Beragam upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk dapat meningkatkan kualitas dan kompetensi guru, seperti diadakannya Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagai bagian dari alur seleksi dan program sertifikasi guna menguji kompetensi dari para guru. Meski upayanya patut diapresiasi, tetapi masih diperlukan usaha tambahan untuk meningkatkan keterampilan guru, karena ternyata berbagai upaya tersebut belum memberikan dampak yang signifikan pada peningkatan kapasitas guru di Indonesia.
Kualitas guru amatlah krusial karena setiap perilaku mereka berpengaruh secara langsung terhadap murid. Guru adalah jembatan pembangun peradaban sehingga ketepatan pola pikirnya layak diperhatikan. Kompetensi seperti berwawasan luas dan mampu berempati terhadap murid akan diakumulasikan guna menciptakan proses belajar yang menyenangkan. Di Indonesia, hal tersebut hanyalah terjadi di sekolah unggulan atau swasta yang tergolong mahal, padahal untuk mencetak manusia yang berdaya maka proses belajar yang menyenangkan adalah hak dasar semua siswa tanpa terkecuali.
Di negara-negara maju seperti Finlandia, Singapura, Korea Selatan, Jepang, dan China, guru adalah mereka yang berasal dari lulusan terbaik di universitas. Negara-negara ini percaya bahwa guru yang pintar, terlatih, dan bermotivasi tinggi dapat memberikan pendidikan berkualitas tinggi dan berdampak besar pada perkembangan siswa.
Hal inilah yang sering dikritisi oleh berbagai tokoh di Indonesia, bahwa rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia disebabkan oleh kurangnya guru yang berkualitas sebagai suatu permasalahan struktural bangsa kita, sehingga perlu bagi Indonesia untuk mencontoh negara maju lainnya yang hanya memperbolehkan lulusan terbaik saja untuk mengajar.
Hal tersebut memang dapat dipertimbangkan, tetapi dibutuhkan perombakan total dan perlu jangka waktu yang tidak sebentar. Data Kemendikbudristek pada semester ganjil tahun 2023/2024 menyampaikan bahwa jumlah siswa di Indonesia saat ini mencapai 53,14 juta (data Kemendikbud Ristek tahun 2023/2024), kira-kira berapa banyak lulusan terbaik yang perlu dihadirkan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan? belum lagi berbicara soal total anggaran yang diperlukan.
Di samping itu bagaimana nasib mereka yang notabenenya ada 3,39 juta orang yang berstatus dan berprofesi sebagai guru (data Kemendikbud Ristek tahun 2024/2025), apakah mungkin kualitas guru-guru kita dapat dibenahi?

GSM memiliki sebuah program dengan tajuk, “Ngobras (Ngobrol Bareng Komunitas)” yang merupakan program lanjutan dari “Ng(k)aji Pendidikan”. Ngobras sebagai sebuah wadah atau ruang ketiga untuk membangun dialog sekaligus menguatkan sistem berpikir dari para guru agar apa yang disampaikan pada Ng(k)aji Pendidikan tidak hanya berhenti pada level pengetahuan, tetapi dapat dikonversi menjadi paradigma baru yang dapat diimplementasikan langsung ke dalam kelas.
Ngobras dengan topik “Bagaimana Guru Membangun Arsitektur Kebijaksanaan Murid di Zaman AI?” dilaksanakan pada 16 – 20 Desember 2024 sebagai lanjutan dari N(g)kaji Pendidikan yang baru saja rampung digelar pada 13 Desember 2024. Di dalam lima hari tersebut, ruang Ngobras dibagi ke dalam daerah-daerah yang masing-masingnya memiliki beberapa perwakilan guru sebagai fasilitatornya.
Kelima kegiatan ruang ngobras tersebut, yaitu:
Kegiatan Ngobras berhasil memperlihatkan bagaimana potensi Guru di Indonesia yang selama ini masih tertutupi akibat kurangnya kesempatan untuk menunjukkannya. Kebanyakan dari waktu m telah habis untuk menyelesaikan beban administrasi dan urusan lainnya yang menjauhkan mereka dari pengembangan diri. Mereka memerlukan keleluasaan dari jeratan tugas birokrasi yang menumpuk. Lewat Ngobras, kapasitas guru dalam menyikapi isu global dan mendalami filsafat pendidikan terus diasah. Mulai dari pemahaman hingga cara mendialogkannya kepada siswa.
Pokok pemikiran yang digaungkan oleh GSM lewat N(g)kaji Pendidikan dan Ngobras adalah manusia sebagai sebuah arsitektur kebijaksanaan. Jadi, guru tidak hanya melakukan knowledge transfer, tetapi juga memberikan pendekatan terhadap murid yang melibatkan empati, perasaan, dan kasih sayang, sehingga murid merasa nyaman dan menikmati proses bersekolah.
Di dalam kegiatan Ngobras, para guru sepakat untuk bersikap lebih adaptif dalam menyesuaikan peran yang terbaik pada proses pengajaran. Ketika AI dijadikan sumber informasi maka guru dapat menjadi garda yang selalu mengajak murid-muridnya menggunakan nalar kritis dan tidak selalu langsung percaya pada informasi yang didapatkan. Untuk dapat melakukan hal tersebut, guru perlu untuk pertama-tama menerapkannya pada diri sendiri. Kalau tidak, mereka akan selalu merasa tidak nyaman berada di dalam lingkungan yang kritis dan cenderung defensif terhadap lontaran pertanyaan tajam dari para murid.
Memang, guru-guru menerima kenyataan bahwa perkembangan teknologi adalah sebuah keniscayaan dan mereka tidak ingin menjadi anti teknologi. Namun, mereka juga enggan untuk menyerah terhadap situasi dengan optimisme bahwa mereka mampu menjadi pengendali AI, bukan malah sebaliknya.
Ngobras berhasil melibatkan lebih dari 500 peserta guru yang datang dari seluruh Indonesia. Antusiasme yang patut disyukuri, serta adanya optimisme bahwa jumlah partisipan akan terus melonjak mengingat misi dan manfaat yang timbul di balik kegiatan ngobras, yaitu peningkatan kapasitas dan kualitas guru untuk menghadapi segala disrupsi yang memengaruhi proses pendidikan.
Berkeinginan seperti itu tanpa benar-benar memberikan keleluasaan dan kesempatan pada guru maka sama saja dengan omong kosong. Selain itu, tanpa arah yang direncanakan dengan matang maka usaha pun menjadi sia-sia. Melihat keceriaan dan antusiasme para guru dalam menghadiri diskusi dalam memperjuangkan pendidikan yang baik, serta bagaimana mereka terinspirasi dan mempraktekannya di dalam kelas seharusnya cukup menjadi pantikan untuk mengevaluasi cara meningkatkan kapasitas para guru. Dengan begitu, kualitas guru di Indonesia juga akan semakin mendekati level pengajar di negara maju.
GSM tidak akan berhenti mengadakan wadah diskusi demi mengakselerasi penguatan terhadap keunikan utama manusia, yaitu kebijaksanaan agar guru tetap dapat berguna, mampu memberdayakan murid-murid secara efektif dan menjadi pekerjaan mulia yang tak lekang oleh zaman.
Penulis: Dimas Adytya Putranto
Editor: Viska Erma Mustika
0 Comments