Kamis (20/11) menjadi momen yang amat berharga bagi Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) karena kedatangan sosok Her Excellency Professor the Honorable Margaret Gardner AC, Governor of Victoria.

Sang gubernur menyaksikan langsung bagaimana komunitas guru GSM membangun lingkungan belajar yang menumbuhkan rasa ingin tahu, keceriaan, dan kesejahteraan belajar anak.
Kunjungan tersebut bukan sekadar agenda protokol pendidikan, melainkan pengakuan internasional atas kerja nyata guru-guru Indonesia dalam menghadirkan pendidikan yang lebih humanis, bermakna, dan membebaskan meskipun seringkali bergerak tanpa fasilitas besar, tanpa dukungan penuh sistem, dan juga tanpa sorotan publik.
Ada dua nilai besar yang dipertemukan, yaitu pengalaman pendidikan Victoria yang maju, dan perjuangan para guru Indonesia dalam membangun transformasi dari akar rumput dengan keberanian dan ketulusan.
GSM sendiri merupakan sebuah gerakan akar rumput yang tumbuh dari mimpi kecil di beberapa sekolah, hingga menjadi praktek pendidikan di ribuan sekolah di seluruh Indonesia.

Muhammad Nur Rizal (founder) dan Novi Poespita Candra (co-founder) memiliki ikatan yang sentimental dengan negara bagian tersebut. Sebab, ide membangun komunitas GSM yang kini sudah tersebar ke seluruh penjuru Indonesia bermula sejak menyekolahkan anak mereka di sana.
“If this is possible for our children in Victoria, why can’t it also be possible for millions of children in Indonesia?” tanya Rizal di dalam pidatonya.
Ia amat bersyukur pernah bertemu dengan guru-guru yang dahulu membimbing anaknya. Para pengajar yang terbuka terhadap wawasan kritis mengenai kurikulum, pedagogi, asesmen, dan filosofi pendidikan yang berlaku di Victoria.
“They create classrooms that are built on dignity, rather than fear. There was no secrecy and limitation. Only trust, generosity, and a shared belief that education must always serve humanity,” tambah Rizal.
Kunjungan dari gubernur negara bagian Victoria ini terjadi di SDN Kalisongo, Kabupaten Kulonprogo, yaitu salah satu sekolah yang telah ditransformasikan oleh GSM.

Tidak hanya dihadiri oleh warga sekolah, acara tersebut turut diramaikan oleh banyak pegiat komunitas GSM dari seantero Indonesia yang datang atas kemauan sendiri. Mulai dari GSM Gunung Kidul, Kulonprogo, Yogyakarta, Semarang, Jepara, Pemalang, Boyolali, Pangandaran, sampai dari Kalimantan Timur, yaitu Bontang.
Kehadiran para guru ini menjadi sebuah pertanda bahwa masih ada harapan untuk terjadinya transformasi bagi pendidikan di Indonesia.
“You are not visiting a school today. You are visiting a community, a family, a living movement of teachers who are shaping a new culture of learning in Indonesia,” tegas Rizal saat menyambut para tamu.
Rizal juga membahas soal napak tilas bagaimana ia dan partnernya terinspirasi untuk memboyong kualitas pendidikan di Australia ke tanah kelahirannya, dengan kultur setempat serta spirit perjuangan guru yang tidak pernah putus, dalam menginginkan perubahan.
Rizal percaya bahwa perbaikan pendidikan di Indonesia tidak bisa dilakukan hanya melalui kebijakan publik semata. Namun, harus juga didasarkan pada hubungan yang baik antara sesama pihak yang percaya pada perubahan. Bahwa mesti ada kerja sama saling belajar, mendengarkan, dan menumbuhkan.
Dengan bangga, Rizal menyampaikan terima kasih sekaligus memperlihatkan bukti dari perjuangannya mengintegrasikan praktik terbaik pendidikan global dengan kebudayaan setempat, “Victoria has been a teacher to us. And today, we are honored to show you how your influence has taken root in our own land, shaped by Indonesia’s local wisdom.”
Kenyataan bahwa guru sebagai garda terdepan pendidikan di Indonesia yang kualitasnya masih rendah tidak dapat dielakkan. Hanya saja, GSM menjadi sebuah cahaya optimisme bahwa persoalan tersebut dapat perlahan dicabut lewat peningkatan kapasitas diri guru oleh gerakan akar rumput.
Rizal juga menggarisbawahi kisah berdirinya sekolah buatan Ki Hadjar Dewantara, yaitu “Taman Siswa” yang turut menyalakan bara api semangatnya dalam membangun GSM.
“..inclusive schools called “Taman Siswa” for children of ordinary people, that make learning a fun space to meet the children’s potential as a complete human being, “ pungkas Rizal.
Dengan perjuangan bersama Novi, guru, para pegiat, dan para relawan, akhirnya GSM semakin meneguhkan ‘bukan sekadar program’, tetapi berkembang menjadi sebuah rumah. Tempat bagi para guru yang menolak untuk menyerah dan takut terhadap kondisi pendidikan yang masih buruk.
“… sadly it is difficult to find the spirit of “Taman Siswa” in Indonesian schools today. Novi and I, with teachers in GSM, want to bring “Taman Siswa” back to Indonesian children”.
Sayangnya spirit pendidikan ala “Taman Siswa” sulit untuk ditemukan di sekolah – sekolah Indonesia saat ini. Kami, bersama guru – guru di Gerakan Sekolah Menyenangkan ingin mengembalikan “Taman Siswa” kepada anak – anak di Indonesia.
Rizal juga memaparkan kalau sekolah yang sedang diduduki oleh para tamu dari Victoria adalah refleksi dari perubahan mindset para gurunya.
Kunjungan ini semakin meneguhkan bahwa GSM bukan hanya menjadi gerakan nasional, tetapi GSM menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia punya model pendidikan yang layak didengar.
“The classroom that you see is a place where children’s voices are heard, curiosity is nurtured, questions are encouraged, and self-expression flourishes, where learning breathes and teachers truly enjoy their profession,” tuturnya.

Terakhir, atas nama GSM, Rizal berharap agar hubungan baik antara komunitas dengan pemerintahan Victoria dapat terus terjalin dengan baik. Supaya kedua pihak dapat terus bertukar wawasan dan dukungan.
“Together, we may continue building a future where every school becomes a place that protects childhood and inspires humanity,” ungkap Rizal seraya mencapai bagian akhir dari sambutannya.
Sebelum acara ditutup, sang gubernur menuliskan harapannya di “Wall of Dream” agar guru-guru dan anak-anak di komunitas GSM bisa mengunjungi Victoria.
Penulis: Dimas Adytya Putranto
Editor: Viska Erma Mustika
0 Comments