Bapak Suharyadi atau yang akrab dipanggil Pak Yadi adalah guru kelas 2 SDN Rejodani, Sleman, Yogyakarta. Sebagai guru, Pak Yadi pun terdampak akibat pengalihan kegiatan belajar-mengajar yang semula biasa dilaksanakan di kelas menjadi harus dilaksanakan di rumah. Akibatnya, Pak Yadi harus mengajar jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi komunikasi sekaligus memastikan bahwa anak didiknya mampu menerima pelajaran tanpa merasa terbebani. Untuk mengakalinya, Pak Yadi membuat inovasi pembelajaran berupa batik corona dan memasak bersama keluarga.
Ada dua macam pola batik yang diciptakan Pak Yadi, yaitu batik sepertelon dan batik umpluk corona. Pola pertama disebut batik sepertelon, diambil dari kosakata bahasa Jawa yang berarti sepertiga, karena pola ini dibuat untuk menerangkan konsep pecahan sepertiga. Bentuk dasar batik ini adalah lingkaran yang dibagi tiga. Salah satu bagiannya diblok. Kemudian, bagian luar lingkarannya dihias duri. Keseluruhan gambar ini menggambarkan bentuk virus COVID-19. Pola ini kemudian dilengkapi dengan gambar daun sirih yang mengepung gambar virus tersebut sebagai ilustrasi manfaat daun sirih sebagai sanitizer alami.
Pola yang kedua bernama batik umpluk corona. Umpluk berarti busa dalam bahasa Jawa. Pola ini menggambarkan busa. Maknanya yaitu selain menggunakan daun sirih, sabun juga dapat dimanfaatkan untuk membersihkan diri sehingga terhindar dari virus.
Metode lain yang digunakan adalah memasak bersama keluarga. Menu yang dibuat adalah telur goreng. Telur kemudian dibagi menjadi empat bagian. Hal ini berkaitan dengan materi yang dipelajari, yaitu mengenai pecahan seperempat.
Inisiatif-inisiatif Pak Yadi tersebut merupakan upaya Pak Yadi berkompromi dengan situasi di mana beliau perlu menemukan titik temu agar beliau bisa tetap mengajar, anak didiknya tetap bisa belajar, dan wali murid bisa tetap mendampingi perkembangan belajar anak selagi tetap memiliki kewajiban bekerja. Beliau merancang agar kontennya menarik dan mudah dipahami. Pak Yadi biasanya hanya memberikan satu materi yang tidak memerlukan waktu pengerjaan yang lama. Selain itu, beliau berusaha memanfaatkan objek-objek yang ada di rumah agar kegiatan belajar dari rumah tidak terkesan memindahkan kelas ke rumah.
Dalam inisiatifnya, penting untuk memastikan bahwa berbagai kecerdasan anak dapat dikembangkan dengan satu kegiatan. Misalnya, saat membuat batik corona, siswa tidak hanya memahami nilai sepertiga namun juga mengembangkan kemampuan seni rupa, mengetahui pentingnya kebersihan, dan mengembangkan kemampuan berbicara ketika anak mempresentasikan hasil karyanya melalui video.
Kegiatan belajar dari rumah ini juga melibatkan peran keluarga. Dalam mengerjakan tugas, keluarga perlu membantu siswa. Contohnya, saat menggoreng telur. Keluarga mengajarkan anak cara menggoreng dan membagi telur. Kegiatan seperti ini diharapkan menumbuhkan relasi keluarga yang sehat di mana keluarga dapat menjadi support system utama dalam perkembangan anak. Orang tua juga bisa berempati dengan guru ketika mendampingi anak belajar.
Dalam merancang berbagai inisiatif, Pak Yadi selalu mengutamakan aspek penanaman karakter. Bagi Pak Yadi, tidak penting berapa nilai siswa dalam bentuk angka atau huruf. Lebih penting bagi anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan peduli dengan sesamanya. Pak Yadi percaya bahwa setiap anak cerdas dengan caranya masing-masing. Oleh karena itu, setiap pembelajaran perlu dirancang untuk mengembangkan kreativitas mereka.
Menurut Pak Yadi, sebelum bertanya kepada siapapun, guru harus bertanya pada dirinya sendiri tentang apa yang harus dan bisa dikerjakan untuk mendidik. Guru pun ditantang untuk kreatif dan paham karakter anak agar dapat mengajar secara kontekstual.
(Elive)
0 Comments