student wellbeing
Dalam dunia pendidikan kita saat ini tak terlepas dari beberapa kegiatan sentral yang dilakukan oleh guru di dalam kelas yaitu mengajar, mendidik, membimbing, dan melatih. Mengajar dapat diartikan sebagai kegiatan yang sangat berkaitan dengan proses transfer knowledge. Sementara itu, membimbing dapat diartikan sebagai proses pembinaan dan motivasi. Kemudian melatih dapat diartikan sebagai proses transfer knowledge […]
“Menjadi guru yang mendidik dengan hati”, merupakan sebuah pernyataan yang kerap kali kita dengar, namun faktanya tidak sedikit guru yang masih lupa dan terlena, yang masih setia pada prinsip kolot, keras dan kakunya. Tidak jarang kita temui pada berita atau bahkan mendengar langsung cerita-cerita dari anak yang mendapatkan perlakuan kasar dari sang guru—yang dikemas dalam bentuk hukuman—yang katanya untuk menjadikan anak tertib. Padahal, sikap dan perlakuan guru yang seperti itu hanya akan memberikan kesan negatif pada anak. Setelah lulus atau sekadar keluar dari ruang kelas anak tidak akan mengingat ilmu dan hal baik yang telah sang guru berikan, yang tertinggal hanyalah cerita jelek yang melukai hati mereka.
Untuk menjalankan misinya, Gerakan Sekolah Menyenangkan memulai aktivitasnya pada sekolah sekolah mewah alias sekolah mepet sawah. GSM mengajak dan memfasilitasi sekolah-sekolah pinggiran yang tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Hal ini dilakukan agar agar kualitas sekolah pinggiran yang selama ini tidak diperhatikan juga bisa terangkat.
Seperti yang kita ketahui bersama saat ini bahwa Gerakan Sekolah Menyenangkan tumbuh dari pengalaman yang dialami oleh Mas Rizal dan Bu Novi ketika menempuh studi doktoral di luar negeri. Pengalaman itu berupa pendidikan Australia yang jauh lebih baik dibandingkan dengan pendidikan Indonesia. Oleh karena itu, GSM menjadi inisiasi dari Mas Rizal dan Bu Novi untuk mengubah mekanisme pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.
ada kesempatan tersebut, Bu Maya mengangkat tema ‘cita-cita dan impian’. Anak-anak diberikan ruang untuk berekspresi dan berkreasi membuat topi impian, selanjutnya topi yang sudah berhasil dibuat diberikan tulisan berupa cita-cita dan impian masa depan. Ternyata, di balik berbagai jawaban yang diberikan oleh setiap anak, yang tentunya berbeda. Banyak kisah unik dan menarik yang berhasil menggelitik hati Bu Maya. Diantaranya, yaitu ada Mbak Qila yang memiliki cita-cita untuk menjadi gamers, namun tidak diberi dukungan oleh ayahnya dengan alasan game hanya akan menganggu proses belajarnya dan profesi menjadi gamers tidak menghasilkan uang. Sementara disisi lain, ada Mbak Lila yang bercita-cita menjadi idol namun lagi-lagi impiannya dilarang oleh ibunya karena menurut ibunya profesi idol adalah suatu pekerjaan yang aneh.
Praktik pembelajaran dengan konsep GSM ini ternyata sudah sampai pada wilayah timur Indonesia, yakni Papua tepatnya di Kabupaten Supiori. Di sana, ada salah satu sekolah dasar yang menerapkan konsep GSM dengan school well-being. Apa itu school well-being? School well-being merupakan sebuah konsep yang dikembangkan oleh Konu dan Rimpela berdasarkan teori well-being yang dikemukakan oleh Allardt. […]
Pendidikan yang menghamba pada anak menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan individu, menghadirkan model dan metode belajar yang menggali motivasi untuk membangun habit anak menjadi pembelajar sejati, selalu ingin tahu terhadap informasi dan pengetahaun, suka dan senang membaca. Pembelajaran yang seperti ini sekaligus dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan di era mendatang seperti kreativitas, inovatif, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, kekritisan dalam berpikir, daya nalar yang tinggi, kemampuan berkomunikasi dan bekerja dalam tim, serta wawasan global untuk dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan.