GSM

Menilik fakta yang terjadi saat ini, ketidaktahuan akan identitas diri bangsa sungguhlah sebuah kedaruratan. Narasi-narasi kebesaran bangsa masih nihil ditemukan di banyak ruang kelas. Padahal, bangsa ini dapat terus terkungkung dalam berbagai persoalan musabab tidak tahu siapa dirinya.

Momen pascaperingatan kemerdekaan Republik Indonesia tahun ini tampaknya menjadi sebuah titik awal perjuangan baru bagi para pendidik anak bangsa yang tergabung dalam komunitas GSM. Acara Ngkaji Pendidikan yang diadakan pada 24 Agustus silam di Taman Budaya Yogyakarta beserta Pendar Ngkaji Pendidikan sebagai kelanjutan acara tersebut menjadi pemantik semangat mereka melalui topik “Menemukan Kembali Indonesia”. Gaungan narasi tersebut berhasil mengetuk hati para guru akan pentingnya menarasikan Indonesia dan membangun imajinasi masa depan Indonesia di ruang-ruang kelas. 

Demikian pula yang dirasakan oleh Ibu Yayah, seorang guru SD Negeri Kedungkrisik dan pegiat komunitas GSM Cirebon. “Sudahkah bapak ibu menarasikan kebesaran bangsa Indonesia di ruang-ruang kelas?” Pertanyaan singkat dari Bapak Rizal dalam acara Ngkaji Pendidikan ini menjadi penggugah kesadaran Ibu Yayah untuk menceritakan Indonesia di ruang kelasnya. Hal ini juga dibarengi dengan kegelisahan yang dirasakannya perihal generasi kini yang kehilangan jati dirinya.     

Berangkat dari ilham yang didapatkannya dari serangkaian acara Ngkaji Pendidikan, Ibu Yayah mencoba untuk mulai mengenalkan Indonesia kepada peserta didiknya. Upaya ini diwujudkan melalui beberapa kegiatan di ruang kelas dengan menerapkan konsep ruang ketiga. Kepada siswa, Ibu Yayah menceritakan kebesaran sejarah dan budaya Indonesia. Beliau menarasikan kejayaan kerajaan Sriwijaya, Mataram, dan Majapahit, juga menyebutkan kekayaan sumber daya alam dan budaya yang dimiliki Indonesia sebagai pemantik agar siswa menyadari betapa besar bangsa mereka. Dirinya pun menambahkan tayangan video Youtube bertajuk “The Guardian of Nusantara” karya Alffy Rev. Menurut keterangannya, siswa sangat antusias dalam menyimak video tersebut. Tidak sampai di situ, para siswa diajaknya berdiskusi terkait apa yang mereka lihat, rasakan, pikirkan, dan ingin lakukan berdasarkan pemantik yang diberikan. “Nggak kepikiran Bu, gimana caranya gitu, karena kan itu candinya besar banget, tinggi, aku nggak kepikiran orang-orang zaman dulu bisa bikin candi semegah itu,” ungkapnya mengutip salah satu peserta didik ketika membicarakan tentang Candi Prambanan. 

Sebagai tambahan untuk memperkenalkan Indonesia lebih jauh, beliau membawa tiga tokoh wayang yang memiliki karakter terpuji dengan harapan siswa dapat mencontoh karakter baik tokoh-tokoh tersebut sekaligus mengetahui bahwa Indonesia memiliki wayang sebagai salah satu harta kebudayaan yang luhur. Dengan media wayang itu juga, Ibu Yayah mengajak siswa untuk mencintai Indonesia. Ibu Yayah menunjukkan wujud ketiga tokoh wayang tersebut di depan kelas dan memperagakannya. Wayang berbahan fiber yang merupakan buatannya sendiri itu disambut dengan sangat baik oleh siswa, terlihat dari antusiasme mereka.  

Tak hanya tokoh wayang, beliau pun berupaya mengenalkan tokoh-tokoh bangsa kepada siswa. Dengan berkumpul di ruang terbuka beratapkan langit, Ibu Yayah memperlihatkan satu per satu tokoh-tokoh bangsa dan mempersilakan siswanya untuk menebak siapa mereka. Selain tokoh-tokoh seperti R.A. Kartini, Soekarno, Jenderal Soedirman, hingga pebulu tangkis Anthony Ginting, beliau juga menguji siswa dengan membawakan foto selebriti Indonesia terkini. Sosoknya merasa prihatin melihat fakta bahwa siswa lebih mengenal tokoh selebriti yang dikenal melalui sosial media dibandingkan tokoh-tokoh bangsa yang dapat diteladani sifatnya. Oleh karena itu, usai memberi pemantik foto-foto tersebut, Ibu Yayah mencoba memperkenalkan tokoh-tokoh bangsa tersebut dengan foto yang disertai dengan keterangan siapa mereka dan apa kontribusi mereka terhadap bangsa. Menurut keterangannya, anak-anak menjadi senang mengetahui fakta-fakta betapa hebatnya tokoh-tokoh tersebut. Harapnya, siswa dapat mengambil inspirasi dari para tokoh bangsa. Hal ini pun dilakukan berdasarkan apa yang beliau dapatkan dari Bapak Rizal, pendiri GSM, bahwa salah satu peran guru adalah menginspirasi siswanya, dan apabila ia tidak memiliki cerita inspiratif, guru dapat mengambil kisah inspiratif dari tokoh lain. 

Berbagai reaksi didapatkan Ibu Yayah dalam menarasikan kebesaran Indonesia kepada peserta didiknya. Ternyata, narasi yang dibawakannya mampu mengantarkan siswa menemukan kebahagiaan, juga memunculkan perasaan sedih bagi siswa lainnya. Narasi keragaman budaya yang dimiliki Indonesia telah membuka mata siswa akan apa yang dimiliki bangsanya, bahkan selanjutnya memunculkan rasa bangga dalam diri mereka. “Bangga karena budayanya yang megah,” demikian salah satu siswa mengungkapkan alasannya. Narasi tersebut pun telah memunculkan berbagai rasa ingin tahu siswa akan Indonesia, seperti yang disampaikan seorang siswanya dengan penuh semangat bahwa ia tertarik untuk mengetahui cerita kerajaan-kerajaan Indonesia zaman dahulu. Permintaan cerita tentang sejarah berbagai kerajaan di Indonesia pun terus berdatangan dari siswa untuk guru kelas 1 SD ini. Tak hanya itu, rasa kepedulian untuk Indonesia mulai tumbuh pada mereka. “Biar kemiskinan bisa hilang dari Indonesia,” ujar seorang siswa. Dalam perjalanannya, peserta didik juga dapat menemukan tokoh bangsa yang menjadi inspirasinya. Berdasarkan pengamatan Ibu Yayah, mereka terlihat antusias dalam merefleksikan renungan mereka dari kisah para tokoh bangsa.        

Menarasikan Indonesia belum menjadi budaya dalam iklim pendidikan Indonesia, sehingga praktik bernarasi merupakan sesuatu yang baru bagi Ibu Yayah dan guru-guru lainnya. Menghasilkan narasi yang indah dan kuat merupakan sebuah tantangan baginya. Namun, menurutnya, hal tersebut adalah sesuatu yang perlu untuk terus dipelajari. “Karena untuk bisa menarasikan sejarah suatu bangsa, itu harus lahir dari kearifan, keautentikan, dan keaslian yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri,” ungkapnya. Lebih lanjut, beliau mengajak bapak dan ibu guru lain untuk mencari ketiga hal tersebut dalam diri bangsa Indonesia dan selanjutnya dikemas dalam bentuk narasi untuk para siswa. Menarasikan Indonesia, menurutnya, adalah untuk mengetahui identitas diri bangsa supaya siswa tahu dari mana mereka berasal, apa yang ingin mereka lakukan sekarang, dan ke mana tujuan hidup mereka akan dibawa. 

Menilik fakta yang terjadi saat ini, ketidaktahuan akan identitas diri bangsa sungguhlah sebuah kedaruratan. Narasi-narasi kebesaran bangsa masih nihil ditemukan di banyak ruang kelas. Padahal, bangsa ini dapat terus terkungkung dalam berbagai persoalan musabab tidak tahu siapa dirinya. Oleh karena itu, narasi-narasi tentang diri bangsa perlu untuk terus disampaikan di ruang kelas, seperti halnya yang telah dilakukan oleh Ibu Yayah. 

Dengan aksi-aksi tersebut, harapannya keping-keping identitas bangsa akan ditemukan satu per satu hingga pada masanya nanti ia akan menemukan jati diri yang seutuhnya. Dengan jati diri itulah bangsa ini akan mampu mengatasi berbagai persoalan yang ada. Aksi-aksi tersebut dapat dimulai dari ruang-ruang kelas karena mereka yang berada di ruang kelas nantinya akan tumbuh dan memberi dampak yang lebih luas bagi sekitarnya.

Penulis: Talitha Vania Sasikirana

Categories: Inspirasi GSM

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.