GSM

Gaya mengajar yang konvensional telah menjauhkan siswa dari kemampuan higher order thinking yang kini menjadi hal penting untuk memenuhi kebutuhan global akan manusia yang berkualitas dan pandai dalam memecahkan masalah.

Pernahkah Anda merasa sangat siap dalam menghadapi ujian di sekolah, namun ketika ujian tersebut sudah selesai Anda justru tak bisa mengingat apa pun yang telah dipelajari? Jika pernah, maka kemungkinan besar proses belajar tersebut adalah proses yang cenderung teacher centered. Sebuah pembelajaran yang berpusat pada guru. Teacher centered adalah gaya mengajar yang konvensional karena guru terlalu banyak memberikan ceramah dibandingkan membiarkan siswa bereksplorasi. Dampak dari proses pembelajaran yang seperti ini adalah siswa tidak mampu berpikir kritis dan kontekstual karena ilmu yang dipelajari hanya berkisar pada tingkat kognitif yang paling rendah; yaitu ilmu yang sekadar hapalan saja.

Kini, proses pembelajaran tersebut sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan zaman. Hal ini mengharuskan pendidikan Indonesia berevolusi menjadi student centered sehingga menciptakan kemampuan higher order thinking pada siswa. Higher order thinking skill atau HOTS secara sederhana diartikan sebagai kemampuan berpikir yang lebih tinggi. HOTS melibatkan kemampuan kognitif anak dengan tingkatan yang paling tinggi karena mereka dibiasakan untuk berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif.

Kita bisa melihat bahwa pendidikan Indonesia memang sedang menuju ke arah sana. Hal tersebut bisa dirasakan dengan perubahan kurikulum yang semakin mendorong siswa untuk kreatif. Selain itu juga adalah adanya perubahan soal Ujian Nasional SMA tahun 2018 lalu. Sayangnya, perubahan bobot soal UNBK ini malah membuat siswa kocar-kacir karena banyak yang merasa kesulitan. Berbagai keluhan siswa sempat membanjiri akun media sosial Kementerian Pendidikan. Bahkan beberapa komentar siswa menjadi viral karena sangat jenaka sekaligus membuat miris. Muhadjir Effendy, Menteri Kebudayaan dan Pendidikan mengakui bahwa memang bobot pada soal-soal UNBK, terutama mata pelajaran matematika berbeda dengan penilaian biasanya. Soal-soal tertentu dibuat lebih sulit dan membutuhkan daya nalar tinggi, atau higher order thinking.

Langkah Kementerian Pendidikan untuk menstimulus HOTS pada siswa setidaknya sudah menunjukkan bahwa pemerintah sadar pentingnya pendidikan yang lebih dari sekadar hapalan. Sayangnya, hal itu akan sia-sia jika belum diiringi dengan perubahan ekosistem kelas dan gaya mengajar guru yang masih teacher centered.

Mungkin guru-guru banyak yang merasa bahwa mengubah cara mengajar menjadi student centered terlalu merepotkan karena seolah-olah tanggung jawab revolusi pendidikan dibebankan kepada mereka. Padahal jika guru-guru mau untuk melihat lebih dalam, perubahan ini justru bisa membantu dan meringankan dalam mengajar. Namun, hal tersebut tentunya sangat membutuhkan keterbukaan guru dalam melihat dan mengkaji metode-metode pengajaran yang terus berkembang dalam dunia pendidikan, baik di Indonesia maupun di negara lain.

Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) sebagai platform revolusi pendidikan menawarkan banyak konsep untuk membantu guru mengajar dengan pendekatan student centered. Dimulai dengan mengubah ekosistem dan penekanan pada student engagement, GSM menjadikan proses belajar dan mengajar menjadi lebih menyenangkan bagi semua pihak yang terlibat termasuk guru. Adanya perubahan ekosistem sekolah yang lebih positif, juga pelibatan siswa dalam proses pendidikan, maka HOTS otomatis akan berkembang. Hasil akhirnya apa? Bukan untuk berlomba-lomba mencapai nilai UNBK terbaik, tapi untuk menciptakan siswa yang berkarakter dan siap untuk menghadapi tantangan zaman.

[Putri Nabhan]

Categories: Ensiklopedia GSM

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.