GSM

Terkadang, apa yang kita inginkan tidak sesuai dengan realita yang terjadi dalam kehidupan. Apa yang dipersiapkan dari jauh hari ternyata belum tentu sesuai dengan keinginan yang diharapkan akan sejalan dengan kenyataan. Tak terkecuali dalam keyakinan meraih angan dan mimpi semasa kecil seperti yang dialami oleh mbak Reny Rustyawati. Kisah ini merupakan bagian dari titik balik yang ia alami sepanjang perjalanan hidup yang masih terus beliau arungi. 

“12 tahun yang lalu, saya tidak pernah bermimpi dan tidak pernah membayangkan untuk terjun di bidang pendidikan. Sejak SD hingga SMA, saya mempunyai cita – cita yang terus saya pegang teguh. Ketika orang bertanya apa cita – citamu, saya dengan bangga akan menjawab bahwa saya ingin menjadi seorang dokter.” Seperti itu salah satu kilas balik yang ia ceritakan dahulu semasa kecilnya. 

Mbak Reny merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Ayahnya merupakan seorang guru Matematika, dan ibunya merupakan ibu rumah tangga. Sebagian besar keluarganya berprofesi di bidang pendidikan. Berbeda dengan mbak Reny yang pada saat itu bercita – cita menjadi dokter. “Tetapi ternyata tuhan berkehendak lain. Ada beberapa alasan yang membuat saya tidak bisa menggapai cita – cita tersebut.” Renung mbak Reny. 

Dikarenakan ayahnya yang memiliki latar belakang pendidikan Matematika. Mbak Reny memilih mengikuti ayahnya untuk berkuliah dengan jurusan Pendidikan Matematika. Akan tetapi, jurusan tersebut sebenarnya bukan menjadi tujuan dari apa yang mbak Reny inginkan. Sehingga, di awal perkuliahan, ia merasa ‘ogah-ogahan’ untuk fokus dan menekuni perkuliahan. Menurutnya, “yang penting saya tetap menjaga IPK yang tidak dibawah 3.0”

Namun, mbak Reny menekankan bahwa apa yang ia lakukan bukan karena dirinya membenci Matematika. Melainkan “itu bukan impian saya”. Sampai pada semester 3, mbak Reny diajak oleh temannya untuk mendaftar menjadi tutor di salah satu tempat bimbingan belajar. Beliau sempat merasa ragu untuk bisa lulus karena banyak rekan – rekan seniornya yang juga mendaftar dan jago dalam Matematika. 

Akan tetapi, keraguan tersebut ditepis oleh pengumuman yang ia dapatkan. Dari sekian banyak pendaftar, mbak Reny ternyata lulus untuk menjadi tutor Matematika di bimbingan belajar tersebut. Berdasarkan penilaian, cara mengajar mbak Reny disukai oleh kepala cabang yang pada saat itu memberikan tes langsung kepada dirinya. Sehingga, ia mendapatkan jadwal rutin untuk mengajar dan mulai banyak hal perubahan yang terjadi. 

“Setiap selesai mengajar, saya merasa ada hal yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Ada sebuah kebahagiaan, ada sebuah kepuasan yang berbeda dengan kebahagiaan ketika saya diberikan hadiah, ketika saya mendapatkan gaji pertama saya. Melainkan, ketika saya melihat senyuman adik – adik yang mengucapkan terima kasih karena menjadi lebih paham saat saya menjelaskan. Disitu saya mulai jatuh cinta dengan mengajar dan dengan dunia pendidikan.”

Di sisi lain, mbak Reny mulai merasa bahwa ada hal yang tidak sesuai antara yang terjadi di bangku perkuliahan dengan realita yang beliau alami di lapangan. Menurutnya, materi yang beliau dapatkan di bangku perkuliahan tidak aplikatif apabila diajarkan pada siswa – siswi SMP dan SMA. Mbak Reny tidak mendapatkan materi untuk mengetahui karakteristik peserta didik, dan cara memberikan feedback saat mengajar. Tentunya itu menjadi hal yang seharusnya penting untuk diajarkan ketika berada dalam lingkup jurusan pendidikan. 

Sampai pada satu momen yang cukup membuat dirinya tertegun. Saat itu, mbak Reny sedang mengajarkan Trigonometri dan ada salah satu muridnya yang mengacungkan tangan kemudian bertanya untuk apa gunanya belajar Trigonometri padahal ia ingin menjadi seorang dokter. Pada saat itu, mbak Reny sedikit kebingungan untuk menjawab karena dirinya pun bertanya – tanya untuk apa muridnya menekuni hal – hal yang tidak akan mereka gunakan kedepannya. 

Di situlah ia sadar dan yakin bahwa ada banyak hal yang perlu diperbaiki dari pendidikan di Indonesia. Hal ini juga menjadi alasannya untuk mengambil S2 Psikologi dibandingkan Pendidikan Matematika. “Karena saya butuh belajar banyak hal untuk mengetahui karakteristik anak – anak saya. Itulah yang menjadi bekal ketika saya akan berinteraksi dengan mereka.” Seperti itu alasan kuat yang mendasari keputusan mbak Reny. 

Ketika S2 ini lah mbak Reny bertemu dengan GSM. Ia menyampaikan bahwa ada banyak yang beliau pelajari ketika berkecimpung dengan GSM. Mbak Reny berkesempatan untuk mengunjungi dan mengamati sekolah yang sudah tergabung dengan GSM, berkomunikasi dengan para guru, dan juga kepala sekolah. Ia memandang pendekatan yang GSM gunakan mampu merangkul para murid, guru, kepala sekolah, bahkan hingga para orang tua. 

Mulai dari lingkungan sekolah hingga ruang kelas yang terhias dengan banyak makna. Bahkan ia menyampaikan bahwa hiasan tersebut bukan sekedar hiasan. Melainkan mempunyai tujuan untuk membangun karakter setiap muridnya. Hiasan tersebut ada yang bermakna kedisiplinan, hingga harapan para murid, guru dan para orang tua. Menurutnya, ini mampu membangun ekosistem sekolah yang lebih menyenangkan. 

Mendapat kesempatan untuk berkembang bersama GSM merupakan hal yang mbak Reny syukuri. Menurutnya, “pendekatan ini yang sangat saya harapkan dan saya cari – cari sejak dulu”. Mbak Reny juga mengajak seluruh kawula muda untuk untul saling berubah, berbagi, dan berkolaborasi. Seperti apa yang ia sampaikan dalam akhir pidatonya “Sekarang bukan saatnya kita menunggu perubahan, tetapi sekarang adalah saatnya kita menjemput perubahan.”

Penulis: luthfiasari sekar

Editor: Hayinah Ipmawati


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.