GSM

Teknologi kini berkembang kian pesat. Teknologi digunakan sebagai media komunikasi, edukasi, maupun sebagai media hiburan oleh semua kalangan dengan berbagai rentang usia, termasuk oleh anak-anak. Di tengah penggunaan teknologi yang seperti tidak terbendung ini, SDN Ngebelgede 2 membatasi penggunaan smartphone oleh murid-muridnya. Sebagai salah satu sekolah model GSM, SDN Ngebelgede 2 justru mendorong siswanya untuk memainkan berbagai permainan tradisional yang kini mulai dilupakan dan ditinggalkan.

Mobile Legend dan PUBG adalah beberapa contoh game online yang kini sedang digandrungi oleh anak-anak. Biasanya ketika berkumpul bersama dengan teman-temannya, semuanya menunduk memegang gawai untuk memainkan permainan tersebut. Semuanya berlomba menunjukkan kelincahan jempol mereka yang beraksi di atas layar telepon genggam. Hal ini senada dengan temuan pada sebuah survey di kawasan Asia Tenggara (theAsianparent Insights, 2014) yang menunjukkan bahwa 98% responden anak- anak usia 3-8 tahun merupakan pengguna gadget. 67% di antaranya menggunakan gawai milik orang tua mereka, 18% lainnya menggunakan milik saudara atau keluarga, dan 14% sisanya menggunakan smartphone milik sendiri. Hasil survey ini juga menunjukkan bahwa sebanyak 98% responden anak-anak di Asia Tenggara tersebut menggunakan perangkat seluler sebagai media alat bermain atau aplikasi permainan.

Tanpa bermaksud meromantisasi era sebelum penggunaan teknologi yang berkembang pesat saat ini, harus diakui bahwa masa di mana anak-anak bermain di luar rumah dan memainkan beragam permainan tradisional merupakan masa yang menyenangkan. Sudah jarang ada anak yang mengenal permainan gobak sodor, bola bekel, gundu, ataupun bentik. Padahal jika dilihat lebih jauh, semua permainan tersebut bukan sekedar kegiatan hiburan yang tanpa makna. Setiap permainan tradisional selalu memiliki filosofi dan manfaat yang secara tidak langsung akan berdampak pada perkembangan anak-anak.

Berkaitan dengan hal tersebut, Bu Tuginem, kepala sekolah SDN Ngebelgede 2 mengatakan bahwa sekolahnya sedang berusaha untuk menghidupkan kembali permainan tradisional yang kini sudah mulai dilupakan dan ditinggalkan.

“Sekolah kami setiap hari Sabtu punya program Sabtu Ceria, kegiatan belajar hanya berlangsung sampai pukul 09.30, setelah itu dilanjutkan kegiatan senang-senang. Setiap Sabtu Ceria itu saya perkenalkan anak-anak dengan permainan tradisional. Jadinya sekarang anak-anak ketika istirahat nggak main handphone lagi, tapi main lompat tali, main bentik di lapangan,” ujar Ibu Tuginem ketika ditemui pada sebuah kesempatan.

Bu Tuginem kemudian menceritakan bahwa permainan tradisional yang sering dilakukan oleh murid-muridnya tersebut ternyata mampu menghindarkan mereka dari kasus bullying. “Karena sering berinteraksi, sering main bersama misalnya antara anak-anak kelas 6 dan kelas 3, semuanya jadi akrab dan nggak ada permusuhan”.

Apa yang diceritakan oleh Bu Tuginem mengenai permainan tradisional tersebut bisa dikaji lebih jauh dengan menggunakan kaca mata psikologi perkembangan sosial anak. Ketika anak-anak memainkan permainan tradisional, akan ada interaksi antara anak yang lebih tua dan anak yang lebih muda. Dinamika-dinamika kemudian akan terjadi di sana, mereka akan bernegosiasi, beragumentasi, mengatur strategi dan juga belajar mengelola emosinya sendiri. Keakraban di antara mereka pun secara otomatis akan terjalin. Mereka juga akan belajar bagaimana peran anak yang lebih tua yang seharusnya menjaga dan menyayangi anak yang lebih muda, begitu pun sebaliknya, ada penghargaan dan penghormatan pada yang lebih tua. Dengan begitu, tidak heran jika permainan tradisional bisa menghindarkan anak-anak dari perilaku bullying.

SDN Ngabelgede 2 memang sudah lama membatasi anak-anaknya dalam penggunaan handphone. Bahkan khusus untuk kelas 6, jika kedapatan menggunakan gawai di kelas akan disita oleh pihak sekolah dan akan dikembalikan ketika mereka lulus. Meskipun begitu bukan berarti anak-anak tidak boleh mengenal teknologi. Penguasaan teknologi tentu sesuatu yang penting dan akan memiliki banyak manfaat jika digunakan dnegan baik. Pada waktu-waktu tertentu, SDN Ngabelgede 2 justru menganjurkan penggunaan teknologi baru ini. Misalnya ketika guru memberikan pembelajaran dengan menggunakan aplikasi Kahoot, barulah anak-anak diminta untuk membawa smartphone mereka ke sekolah. Tidak hanya itu, guru juga memanfaatkan konten-konten edukatif yang ada di Youtube untuk kemudian ditampilkan di kelas sebagai penunjang materi yang sedang disampaikan.

Teknologi diciptakan memang untuk memudahkan kehidupan manusia, anak-anak harus mengenal teknologi agar mereka tidak gagap dalam menghadapi era globalisasi dan berbagai tantangan di masa depan. Namun perlu diingat bahwa, alih-alih manfaat, penggunaan teknologi pada anak-anak bisa malah menjadi malapetaka jika digunakan secara berlebihan dan tanpa pengawasan. Karenanya, mengenalkan anak-anak pada permainan tradisional mungkin bisa menjadi solusi untuk memberikan distraksi pada mereka agar tidak selalu menunduk dan memandang layar ponselnya.

(Putri Nabhan)


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.