang mengkotak-kotakkan proses belajar. Sehingga nanti harapannya, siswa mampu mencapai aktualisasi diri.

  • Berinteraksi layaknya teman dan ibu di sekolah. Pola interaksi guru dengan siswa juga dapat menjadi faktor terciptanya lingkungan yang positif bagi siswa untuk belajar. Guru yang terkesan galak dan suka menghukum cenderung akan ditakuti oleh siswa. Akan tetapi guru yang terlampau santai pun kadang suka disalah-artikan dan dianggap sepele oleh siswa. Maka dari itu guru perlu memposisikan diri di berbagai situasi dengan siswa. Ketika siswa cerita tentang kisahnya dan meminta saran, di situlah peran guru sebagai orangtua yang bisa mengayomi siswa. Ketika siswa mengajak bermain di luar jam pelajaran, guru juga bisa menjadi teman yang seru untuk bermain. Dengan hal ini, siswa bisa merasakan hangatnya kasih sayang seorang guru. Ketika sudah muncul rasa sayang dan merasa aman, siswa cenderung akan lebih terbuka dan mampu menyerap pelajaran secara suka hati.

Narasumber: Bu Nisem, Guru SDN Mangunan, Bantul, D.I Yogyakarta

Sumber: Arbayah, A. (2013). Model Pembelajaran Humanistik. Dinamika Ilmu: Jurnal Pendidikan.

Disusun oleh Sekar Juang


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.