GSM

Komunitas Berau

Profil Komunitas

“Saya mendekati mereka dengan cinta,” ucap Emilia G., seorang guru matematika SMPN 1 Sambaliung sekaligus leader komunitas GSM Berau, Kalimantan Utara (Kaltara). Komunitas GSM Berau terbentuk pada tahun 2020, setelah Bu Lily, koordinator nasional GSM, datang untuk kedua kalinya. Tidak butuh waktu lama untuk mengumpulkan anggota dan membentuk kelompok. Emil sebagai salah satu pengajar pertama yang menerapkan prinsip GSM, dipercayai untuk menjadi leader komunitas. Emilia menganggap GSM merupakan perjalanan panggilan hatinya sebagai guru. Dedikasinya dalam mengajar terbukti melalui pengadaan berbagai kegiatan menarik berbasis prinsip GSM. Kegiatan yang diadakan terbukti membawa perubahan positif yang tidak hanya membawa manfaat bagi anak, tetapi juga kegembiraan bagi orang tua. Komunitas GSM Kaltara, melalui agenda-agendanya, berhasil mengumpulkan guru-guru dengan semangat yang sama untuk membawa perubahan bagi pendidikan di Berau, Kalimantan Utara. Seperti kata Emil, besar harapan agar komunitas GSM Berau dapat dimaknai pula oleh para guru-guru anggota sebagai pengisi daya untuk berbuat baik.

Sebelum Mengenal GSM (titik balik)

Pada 2019, Emilia yang waktu itu baru saja ditempatkan di sekolah formal, diutus untuk mengikuti kunjungan ke SD 02 Sambaleo. Emilia kala itu belum tertarik dengan GSM sehingga tidak memperhatikan informasi yang berkaitan dengan GSM yang telah diterapkan di SD 02 Sambaleo. Sebelum mengenal GSM, Emil hanya menjalankan tugasnya sebagai pengajar berbasis capaian belajar kurikulum. Sebagai pengajar, Emil sebatas memikirkan cara menyampaikan materi pelajaran. Ketika para muridnya tidak menyimak pemaparan materi, Emil hanya menyuruh mereka untuk diam. Begitu pula ketika dirinya mengetahui kenakalan-kenakalan para murid. Emil biasanya menegur dan memberi hukuman dengan harapan agar siswa yang melanggar aturan dapat jera. 

Pada Agustus 2019, Emil diutus kembali oleh kepala sekolahnya untuk mengikuti seminar dan workshop GSM. Kegiatan tersebut diisi langsung oleh narasumber Pak Rizal dan Bu Novi sebagai founder dan co-founder GSM. Emil sungguh tersentuh dengan materi yang disampaikan oleh Pak Rizal pada hari pertama, terutama dengan prinsip “GSM mengajar dengan hati”. Seminar dan workshop tidak hanya menambah ilmu Emil, tetapi juga mengobarkan semangat pada jiwanya. Seusai mengikuti rangkaian kegiatan tersebut, Emil memiliki semangat menjadi manusia seutuhnya, terutama saat di sekolah sekalipun. Perubahan pola pikir inilah yang membuat Emil mulai melakukan praktik GSM.

Pengetahuan seputar GSM memengaruhi Emil untuk menerangkan zona-zona GSM kepada para muridnya. Implementasi GSM pada kegiatan belajar mengajar disambut antusias oleh anak-anak. Melihat hal itu, Emil segera menyelenggarakan pertemuan orang tua untuk memaparkan mengenai Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM). 

Sesudah Mengenal GSM

GSM membuat guru menjadi sosok “ibu” saat menciptakan ruang belajar menyenangkan. Bagi Emil, memunculkan jiwa “ibu” saat mengajar dengan menjadikan GSM sebagai komunitas yang menarik. Meski menyita waktu dan pikiran, Emil sama sekali tidak keberatan akan hal itu. Bahkan, prinsip GSM yang mengutamakan mengajar dari hati ini membuat Emil masih memikirkan para muridnya sepulang sekolah. 

Berangkat dari pemikiran “menjadi ibu bagi para murid”, Emil mengganti metode untuk menghadapi murid yang tidak patuh. Kini setiap ada siswa yang melanggar, ia selalu mempertimbangkan perasaan siswa tersebut terlebih dahulu. Dalam penyelesaiannya, ketika perlu melibatkan orang tua siswa, Emil selalu mempertimbangkan perasaan orang tua. Selama proses konsultasi, Emil berusaha menjaga kerahasiaan informasi anak sehingga tidak menyebar ke orang tua murid lain yang tidak terlibat. Biasanya, Emil mengundang orang tua melalui telepon pribadi untuk meminta kesediaannya berbincang di luar jam mengajar. Melalui pendekatan kekeluargaan, Emil menjelaskan kronologis dan harapan untuk anak yang melanggar peraturan di masa depan. 

Sedangkan, ketika ada muridnya yang bertengkar di kelas, keduanya akan Emil panggil untuk diajak berdialog. Prinsip komunikasi yang dipegang sederhana: melihat perspektif dari pihak-pihak yang terlibat pertengkaran. Hal pertama yang Emil lakukan adalah mendengar. Meski tampak sederhana dan mudah, sesungguhnya kegiatan mendengar itu sulit dilakukan. Penyebab utamanya adalah sering kali guru terlalu cepat mengambil kesimpulan tanpa mempertimbangkan alasan dan perasaan anak. Misalnya saja ketika terdapat siswa yang bercanda lalu bertengkar dan tidak sengaja melukai teman yang lain. Dalam kasus seperti itu, Emil akan membimbing siswa untuk “menyembuhkan” sendiri teman yang terluka. Bukan memberi hukuman kepada siswa, melainkan justru mengajarkan bagaimana cara menyelesaikan masalah yang ia buat sendiri dan bertanggung jawab terhadap perbuatannya. 

Metode yang dilakukannya ini selalu berhasil mengubah perilaku murid, terlebih berkat kerja sama orang tua. Berbekal membangun kedekatan dengan orang tua tanpa ancaman kepada murid, kasus perundungan yang terjadi di SMPN 1 Sambaliung dapat berkurang. 

Tidak hanya dalam menangani kasus, praktik GSM juga diterapkan dalam layanan baru ketika jam kosong. Saat guru tidak hadir dalam pembelajaran, SMPN 1 Sambaliung memiliki layanan untuk pengembangan kecerdasan emosional siswa. Topik layanan sendiri berbeda tiap jenjang. Untuk kelas 8 topik layanan adalah “impian itu tanggung jawab kita”, sedangkan untuk kelas 7 topik layanannya adalah “bully no, sayang teman yes”. Selama layanan tersebut, anak-anak yang mendengarkan materi dengan baik, membantu merapikan ruangan setelah kegiatan, dan lain-lain akan diberikan “bintang kebaikan”. 

Emil sebagai leader komunitas pun menginisiasi beberapa kegiatan rutin di sekolah tempatnya mengajar. Kegiatan seperti circle time dan pagi berbagi diadakan untuk mengetahui kondisi emosional siswa. Hasil keluaran dari kegiatan tersebut kemudian dibagikan kepada orang tua setiap murid. Aksi yang dilakukan Emil menuai respons positif dari para orang tua murid. Mereka terkagum dengan perhatian Emil atas pergerakan anak, terlebih pada hal-hal kecil sekalipun. Bahkan beberapa orang tua meminta agar Emil tetap menjadi wali kelas bagi anak-anak mereka di jenjang berikutnya.

Setelah menghayati nilai-nilai GSM, Emil percaya bahwa mengajar tidak hanya sekadar mentransfer ilmu, tetapi lebih dari itu. Sesulit apa pun materi yang Emil bawakan, ia akan berusaha untuk memperhatikan setiap siswa di kelas. Terakhir, membangun dan menjaga kepercayaan guru dengan murid merupakan kunci utama agar anak-anak mau mendengarkan nasihat guru. 

Agenda Komunitas

Semenjak menghadiri undangan simposium GSM di Jogja, Emil mulai menyuarakan GSM dengan lantang di komunitas GSM Berau. Adapun materi yang disampaikan misalnya PLC (Powerful Learning Community). Melalui sosialisasi edukasi kepada para pengajar lain, Emil berhasil menarik perhatian guru-guru untuk belajar mengenai agenda GSM, salah satunya “MPLS Menyenangkan”.

Komunitas GSM Berau juga memanfaatkan group chat sebagai media diskusi dan berbagi kegiatan yang dilakukan di kelas. Keaktifan Emil sebagai leader komunitas rupanya semakin menggugah semangat para guru untuk mendalami GSM. Guru-guru anggota komunitas berharap Emil dapat melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah yang ada di Berau untuk membagikan ilmunya secara langsung. Komunitas telah melakukan cross kunjungan di akhir tahun 2023 ke sekolah pedalaman. 

Pada tahun 2024, komunitas GSM Berau berencana akan melakukan kolaborasi dari SD sampai SMP. Untuk menjalin keakraban dan mengkaji isu pendidikan terkini, GSM Berau akan memperbanyak kegiatan bersama setiap minggu. 

Bu Emil

Emilia G.

*Jika ingin bergabung atau belajar dengan Komunitas Berau bisa menghubungi leader kami!

Publikasi Artikel

Media Sosial

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.