Banyak dari siswa – siswi di Indonesia yang tidak menyukai Matematika. Ada beberapa alasan yang membuat peserta didik tidak menyukai pelajaran tersebut. Selain dianggap sebagai pelajaran yang sulit, guru Matematika sudah terkenal dengan stereotipenya yang cenderung galak dan terlalu serius. Sehingga, penyampaian materi terhadap siswa – siswi menjadi terlalu kaku dan terkesan membosankan.
Beberapa waktu yang lalu, bu Penni sebagai guru penyimpang Matematika GSM mengadakan sharing bersama dengan komunitas guru Matematika se-Indonesia. Beliau bercerita bahwa benar kalau hampir semua siswa – siswi tidak suka Matematika. Menurut bu Penni, hal tersebut mungkin terjadi karena guru – guru yang sebenarnya berniat baik untuk memberikan semua ilmu kepada siswa – siswinya, tetapi belum menyadari kebutuhan siswa – siswi sebenarnya.
Sehingga, pembelajaran di sekolah yang dilakukan cukup serius dan membuat ngantuk siswa – siswinya. Selain itu, siwa – siswi juga cenderung hanya untuk mencari nilai rapor. Menurutnya “Yang penting mendengarkan, latihan soal, mengerjakan tes, nilainya bagus, selesai. Kayak gak ada kebermaknaannya” Seperti itu yang beliau sampaikan. Oleh karena itu, beliau mengambil jalan kreatif untuk mengajarkan Matematika yang mengasyikkan.
Salah satu pembelajaran yang beliau terapkan adalah untuk penerapan pembelajaran yang mengolah rasa serta penggalian empati peserta didik untuk mencapai kebermaknaan yang dilakukan melalui refleksi pembelajaran. Kemudian, pembelajaran yang dilakukan dengan mengenali masalah – masalah kontekstual di sekitar peserta didik. Seperti, mencoba mengukur ketinggian pohon dengan cara – cara unik yang dapat dilakukan dengan metode Matematika.
Selain itu, beliau juga melibatkan kolaborasi dengan hasil project yang luar biasa. Seperti, kolaborasinya antara pelajaran desain kemasan dengan pelajaran dimensi tiga yang bu Penni ajarkan. Ternyata, cara pembelajaran yang bu Penni sampaikan mengundang rasa penasaran guru Matematika lainnya. Beliau menceritakan bahwa ada guru yang menanyakan pola pembelajaran uniknya dan meminta untuk dibuatkan grup untuk bisa mengenal lebih jauh.
Pada awalnya, bu Penni sedikit ragu bahwa akan ada yang mau saling sharing dengan dirinya mengenai prakik baik GSM yang beliau terapkan. Akan tetapi, beliau tetap mencoba untuk membentuk Grup WhatsApp bagi para guru Matematika di Indonesia. Beliau membagikan undangan tersebut ke banyak grup Matematika yang beliau ikuti. Kebetulan, bu Penny memang sudah terkenal aktif dan beberapa kali menjadi narasumber di komunitas yang diikutinya.
Keesokan harinya, beliau kembali melihat jumlah guru yang bergabung di grup yang baru saja ia bentuk semalam. Ternyata, grup tersebut sudah penuh dengan total 250 guru yang bergabung. Bahkan, ada beberapa guru yang mengabarkan langsung ke bu Penni kalau dirinya sudah tidak dapat bergabung karena kapasitas grup yang sudah tidak cukup. Oleh karena itu, beliau kembali membuat satu grup lainnya, yang juga terisi hingga lebih dari 200 guru.
Melalui grup tersebut, bu Penny mengawali dengan menyampaikan bahwa beliau mencoba untuk menyentuh hati para guru – guru terlebih dahulu. Beliau menggunakan Social Emotional Learning sebagai pengantarnya. Beliau mengajak teman – teman guru untuk saling berbagi dan tidak saling menggurui, menurunkan ego yang dimiliki, dan meneguhkan hati bersama. Sehingga, dapat tercipta pembelajaran yang nyaman untuk para guru dan untuk siswa – siswi.
Bu Penny menyampaikan bahwa konsep yang dibawakan oleh GSM merupakan adopsi dari prinsip pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Selain itu, beliau mengajak diskusi teman – teman guru untuk membagikan apa yang menjadi kegelisahannya terhadap pendidikan di Indonesia. Kemudian, mencoba merenungkan kembali kegunaan dan kenapa Matematika perlu diajarkan di sekolah. Setelah itu, beliau dan teman – teman guru lainnya merenungkan mengenai wujud kodrat manusia yang dimiliki. Beliau menambahkan bahwa ia masih dan terus mencoba untuk menuntun kekuatan kodrat melalui pola pembelajaran yang bu Penny ajarkan. Terakhir, ditutup dengan refleksi kegiatan.
Sharing yang diadakan oleh bu Penni memang mengundang antusias baik teman – teman guru lainnya. Kegiatan tanya jawab juga diramaikan oleh guru – guru karena rasa penasarannya. Bahkan, refleksi kegiatan yang bu Penny bentuk melalui aplikasi Padlet juga dipenuhi oleh tanggapan dari guru – guru lainnya. Beliau mengatakan bahwa “Bapak ibu guru itu pun berharap ada perubahan, tetapi memulainya itu dari mana terkadang kita memang perlu untuk sharing, perlu untuk berbagi. Dan yang paling penting itu adalah untuk membuka hati mereka terlebih dahulu” Seperti itu yang beliau sampaikan.
Semoga kita dapat selalu terus berusaha untuk menghidupkan sekolah yang asyik dan menyenangkan.
Salam, berubah, berbagi, berkolaborasi!
Penulis: Dwidia Jezy
Editor: Hayinah Ipmawati
0 Comments