GSM

Komunitas Kulonprogo

Profil Komunitas

Sejak tahun 2017, beberapa sekolah sudah turut bergabung di Komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Kulonprogo, salah satunya SDN 1 Samigaluh. Ibu Endang sebagai guru di SDN 1 Samigaluh turut ikut bersama komunitas GSM pada tahun 2019. Bermula dari undangan workshop yang diadakan GSM Pusat di Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (DIKPORA) Kulonprogo. Workshop ini membuka kesadaran para guru di Kulonprogo akan pentingnya pendidikan yang menyenangkan bagi anak. Perlu adanya proses yang dijalani untuk meningkatkan kesadaran bagi setiap guru di Kulonprogo, salah satu hal yang dilakukan yaitu dengan ngaji pendidikan bareng bersama Pak Rizal dan Ibu Novi selaku founder dan co-founder. Dari kegiatan ngaji bareng yang dilakukan inilah para guru mulai berbenah. 

Pada tahun 2020, adanya 10 sekolah sasaran yang terlibat dalam Program Organisasi Penggerak (POP) memberikan imbas baik bagi sekolah-sekolah lain. Ada sekitar 30 sekolah yang terlibat dalam keikutsertaan bersama kegiatan GSM. Ibu Endang sebagai salah satu guru yang terlibat dari awal Komunitas GSM Kulonprogo berdiri, sampai saat ini ia bertugas sebagai mentor di daerah utara Kulonprogo, dan dibantu oleh Ibu Nur Hastuti dari arah selatan. 

Ibu Endang merasakan cukup banyak perubahan yang dirasakan setelah mengikuti GSM. Perubahan yang dirasakan beliau yaitu mulai dari lingkungan sekolah, lingkungan belajar, hingga metode dan cara mengajar yang dilakukan. Perubahan ini melalui proses yang panjang, SDN 1 Samigaluh juga pernah berhenti sejenak dalam menjalankan aktivitas komunitas karena adanya pergantian kepala sekolah hingga semangatnya sedikit demi sedikit mulai pudar. Namun, adanya 10 sekolah penggerak yang dijalankan dapat mengembalikan semangat yang dulu tertanam di setiap guru yang ada di SDN 1 Samigaluh.

Melalui komunitas, GSM memberikan sharing praktik baik antara satu dengan lainnya dalam menciptakan tripusat pendidikan. Keterlibatan dilakukan oleh guru, kepala sekolah, hingga Kepala Dinas Kulonprogo yang juga mendukung dan terlibat dalam setiap aktivitas yang dilakukan komunitas. Hal ini juga membentuk keinginan untuk terus maju dan berkembang di dalam komunitas. Tentunya Komunitas GSM Kulonprogo berharap agar kegiatan mereka dapat berlanjut di masa depan untuk terus menumbuhkan kebersamaan, dan meningkatkan keberadaan komunitas dengan penyediaan materi serta berbagi ilmu. Semua ini bertujuan untuk dapat memberikan kebaruan dalam menciptakan pendidikan Indonesia yang berkualitas.

Sebelum Mengenal GSM (titik balik)

Sebelum mengenal GSM, lingkungan pendidikan di Kulonprogo masih menggunakan metode konvensional. Misalnya saja dari metode pembelajaran yang masih menggunakan metode ceramah, hingga penataan ruangan yang masih menggunakan meja berderet. Penggunaan cara konvensional dilakukan di seluruh materi pembelajaran yang diberikan guru kepada siswa. Hal ini juga dilakukan tanpa memikirkan apakah siswa tersebut menerima atau tidak pembelajaran yang diberikan. 

Ibu Endang menjelaskan terkait kondisi pembelajaran yang diterapkan di SDN 1 Samigaluh yang masih kurang peduli terhadap kondisi anak-anak saat proses pembelajaran. 

“Zona emosi masih belum diterapkan, dulunya guru tidak peduli dengan anak apakah sedang capek, bahagia atau sedih dan menangis. Intinya di sekolah yang penting belajar. Dulu kalau diibaratkan kita sebagai guru mengajar itu seperti memasukkan air minuman ke cangkir sampai tumpah-tumpah. Kita tidak peduli juga dengan karakteristik anak padahal yang kita tahu bahwa anak itu memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan kita tidak bisa sama ratakan,” ucap Ibu Endang.

Sesudah Mengenal GSM

Dengan adanya Komunitas GSM di Kulonprogo, komunitas yang terbangun dapat memotivasi diri untuk berubah dan memberikan ketertarikan yang lebih untuk siswa dalam belajar. Hal ini juga diperjelas oleh Ibu Nur Hastuti sebagai Guru SD Sentolo, 

“Perubahan ini sangat dirasakan bahkan setiap minggunya akan terus berubah dan berinovasi menyesuaikan konsep pembelajaran untuk menumbuhkan semangat bagi para siswa yang hadir di sekolah,” ujarnya.

Ketertarikan belajar siswa juga didukung dengan adanya penerapan zona emosi, yaitu dalam rangka mengetahui kondisi dan situasi siswa yang sedang dirasakan. Adanya metode yang dibuat yaitu setiap paginya anak dapat menempatkan dan meletakkan apa yang dirasakan pada objek ragam emosi yang sudah dibuat. Hal ini akan memudahkan guru dalam mengetahui karakteristik dan metode apa yang harus disiapkan guru dalam pembelajaran. Melalui adanya pembangunan zona emosi siswa, tidak hanya menimbulkan kedekatan antarsiswa, tetapi juga menjadi lebih dekat dengan siswa melalui komunikasi yang dibangun.

Selain adanya zona emosi juga dibentuk zona kehadiran, hal ini sangat membantu dalam efektifitas pembelajaran. Zona kehadiran membuat guru tidak perlu lagi mengabsen satu persatu yang biasa dilakukan di kelas. Ibu Endang menjelaskan terkait mekanisme yang dilakukan yaitu dengan memasukkan nomor sesuai kehadiran siswa itu sendiri di kolom yang sudah disediakan. Zona kehadiran ini memberikan motivasi bagi siswa untuk datang lebih cepat ke sekolah. Dengan begitu, keterlambatan anak akan berkurang dan siswa dapat belajar menghargai waktu.

Komunitas GSM Kulonprogo mengalami perubahan khusus dari bagaimana guru dapat mengajar sesuai dengan karakteristik setiap siswa. Setelah mengenal GSM, guru-guru di Kulonprogo dapat memahami dan dapat menyesuaikan kondisi anak sesuai dengan kemampuan anak. Pembelajaran yang dilakukan oleh para guru di Kulonprogo sudah dilakukan dengan cara menyenangkan, dan bukan lagi sekadar pembelajaran yang monoton.

Agenda Komunitas

  1. Sharing, Touring, dan Rolling

Program yang dilakukan di Kulonprogo dilakukan dengan cara kerja sama. Adanya 10 sekolah sasaran yang mengimbas ke berbagai sekolah di Kulonprogo membuat lahirnya agenda “Sharing, Touring, dan Rolling”. Setiap bulannya, komunitas mengadakan touring secara bergantian antarsekolah untuk berbagi praktik belajar dengan menampilkan perubahan sebelum dan sesudah mengenal GSM. Praktik baik yang dibagikan berupa manajemen pendidikan, cara mengajar guru, dan lain sebagainya. 

Kegiatan ini dapat membangun kekeluargaan antarguru dengan saling berbagi kendala hingga solusi yang perlu diselesaikan atas permasalahan yang ada. Agenda ini dapat meningkatkan motivasi antarsekolah untuk dapat meniru dengan metode ATM yaitu Amati, Tiru, dan Modifikasi. Kegiatan yang dijalani juga dilakukan tanpa paksaan, bahkan kegiatan ini dilakukan menggunakan dana pribadi guru-guru dari sekolah-sekolah di Kulonprogo. 

2. Membangun Perubahan Belajar Sesuai dengan Lingkungan

Pembelajaran juga dilakukan sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya sesuai apa yang disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara. Sebagai contoh sekolah di kawasan budaya, hal ini dapat dimanfaatkan dengan cara berkolaborasi. Ibu Nur Hastuti menjelaskan bagaimana SD Sentolo merupakan kawasan budaya dan ini dimaksimalkan dengan berkolaborasi bersama sanggar terdekat untuk mengembangkan kesenian siswa. Begitu juga dengan Ibu Endang dalam pemanfaatan lingkungan yang ada di pedesaan. Siswa di SDN 1 Samigaluh diajarkan bagaimana menanam tanaman mulai dari penanaman, pemeliharaan, hingga pemanfaatan. Hal ini tentunya diberikan untuk dijadikan bekal bagi siswa setelah lulus dari sekolah dan harapannya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Perubahan belajar ini juga ditunjang dengan perubahan mengajar yang dilakukan oleh guru. Guru yang awalnya menggunakan metode lama dengan hanya ceramah di kelas, sekarang sudah diubah dengan pelibatan anak di setiap permasalahan. Metode yang diberikan kepada anak adalah dengan memberikan suatu masalah untuk dapat diselesaikan baik secara individu maupun kelompok. Guru-guru dapat memberikan studi kasus, baik dengan alat peraga maupun video yang ditayangkan untuk dapat dilakukan pemecahan masalah.

WhatsApp Image 2024-01-10 at 14.32.33_c52f2b36

Bu Puji

*Jika ingin bergabung atau belajar dengan Komunitas Kulonprogo bisa menghubungi leader kami!

Publikasi Artikel

Media Sosial

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.