GSM

Kemerdekaan Indonesia dimulai dengan adanya proklamasi, 17 Agustus 1945 yang diwakili oleh Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia. Maka, sejak saat itu, kemerdekaan dari berbagai aspek kehidupan sudah seharusnya diimplementasikan. Jika karakter suatu bangsa yang maju, merupakan bangsa yang merdeka, maka pendidikan merupakan gerbang awal menuju kemajuan suatu bangsa. Lalu bagaimana kemerdekaan pendidikan di Indonesia? Seperti apa dampaknya? 

Konsep pendidikan yang merdeka tidak terlepas dari pemikiran bapak pendidikan Indonesia, yaitu Ki Hadjar Dewantara. Menurutnya, manusia diberi kebebasan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk mengatur kehidupannya dan tetap sejalan dengan aturan yang ada di masyarakat. Beliau juga pernah mengatakan bahwa “Pengaruh pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya lahir, sedang merdekanya hidup batin itu terdapat dari pendidikan”. Dalam hal ini, kemerdekaan pendidikan berarti bahwa adanya kebebasan dan keberagaman dalam proses belajar – mengajar, sehingga menciptakan  suasana pembelajaran menyenangkan, yang dapat mengarah pada pembelajaran sepanjang hayat. 

Disamping itu, untuk mengembangkan pendidikan yang memerdekakan, diperlukan jiwa dan pikiran yang merdeka dari para pembelajar. Keyakinan dan semangat merdeka dalam diri yang kuat akan menjadi pondasi kokoh untuk mencapai pendidikan yang memerdekakan. Dalam hal ini, merdeka dalam diri berarti yakin bahwa dirinya bebas untuk mempunyai keinginan dalam menggali, mengembangkan, dan mengarahkan kemampuan atau bakat yang ia miliki. Keyakinan yang kuat dari para pembelajar tersebut tentunya perlu didukung oleh pendidikan yang juga memerdekakan. 

Pendidikan yang memerdekakan menekankan aspek bakat menjadi sorotan yang mulai diperhatikan, karena selama ini aspek pengetahuan seolah-olah menjadi aspek yang harus lebih unggul dari bakat siswa. Pembelajaran yang hanya terpaku pada situasi kelas formal dapat diuraikan dengan pembelajaran yang lebih unik dan menyenangkan. Selain itu, pola pengajaran yang terbatas oleh kurikulum membebani guru secara administratif untuk berinovasi terhadap proses belajar-mengajar. Oleh karena itu, pola tersebut perlu dimodifikasi untuk bisa diterapkan sesuai keunikan dari kompetensi  masing – masing guru. 

Pendidikan yang memerdekakan bukan semata-mata bebas tanpa adanya pengendalian. Melainkan, berupa pengelolaan kemandirian sebagai aspek kebebasan yang tetap mendapat pendampingan. Peserta didik dilatih menumbuhkan pola pikir berkembang sebagai keterampilan berpikir kritis, dan kreatif untuk memecahkan solusi dari setiap keunikan masalah. Berpikir kritis (critical thinking), kreativitas (creativity), kolaborasi (collaboration), perasaan (compassion), komunikasi (communication), dan logika komputasional (computational logic) merupakan beberapa keahlian yang dibutuhkan saat ini. Selain itu, kepekaan tatanan pendidikan  dalam melihat potensi yang dimiliki para peserta didik juga menjadi nilai yang sangat berarti untuk mengembangkan bakat anak didik. 

Pendidikan yang memerdekakan menyematkan keceriaan bagi para siswa, guru dan sepatutnya para pemangku kepentingan. Kegagalan bukan lagi dilihat sebagai sesuatu yang perlu diasingkan apalagi mendapat hukuman, tetapi dimaknai sebagai proses belajar dengan refleksi mendalam. Keberanian unjuk diri dalam mendemonstrasikan hasil diskusi kelompok tanpa takut dipandang sebelah mata berdampak baik pada pembentukan karakter peserta didik dalam persiapan membentuk kolaborasi secara global. Kebebasan belajar yang terarah ini tentunya dipersiapkan untuk mencapai dampak yang signifikan. 

Melalui kemerdekaan belajar, dampak baik terwujud dalam fokus penggalian dan pengembangan potensi serta bakat alami masing – masing peserta didik. Ketekunan peserta didik dalam mengembangkan bakatnya menjadikan dirinya sebagai pribadi yang berkarakter sesuai dengan hal autentik yang ia miliki. Hal tersebut akan mengarah pada profesionalitas dan performanya dalam menghadapi berbagai tantangan sesuai bidangnya yang akan menjadi kontribusi besar bagi negara. Maka dari itu, sudah selayaknya feodalisme dalam praktik pendidikan mulai dipunahkan dan digantikan dengan wujud nyata pendidikan yang memerdekakan untuk mewujudkan generasi emas bangsa Indonesia. 

Penulis: luthfiasari sekar

Editor: Hayinah Ipmawati


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.