GSM

Tepat pada tanggal 22 Februari 2022, GSM baru saja melaksanakan Ng(k)aji Pendidikan. Ng(k)aji Pendidikan sebenarnya merupakan event rutin yang diadakan oleh GSM. Namun, beberapa bulan belakangan ini Ng(k)aji Pendidikan dirasa belum hadir. Oleh karena itu, mulai tahun 2022 ini GSM kembali hadir dengan Ng(k)aji Pendidikan dan rencananya akan rutin diadakan dalam kurun waktu 2 bulan.

Ng(k)aji Pendidikan sebenarnya merupakan event yang membicarakan mengenai topik – topik yang ramai diperbincangkan khususnya dalam dunia pendidikan. Dan event Ng(k)aji Pendidikan kemarin dihadiri langsung oleh Pak Rizal selaku founder GSM sebagai narasumbernya. Total kurang lebih hampir dari 500 guru yang terlibat dalam acara event GSM kemarin baik yang tersebar dari Sabang sampai Merauke hanya untuk mendengarkan mengenai topik “Haruskah dengan kurikulum untuk mengubah Pendidikan Indonesia?”

Gambar 2. Sesi brainstorming

Namun, sebelum membahas lebih lanjut terkait dengan tema yang dibicarakan pada malam hari ini. Sang Pembawa Acara yaitu Kak Ummu meminta kepada para guru yang hadir pada event Ng(k)aji Pendidikan ini untuk menjawab terkait dengan tema yang akan dibicarakan. Ternyata jawaban yang diperoleh pun beragam misalnya seperti terdapat beberapa guru yang menganggap bahwa untuk mengubah pendidikan Indonesia harus dengan jalan kurikulum sebab kurikulum merupakan pondasi dasarnya. Akan tetapi terdapat beberapa guru yang juga mengatakan bahwa sebenarnya untuk merubah pendidikan tidak harus dengan kurikulum tetapi dengan mindset. Namun, tentu Sang Pembawa Acara tidak mempersalahkan jawaban guru – guru tersebut karena pada event ini para guru akan tau jawaban yang sebenarnya.

Gambar 3. Sesi orientasi dari Moderator

Setelah sesi pertanyaan tersebut, Sang Pembawa Acara pun melanjutkan acara sepenuhnya kepada Moderator yaitu Kak Viska untuk melanjutkan acara. Namun, sebelum Kak Viska menyerahkan sepenuhnya kepada Pak Rizal untuk menyampaikan materi secara penuh. Kak Viska memaparkan terkait dengan kondisi rill di lapangan terkait dengan pergantian kurikulum di Indonesia. Hampir lebih dari 11 kali pergantian kurikulum sudah terjadi di Indonesia. Namun, pertanyaannya adalah apakah dengan pergantian kurikulum sebanyak itu sudah mampu mengantarkan Indonesia ke dalam pendidikan yang lebih baik?

Kak Viska pun kembali melanjutkan penjelasannya dengan memaparkan mengenai data PISA. Dalam data PISA dari rentang tahun 2000 – 2018, terlihat bahwa sebenarnya Indonesia masih berada pada ranking 72 dari 78 negara di dunia dari segi kualitas pendidikan yang diukur melalui literasi dan numerasi. Bahkan tingkat pola pikir Indonesia masih kalah jauh dibandingkan dengan negara – negara lain. Tetapi yang mengejutkan bahwa tingkat perundungan di negara kita ternyata sangat tinggi dibandingkan dengan negara – negara OECD. Hal ini tentu sangat mengejutkan banyak sekali pihak. Ditambah dengan data PIACC yang juga menunjukkan bahwa Indonesia masih mengalami perkembangan yang stagnan. Data PIACC tersebut menunjukkan bahwa skor Indonesia masih rendah, bahkan lulusan S1 Indonesia itu diyakini literasinya masih jauh di bawah lulusan SMP yang ada di Denmark. Oleh karena itu, Lant Pritchett yang merupakan salah seorang professor dari Harvard University menyebutkan bahwa Indonesia masih berada dalam kondisi darurat karena Indonesia mengalami 128 tahun ketertinggalan dari segi pendidikan.

Oleh karena itu, dengan banyaknya data – data tersebut sudah cukup untuk menjadi sebuah bukti konkret bahwa Indonesia perlu dan harus berbenah dalam hal pendidikan. Namun, apakah perubahan tersebut perlu dimulai dari kurikulum? Mari kita simak pernyataan Pak Rizal di bawah!

Gambar 4. Sesi pemaparan materi dari Mas Rizal

Acara inti pun dimulai dengan beberapa kata sebagai pembukaan yang juga disampaikan langsung oleh Pak Rizal. Pak Rizal menekankan kepada semua pihak yang hadir bahwa kita tidak bisa memungkiri bahwa setiap produk kebijakan pasti itu ada sisi plus dan juga minimnya. Sebagai contoh, misalkan saja kurikulum merdeka yang digaungkan dan diterapkan saat ini. Menurut Pak Rizal pribadi, memang pada dasarnya implementasi dari kurikulum merdeka ini dirasa sangat bagus karena memiliki visi untuk bergerak melompat maju dan mencapai ketertinggalan pendidikan yang dialami oleh Indonesia.

Tetapi, Pak Rizal juga menyampaikan terkait dengan beberapa pendapat dari pakar – pakar pendidikan yang mengkaji soal kurikulum merdeka. Menurut pakar pendidikan tersebut mengatakan bahwa sebenarnya Kurikulum Merdeka masih minim naskah akademik sehingga tidak ada kerangka acuan dalam membangun struktur kurikulum. Hal ini tentu akan sangat memberatkan guru karena tidak ada menjadi acuan dalam mengimplementasikan kurikulum ke dalam rencana pembelajaran. Selain itu, Kurikulum Merdeka juga dirasa mengalami ketidakefektivitasan dalam hal prosedural. Hal ini dikarenakan bahwa penyusunan Kurikulum Merdeka tidak melalui standar nasional pendidikan. Selain itu, kurikulum merdeka juga drasa masih sangat operasional. Kemudian, yang terakhir adalah ditakutkan bahwa Kurikulum Merdeka tidak bisa berlaku dalam waktu yang panjang karena setiap ganti Menteri pasti kurikulumnya juga akan berganti.

Menurut Pak Rizal bahwa GSM tidak tutup mata dengan hal – hal tersebut tetapi kembali Pak Rizal tekankan bahwa GSM tidak ingin masuk lebih dalam terkait dengan pendapat para pakar sebelumnya. GSM hanya ingin menekankan bahwa bagaimana strategi yang tepat dalam penerapan kurikulum merdeka jika diterapkan di seluruh sekolah yang sudah pasti memiliki ciri khas yang berbeda – beda, dengan pengajar yang juga tentunya berbeda – beda, bahkan dengan kondisi infrastrukur yang antara daerah A dan B itu beragam, serta daerah – daerah dengan beragam kesiapan dari Dinas Pendidikan Daerah yang tidak sama.

“Sekarang GSM akan menggunakan sebuah pendekatan yang namanya First Principal Thinking. Karena First Principles Thinking adalah kunci pertama dari mana sesuatu dapat diketahui dan dibangun. Jadi contohnya jika melihat benang yang bergumpal, maka orang yang kritis dengan first principal thinkingnya dapat menemukan solusi untuk menghilangkan gumpalan benang tadi. Ini adalah pola pikir first principal thinking” Tambah Pak Rizal.

Selain itu, Pak Rizal juga menjelaskan lawan dari First Thinking Principal yaitu orang – orang yang memiliki pola pikir Thinking by Analogy. Ciri khas dari orang – orang yang memiliki pola pikir thinking by anaology adalah mencontek sesuai dari pikiran banyak orang yang pada akhirnya akan menjerumuskan mereka ke dalam asumsi umum pemain lama. Dengan kata lain, dirinya hanya stagnan dalam waktu yang cukup lama sehingga tidak dapat berkontribusi lebih jauh bagi industri.

Oleh karena itu, Pak Rizal mengajak para guru yang tergabung dalam Gerakan Sekolah Menyenangkan untuk menerapkan First Principal Thinking.

“Saya ingin melihat bapak dan ibu guru yang tergabung dalam GSM bisa menemukan dan berkontribusi dalam dunia pendidikan serta bisa berenang dalam lautan yang biru” Tambah Pak Rizal

First Principal Thinking dalam dunia pendidikan tidak cukup berbicara mengenai bangunan – bangunan sekolah yang mewah. Kemudian First Principal Thinking juga tidak cukup jika hanya berbicara mengenai sekolah dengan terakreditasi sangat baik. Ditambah dengan penerapan kurikulum baru atau kurikulum internasional. Memang pada dasarnya ketiga hal tersebut penting namun yang juga penting adalah pendidikan yang memberikan kesempatan bagi setiap anak untuk berkembang optimal menemukan versi terbaiknya.

Namun, yang menjadi pertanyannya adalah bagaimana cara agar anak – anak dapat berkembang menjadi versi terbaiknya?

Maka jawabannya adalah dengan mengaktifkan First Principal Thinking

“Bagi GSM kehadiran first principal thinking ini dapat mendorong rasa ingin tahu anak untuk bagaimana caranya agar mereka dapat berkembang menjadi versi terbaiknya. Dan first principal thinking tersebut adalah pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna bagi dirinya agar anak terus termotivasi dalam belajar” Tambah Pak Rizal

“Orang yang kasmaran dalam belajar maka dirinya tidak akan pernah berhenti dalam belajar dan ini merupakan first principal thinking yang diterapkan dalam Gerakan Sekolah Menyenangkan. Mau apapun kurikulum yang digunakan, maka tetap fokus utama kami adalah memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan” Tambah Pak Rizal

Cara yang digunakan untuk membangun first principal thinking adalah dengan membangun ekosistem sekolah yang positif. Kultur atau suasana yang baik adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh siswa. Namun, tentu juga dalam pelaksanaanya membutuhkan guru – guru yang punya mindset berhamba pada anak dan bukan pada birokrat. Guru harus mampu menuntun 3 kodrat anak yaitu rasa ingin tahu, imajinasi, dan keberagaman talenta anak.

Namun, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana guru tersebut bisa mendapatkan mindset tersebut?

“Apakah dengan ikut pelatihan selama 74 jam itu saja sudah cukup? Apakah kebijakan perubahan kurikulum juga sudah cukup? Lalu kebutuhan apa yang juga perlu untuk guru dapat mindset tersebut? Jawabannya adalah insprasi. Insipirasi melalui narasi – narasi yang ada. Namun di mana kita bisa menemukan inspirasi? Jawabannya adalah di Gerakan Sekolah Menyenangkan. Karena Gerakan Sekolah Menyenangkan adalah wadah bagi guru yang terus mau belajar dan bertukar praktik baik, pengalaman, dan juga mimpi” Tambah Pak Rizal

“Karena sejatinya fokus GSM adalah pada pengembangan Komunitas Guru supaya mindsetnya menuntun kodrat manusia dan berhamba pada anak serta membangun ekosistem sekolah yang memanusiakan dan memerdekakan” Sahut Pak Rizal

Selain itu, Pak Rizal juga menyampaikan terkait dengan 3 Poin Perbedaan Kurikulum Merdeka dan Pendekatan GSM.

1. Dari segi asumsi

Kurikulum merdeka hadir untuk mengatasi learning loss yang terjadi selama pandemi. Selain itu, eksistensi dari kurikulum merdeka adalah untuk mengejar ketertinggalan belajar selama 20 tahun dari segi literasi dan numerasi. Ditambah untuk memenuhi target industri. Sementara GSM, asumsinya lebh kepada pendidikan yang memanusiakan sehingga pendidikan tersebut berfokus pada usaha – usaha untuk menuntun kodrat manusia termasuk anak – anak kita berupa curiosity, diversity, dan imagination sehingga mampu membantu anak dapat menjadi versi terbaik dirinya.

2. Dari Segi Strategi Implementasi

Kurikulum Merdeka akan berfokus pada Project Based Learning. Project based learning akan digunakan untuk mencapai profil pelajar Pancasila. Sementara, pendekatan GSM adalah Well – being School melalui A Whole School Aproach yaitu membangun kultur sekolah yang menyenangkan.

3. Strategi Pengembangan Profesionalisme

Kalau kurikulum merdeka berfokus pada sekolah penggerak dan guru penggerak tersebut diberikan inverensi khusus baik berupa dana pengembangan khusus yang sangat membutuhkan dana yang sangat besar. Sementara untuk GSM sendiri lebih kepada pendekatan komunal melalui komunitas. Selain itu, GSM juga melakukan mentorship untuk menjadi guru Penyimpang Positif GSM. Selain itu, disisipi juga dengan pengembangan sekolah dengan pola GSM. Sebagai penutup acara, Mas Rizal menyampaikan beberapa statement“Orang yang selalu melakukan aksi tidak menunggu, maka dia akan bisa menciptakan banyak hal. Apalagi orang itu mau refleksi dan memperbaiki, maka dia akan menemukan titik optimal di dalam beraksi” Jadi Pak Rizal mengajak seluruh pihak yang terlibat dalam GSM untuk bersama – sama berubah demi pendidikan yang lebih baik untuk Indonesia.

Salam Berubah, Berbagi, dan Berkolaborasi

Penulis: I Putu Wisnu Saputra

Editor: Nida Khairunnisaa


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.