GSM

Dahulu Suster Agustina merupakan kepala sekolah yang menganggap bahwa aturan  adalah harga mati. Suster Agustin mengenal sekolahnya sebagai sekolah yang kental akan nilai – nilai  keagamaan dan hanya berfokus pada aturan. Tetapi semenjak Suster Agustin mengenal GSM,  kesadaran akan pendidikan yang memanusiakan manusia pun berubah. Suster Agustin merasa dirinya bersalah karena beliau sempat mengeluarkan anak – anak yang  melanggar aturan dikeluarkan dari sekolahnya. Memang sedari dulu Suster Agustin percaya bahwa kedisplinan seorang siswa adalah tolak ukur keberhasilan pendidikan. Tetapi aturan tersebut justru  mengekang siswa dan tidak ada nilai kehidupan di sana.  

Keyakinan Suster Agustin akan aturan tersebut digoyahkan oleh statement bahwa pendidikan  seharusnya memanusiakan manusia. Statement ini didengar oleh Suster Agustina saat beliau  mengikuti workshop yang diadakan oleh GSM di Yogyakarta. Setelah mengikuti workshop  tersebut, Suster Agustin merasa dirinya harus berubah demi anak – anaknya. Di Sekolah, Suster Agustin berusaha melakukan hal sederhana terhadap sekolah yang dibinanya.  

Hal tersebut ialah mensosialisasikan GSM ke bapak dan ibu guru karena beliau berpikir  ketika bapak dan ibu guru di sana mendapat pencerahan, maka semua orang tersebut akan memiliki  komitmen dan akan mengadakan perubahan. Hasil tersebut terbukti dari adanya Hari GSM yang  diputuskan pada setiap hari sabtu dalam sekolah yang dibina Suster Agustin. Suasana sekolah pun berubah menjadi lebih berwarna dan membuat anak – anak pada semangat untuk belajar di sekolah.  Pembelajaran juga sekarang telah memberikan ruang untuk anak – anak lebih berekspresi dan  mengarah kepada pengembangan minat dan bakat. Suster Agustin juga menciptakan kelas  kewirausahaan untuk anak siswa – siswinya. Sejak itu semua, iklim perubahan dan ekosistem  positif mulai terasa. Anak nakal berubah menjadi anak yang baik. Anak yang hamil juga  didampingi sampai lulus. Dengan GSM, Suster Agustin dan teman – teman pun menjalin kerjasama  dengan berbagai pihak seperti keluarga, industri, dan masyarakat. 

Salam, berubah, berbagi dan berkolaborasi!

Penulis: Dwidia Jezy

Editor: Hayinah Ipmawati


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.