GSM

Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) sebagai sebuah pergerakan dalam rangka mendorong transformasi pendidikan yang memanusiakan, perlu dijalankan oleh kekuatan yang besar dan juga kesetiaan dari para pegiatnya untuk mencapai dampak yang ditargetkan. Keanggotaannya yang bersifat kekeluargaan dan tersebar di seluruh Indonesia terbukti mampu mengakselerasi efek yang direncanakan. Namun, itu belum cukup. Oleh karena itu, GSM baru saja mengadakan sebuah kegiatan sarasehan bagi anggota baru dengan tajuk, “GSM Buka Pintu” yang diadakan secara daring pada Hari Selasa, 28 Januari 2025.

Melalui visinya, GSM tidak mau melawan siapapun. Mereka hanya ingin memperbaiki kondisi pendidikan di Indonesia, terkhusus pembelajaran di ruang kelas berdasarkan nilai-nilai yang sepatutnya dipegang oleh para guru, seperti melibatkan cinta, empati, dan kasih sayang. Tidak ada kata berhenti karena semakin banyak guru yang terpaparkan oleh gagasan dari GSM maka semakin bahagia anak-anak dalam bersekolah.

“GSM adalah rumah bagi orang-orang yang mau bergerak. Rumah yang digunakan oleh penghuninya untuk bertumbuh menuju tujuan hidupnya yang paling hakiki. Profesi apapun. Mau jadi guru, dosen, peneliti, ustadz, pokoknya untuk tujuan yang paling hakiki,” tutur Muhammad Nur Rizal, Founder dari GSM yang turut hadir untuk memberikan materi pengantar.

Rizal ditemani oleh istrinya, Novi Poespita Candra yang juga merupakan Co-Founder dari GSM. Novi mengingatkan setiap insan bahwa pertama-tama, seseorang harus menemukan diri sendiri terlebih dahulu, sebelum dapat menumbuhkan kebahagiaan pada orang lain.

“Kan tujuan utama kita adalah kembali kepada kesejatian manusia. Seringnya kita hanya jadi orang, belum sepenuhnya menjadi manusia,” ucap Novi.

“Untuk mengubah orang menjadi manusia maka diperlukan banyak perubahan. Sebuah revolusi yang harus dimulai dari diri sendiri. Untuk menyembuhkan luka-luka dengan harapan. Caranya adalah dengan menumbuhkan ‘meraki’,  yakni manusia yang penuh akan energi pengharapan. Mereka yang mampu mengganti luka-lukanya dengan cinta, jiwa, dan kreativitas,” tambahnya.

Rizal juga menekankan mengenai peran GSM sebagai sebuah rumah pergerakan. Tempat para guru dapat kembali “pulang” dan mengisi dayanya sebelum melanjutkan perjuangan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini mengingatkan pada Sekolah Taman Siswa yang dicanangkan oleh Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara. Melalui semangat yang serupa, Rizal menyampaikan ciri-ciri rumah pergerakan yang ingin dibangun oleh GSM.

Pertama, menyoal strategi bonding, bridging, dan linking yang menjadi modal sosial sebagai bahan bakar dalam mengefektifkan pergerakan akar rumput. Rizal mensyukuri betapa GSM telah lebih dulu memanusiakan sesama pegiatnya sebelum mempraktekannya di ruang kelas. Para pegiat kerap kali memberikan dukungan satu sama lain, bahkan sampai yang berupa fasilitas dan tempat tinggal.

Kedua, tentang narasi. Pegiat GSM tahu betul akan pentingnya menyebarluaskan gagasan dan visi dari GSM melalui cerita-cerita yang dikemas menjadi mimpi dan inspirasi. Biasanya lewat pengalaman langsung yang dialami oleh para guru pegiat GSM.

Ketiga, yaitu struktur. Rizal dan Novi percaya kalau sebuah pergerakan yang berbasis komunitas akan berdampak positif bagi para anggotanya lewat penguatan pada identitas, kapasitas, dan cara berpikir. 

“Kalau rumah pergerakan lahir dari ketiga hal ini maka wujud dari anggotanya juga akan merefleksikan hal-hal tersebut,” pungkas Rizal.

“Kenapa GSM sebagai sebuah rumah? Karena pada fitrahnya, manusia memang selalu ingin untuk kembali pulang pada sebuah tempat yang penuh akan kebaikan dan kebenaran. Rumah yang baik menyediakan hal-hal itu. Tidak peduli sebanyak apapun pelatihan yang bapak atau ibu ikuti di luar sana, kalau memang tidak lantas memperjelas tujuan hidup maka percuma,” tambahnya.

Rizal mengajak para guru untuk bersatu mempertahankan martabat Bangsa Indonesia di mata dunia yang kian dikerdilkan oleh percaturan global.

“Indonesia sedang dijajah secara ideologi pikir. Bukan secara fisik, tetapi secara ekonomis dan pemikiran. Industrialisasi membutuhkan pasar. Kalau sumber daya manusia kita masih tertinggal maka akan selamanya Indonesia menjadi sasaran,” tegas Rizal.

Untuk Bangsa Indonesia dapat berbenah maka sektor mendasar yang perlu diperhatikan adalah pendidikan. GSM adalah salah satu titik awal paling tepat bagi insan yang mulai risau dan resah, serta menginginkan perubahan pendidikan. Sebagai rumah para pegiat pendidikan, GSM menyediakan perlindungan bagi kedamaian jiwa, kebersamaan yang penuh kepercayaan, serta kesempatan untuk menjadi diri sendiri yang sebenarnya.

Setelah kegiatan berlangsung, muncul komentar-komentar dari para guru mengenai GSM sebagai rumah pergerakan yang menguatkan hati.

Ibu Sri Rahmawati, seorang pegiat dari Komunitas GSM Tanah Laut, Kalimantan Selatan memberikan kesaksian atas transformasinya sebagai guru setelah mengikuti GSM.

“Tadinya, saya guru yang sekadar datang, bekerja, mengajar, dan pulang saja selama empat belas tahun. Namun, saya disadarkan oleh GSM untuk lebih menggunakan hati dalam mengajar ataupun berhubungan dengan rekan guru yang lainnya. Semula hati saya begitu keras dalam memaafkan orang lain, tapi sekarang saya lebih bisa memaafkan karena kenal GSM.”

Lalu, ada Ibu Dyah Setiyarini yang menceritakan pengalamannya sebagai kepala sekolah yang mengimplementasikan spirit GSM.

“Saat menjadi kepala sekolah, saya jadi dapat lebih melihat bagaimana dialog yang minim antara siswa dan guru membuat keinginan siswa yang berhubungan dengan minat dan bakatnya sulit diungkap.”

“Namun, setelah saya membuka dialog hati bersama siswa dengan mengusung nilai pendidikan yang memanusiakan ala GSM, saya jadi tahu apa yang diinginkan mereka. Kami buatlah beberapa program untuk penyaluran bakat peserta didik, lewat gelar karya maupun ekskul yang baru. Lambat laun, program tersebut berangsur mencapai dampak yang positif. Banyak siswa yang meraih penghargaan mulai dari level kabupaten hingga nasional,” tambah Dyah.

Ternyata hanya dengan satu kata ‘empati’, sebuah sekolah mampu dibawa kepada sesuatu yang amat besar dan bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Meski memang, empati jauh lebih mudah untuk diucapkan ketimbang dipraktekkan. Dibutuhkan niat yang tulus untuk mewujudkannya.

Selain itu, ada kesaksian dari Ibu Yayah, seorang pegiat GSM Cirebon yang mulanya merasa terjebak di dalam rutinitas tanpa makna, tetapi berhasil bangkit dan memperbaiki filosofi mengajarnya dari hati ke hati. Ibu Yayah pun mengakui kalau mengikuti GSM tidak hanya mengubahnya menjadi guru yang lebih baik, tetapi juga dirinya sebagai manusia.

“Dengan pegiat GSM yang lainnya, kita tidak hanya bertukar praktek baik, tetapi juga belajar memaknai hidup. Kita tumbuh berdinamika dan berjejaring bersama. Melihat dampak baik ini maka saya sangat senang kalau ada komunitas GSM baru yang lahir di sebuah daerah. Seakan ada saudara baru. Luar biasanya mereka lahir tanpa ada suruhan dan paksaan. Kebahagiaan yang sulit diungkapkan oleh kata-kata,” tuturnya.

Para pegiat yang aktif ternyata berhasil menebar virus-virus baik untuk guru-guru lainnya, sehingga GSM sebagai komunitas yang berkeinginan besar untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia semakin menjamur di mana-mana. Seperti kata Ibu Yayah, perubahan besar yang dirasakan sekarang itu dimulai dari langkah kecil yang dilakukan bersama-sama. Bermula dari perasaan miris yang datang pada Rizal dan Novi akan kualitas pendidikan di negaranya tercinta, kini sudah makin banyak penganut semangat yang sama.

Pada akhirnya, perbaikan pendidikan membutuhkan proses yang panjang dan tidak mudah. Sebab pada dasarnya, konsep pendidikan sendiri adalah kompleks dan tidak sederhana.

Mengutip apa yang disampaikan oleh Rizal, “Pendidikan bukan sekadar mengisi pengetahuan. Namun, menuntun kodrat bawaan manusia hingga menjadi kuat. Setiap keunikan individu adalah jelmaan dari keagungan alam semesta. Ketika pendidik mampu mengeluarkan potensi alamiah dari masing-masing anak, berarti mereka juga sudah mengagungkan Tuhannya.”

Penulis: Dimas Adytya Putranto

Editor: Viska Erma Mustika


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.