Pendidikan merupakan salah satu misil andalan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pembangunan bahkan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan kita. Selain itu, jika pendidikan kita memiliki kualitas yang baik maka hal ini menandakan kemajuan suatu bangsa akan semakin terlihat. Namun, pernahkah kalian melihat betapa peliknya realita yang kita hadapi selama ini terkait dengan pendidikan kita?
Pendidikan dalam arti luas dapat diartikan sebagai seluruh proses yang memiliki keterkaitan dengan beragam cara untuk mengembangkan tiga aspek yang terdapat dalam diri manusia yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bahkan, sejatinya pendidikan adalah harus mampu untuk membangun tiga kodrat manusia yaitu rasa ingin tahu, imajinasi, dan kemampuan untuk menghargai keberagaman potensi yang dimiliki oleh anak didik. Beberapa aspek itu dikembangkan melalui tiga konsentris pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu sekolah, keluarga, dan lingkungan. Bertolak dari konsep tersebut di atas, maka sesungguhnya pendidikan merupakan pembudayaan atau enculturation yaitu suatu proses untuk menstabilkan seseorang mampu hidup dalam suatu budaya tertentu dan menjadi versi terbaiknya. Dengan kata lain, pendidik memiliki tugas untuk dapat membimbing anak – anaknya menjadi versi terbaiknya dari ketiga aspek yang di atas.
Tetapi realita berbanding terbalik, kondisi pendidikan kita masih sangat ramah dengan budaya feodalistiknya yang menyeragamkan siswa – siswi itu sendiri. Hal ini disinyalir sebagai respon dari pendidikan gaya Amerika yang masih diterapkan oleh Indonesia sehingga tujuan pendidikan tak terlepas dari lulusan – lulusan yang dicetak namun dengan mentalitas yang masih seragam. Bahkan ditambah dengan warisan yang telah diberikan pada era rezim orde baru yang dianggap sempat menambah beban bagi dunia pendidikan Indonesia. Hal Ini terlihat dari rendahnya mutu sumber daya manusia Indonesia yang pada waktu itu menempatkan Indonesia di peringkat 109 dari 174 negara. Bahkan pada waktu itu, ditemukan data bahwa hasil pendidikan Indonesia masih belum bisa menghadirkan lulusan pendidikan yang memiliki daya afektif yang baik dan keterampilan yang mumpuni.
Kegagalan – kegagalan tersebut seakan – akan menjadi contoh nyata sekaligus hal pelik yang harus dihadapi oleh Bangsa Indonesia terkait dengan situasi pendidikan saat ini. Mengharuskan Indonesia untuk berbenah demi meningkatnya mutu pendidikan Indonesia itu sendiri. Tetapi, apakah untuk meningkatkan mutu pendidikan harus dengan jalan mengubah kurikulum? Apakah cukup hanya dengan merubah kurikulum akan memajukan mutu pendidikan kita? Jawabannya adalah tidak, kultur sekolah atau budaya sekolah merupakan hal yang sangat penting sekali bagi dunia pendidikan kita. Hal ini dikarenakan budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang mendekati tingkah laku, tradisi, kebijakan sehari-hari, dan simbol-simbol yang dipraktekan oleh kepala sekolah, guru, karyawan, siswa dan masyarakat sekitar sekolah.
Budaya sekolah dipercayai bahkan diyakini dapat meningkatkan mutu pendidikan kita karena jika sekolah memiliki budaya sekolah yang baik, maka mereka akan mampu memaksimalkan kinerja guru, kepala sekolah, karyawan, dan siswa sehingga hasilnya dapat optimal sesuai dengan harapan. Dengan kata lain, Budaya sekolah dapat memberi tuntunan kepada warga sekolah untuk bertindak sesuai dengan kapasitas dan peran masing – masing unsur di sekolah. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli pendidikan juga menyebutkan bahwa budaya sekolah memiliki efek yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan kita selain hanya dengan mengandalkan acuan utama yaitu kurikulum. Misalkan saja penelitian yang dilakukan oleh Jareonsttasin pada tahun 2000 yang berhasil membuktikan bahwa suasana atau kultur sekolah dapat mempengaruhi kepribadian siswa itu sendiri. Suasana sekolah yang dimaksud ialah kultur fisik, psikologis, sosial budaya dari sekolah itu sendiri. Sementara itu, The Third International Math and Science Study juga memperlihatkan bahwa yang menjadi indikator dalam kualitas pendidikan kita tidak hanya melalui faktor fisik saja seperti keberadaan guru, kurikulum, dan lain sebagainya. Melainkan daripada itu faktor non fisik juga perlu dipertimbangkan yang salah satunya ialah budaya sekolah. Budaya sekolah diharapkan dapat memperbaharui mutu sekolah, kinerja sekolah, serta mutu kehidupan yang bercirikan sehat, dinamik, aktif, positif dan profesional. Bahkan Tim Peneliti dari Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2003 juga memperlihatkan hasil penelitian mereka sebagai bukti nyata bahwa budaya sekolah tidak main – main dalam memberikan efek yang baik kepada kualitas pendidikan kita saat ini. Budaya sekolah yang baik akan memberikan kesempatan kepada seluruh warga sekolah untuk totalitas dalam menjalankan peran – peran mereka yang berkaitan dengan social role mereka masing – masing. Mereka bersemangat untuk terus menerus berkembang dan hal ini memang harus diwariskan dari siswa satu ke siswa lainnya.
Sementara itu di satu sisi Gerakan Sekolah Menyenangkan sebagai sebuah gerakan akar rumput yang concern dalam pendidikan sangat setuju dengan beberapa penelitian yang disebutkan di awal. Memang pada dasarnya kurikulum merdeka dinilai sudah sangat bagus dalam mengejar ketertinggalan Indonesia dalam dunia pendidikan baik dari segi literasi dan numerasi. Namun, hal ini dikhawatirkan tidak akan berdampak panjang bagi dunia pendidikan kita. Bahkan dikhawatirkan sekolah yang hanya berfokus pada aspek fisik dalam peningkatan kualitas pendidikan seperti kurikulum dan tidak memiliki aspek non fisik seperti budaya sekolah akan kaget dalam menerima hal baru tersebut. Oleh karena itu, GSM merasa bahwa penerapan kurikulum merdeka harus dibarengi dengan penguatan budaya sekolah yang baik.
Gerakan Sekolah Menyenangkan dengan 4 area perubahan yang dimilikinya termasuk di bertujuan untuk menciptakan budaya sekolah yang mampu membangun well-being seorang anak bahkan warga sekolah yang di dalamnya. Bahkan 4 area perubahan tersebut tidak hanya berfokus pada ranah kognitif saja tetapi pada area lingkungan bahkan pentingnya membangun konektivitas antara berbagai jejaring elemen yang dianggap sangat dibutuhkan. Bahkan selain itu, jika 4 area perubahan ini diterapkan maka kodrat seorang manusia akan sangat terpenuhi dan anak akan menjadi versi terbaiknya. Jadi budaya sekolah adalah misil utama bagi sekolah masa depan yang bercirikan kualitas pendidikan yang baik namun terasa menyenangkan dalam pengimplementasiannya.
Salam Berubah, Berbagi, dan Berkolaborasi
Penulis: I Putu Wisnu Saputra
Editor: Nida Khairunnisaa
0 Comments