Di tengah terpaan berita negatif di negeri ini, pasangan ganda putri, Greysia Polli dan Apriyanti Rahayu mempersembahkan medali emas untuk Indonesia. Fenomena emas ini menggerakkan co-founder GSM untuk merefleksikan momen kemenangan ini, dengan highlight menghadirkan semangat kebangsaan di kelas kelas.
Dulu jaman saya kecil, ketika ada final bulutangkis, atau sepakbola bahkan tinju berlangsung maka sekolah akan diliburkan atau kami diminta pulang cepat. Terasa sekali dulu kami membangun rasa kebanggaan ketika menyaksikan para pahlawan olahraga ini bertanding mengharumkan nama bangsa. Kami jadi merasa bangga pada Indonesia dan kami juga menjadikan para jagoan ini role model dalam bersungguh sungguh membangun prestasi di berbagai bidang terutama olahraga.
Sayang, hal seperti ini tidak terjadi saat ini.
Saat kemarin dua srikandi berjibaku bertanding, sebagian besar anak anak Indonesia masih mengejar materi pelajaran secara online. Mungkin kalau tidak pandemi, anak anak juga masih sibuk di sekolah. Nanti mereka hanya tahu kabarnya bahwa Indonesia menang, atau menonton ulang siarannya padahal pasti beda rasanya dengan menonton langsung. Atau, sebagian besar juga malah tidak tahu apa yang terjadi.
Beginilah jika pendidikan dan sekolah diperbudak oleh materi dan konten akademik, bukan pada menuntun kodrat manusia yaitu rasa ingin tahu, imajinasi dan keberagaman.
Mestinya gelanggang pertandingan ini dapat menjadi kelas tempat anak anak ini belajar tentang kebanggaan pada bangsa, tentang nasionalisme, tentang menghargai sebuah proses kerja keras. Hadirkan para pemain ini menjadi sosok panutan, inspirasi tempat belajar bagi anak anak kita mengenai keseriusan, ketahanan dan ketangguhan.
Saya bermimpi sekolah Indonesia kembali memberi kesempatan anak anak/siswanya menonton setiap pertandingan final final olahraga terutama di laga dunia agar tercipta rasa ‘handarbeni’ pada bangsanya.
Setelah itu berikan kesempatan anak anak merefleksikan apa yang mereka lihat, rasakan dan pikirkan sehingga muncul kesadaran diri dalam membangun nilai nilai positif yang baru di dapat dari para pahlawan olahraga tersebut.

Ternyata mimpi ini tidak hanya milik saya, salah seorang anak menuliskan mimpinya di salah satu medsosnya. Mengharukan sekali.
Benar kata anak ini, menyanyikan lagu Indonesia Raya tiap senin, menghapal nama nama pahlawan, atau menghapal sila Pancasila dan UUD 45 tidak lah cukup membangun rasa kebangsaan. Ajak anak anak menjadi saksi setiap perjuangan menempuh rasa kebangsaan.
Sabar ya, mungkin nanti, kalau sekolah Indonesia sudah menyenangkan semua, mungkin mimpi itu menjadi nyata.
Penulis: Novi Candra, co-founder GSM
Editor: Hayinah Ipmawati
0 Comments