Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia setidaknya sudah mengalami lebih dari 13 kali perubahan kurikulum. Yang paling terbaru adalah dengan dikeluarkannya Kurikulum Merdeka dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di tahun 2022. Namun, tentu untuk merubah kualitas Pendidikan Indonesia tidak hanya berasal dari kurikulum saja sebagai pondasi dasarnya. Tetapi hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana respon dari seorang guru terkait dengan perubahan tersebut. Hal ini dikarenakan guru adalah sosok yang nantinya mengaktifikan siswa dalam belajar sesuai dengan implementasi belajar yang mengikuti kurikulum sebagai pedomannya.
Tentu dalam menjalankan hal tersebut, guru harus memiliki yang namanya First Principal Thinking yang baik. Hal ini dikarenakan bahwa First Principal Thinking adalah kunci pertama dari mana sesuatu dapat diketahui dan dibangun dalam hal kaitannya merespon dan mengisi kegiatan pembelajaran di era kurikulum yang baru. Oleh karena itu, penting kiranya bagi guru untuk mengerti mengenai yang namanya First Principal Thinking.

First Principal Thinking dalam dunia pendidikan tidak cukup berbicara mengenai bangunan – bangunan sekolah yang mewah. Kemudian First Principal Thinking juga tidak cukup jika hanya berbicara mengenai sekolah dengan terakreditasi sangat baik. Ditambah dengan penerapan kurikulum baru atau kurikulum internasional. Memang pada dasarnya ketiga hal tersebut penting namun yang juga penting adalah pendidikan yang memberikan kesempatan bagi setiap anak untuk berkembang optimal menemukan versi terbaiknya.
Namun, yang menjadi pertanyannya adalah bagaimana bisa anak – anak tersebut berkembang menjadi versi terbaiknya?
Maka jawabannya adalah dengan mengaktifkan First Principal Thinking
“Bagi GSM kehadiran first principal thinking ini dapat mendorong rasa ingin tahu anak untuk bagaimana caranya agar mereka dapat berkembang menjadi versi terbaiknya. Dan first principal thinking tersebut adalah pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna bagi dirinya agar anak terus termotivasi dalam belajar” Tambah Pak Rizal
“Orang yang kasmaran dalam belajar maka dirinya tidak akan pernah berhenti dalam belajar dan ini merupakan first principal thinking yang diterapkan dalam Gerakan Sekolah Menyenangkan. Mau apapun kurikulum yang digunakan, maka tetap fokus utama kami adalah memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan” Tambah Pak Rizal
Cara yang digunakan untuk membangun first principal thinking adalah dengan membangun ekosistem sekolah yang positif. Kultur atau suasana yang baik adalah hal yang sangat dibutuhkan oleh siswa. Namun, tentu juga dalam pelaksanaanya membutuhkan guru – guru yang punya mindset berhamba pada anak dan bukan pada birokrat. Guru harus mampu menuntun 3 kodrat anak yaitu rasa ingin tahu, imajinasi, dan keberagaman talenta anak.
Namun, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana guru tersebut bisa mendapatkan mindset tersebut?
“Apakah dengan ikut pelatihan selama 74 jam itu saja sudah cukup? Apakah kebijakan perubahan kurikulum juga sudah cukup? Lalu kebutuhan apa yang juga perlu untuk guru dapat mindset tersebut? Jawabannya adalah insprasi. Insipirasi melalui narasi – narasi yang ada. Namun di mana kita bisa menemukan inspirasi? Jawabannya adalah di Gerakan Sekolah Menyenangkan. Karena Gerakan Sekolah Menyenangkan adalah wadah bagi guru yang terus mau belajar dan bertukar praktik baik, pengalaman, dan juga mimpi” Tambah Pak Rizal

“Karena sejatinya fokus GSM adalah pada pengembangan Komunitas Guru supaya mindsetnya menuntun kodrat manusia dan berhamba pada anak serta membangun ekosistem sekolah yang memanusiakan dan memerdekakan” Sahut Pak Rizal
Oleh karena itu, diharapkan agar guru – guru yang ada di seluruh Indonesia dapat membuat kultur belajar yang positif di lingkungan masing – masing agar dapat mengembangkan daya kreativitas anak.
Salam Berubah, Berbagi, dan Berkolaborasi
Penulis: I Putu Wisnu Saputra
Editor: Nida Khairunnisaa
0 Comments