GSM

Fenomena kemajuan teknologi memunculkan sebuah kegelisahan bagi Ibu Asri, seorang kepala sekolah SD Negeri 242 Palembang. Salah satu hasil perkembangan teknologi yang berupa mesin kecerdasan buatan menimbulkan tanya di benaknya, akankah peran guru masih dibutuhkan? Pertanyaan ini terlintas lantaran teknologi ini telah mempermudah pekerjaan manusia sekaligus menggantikan satu per satu tugas yang biasa dikerjakan dengan tenaga dan pikiran manusia. Selain itu, ada rasa kekhawatiran yang dirasakan Ibu Asri akan kondisi Indonesia di masa mendatang akibat dari kemajuan teknologi tersebut. Satu-dua dampak yang terlihat dari kemajuan teknologi ini adalah pesatnya perkembangan informasi dan munculnya tokoh-tokoh baru di dunia maya, sehingga figur panutan anak-anak pun berubah, menggeser posisi pahlawan bangsa sebagai tokoh teladan, juga menjadikan wawasan-wawasan bangsa jauh dari radar mereka. Beliau pun mulai merenungkan perannya sebagai guru untuk menentukan nasib bangsa di masa depan. Akhirnya, terbentuklah tekad dan semangat Ibu Asri untuk ikut andil dalam menarasikan Indonesia di ruang kelas.

Sebagai kepala sekolah, aksi menarasikan Indonesia dimulai oleh Ibu Asri dalam agenda rapat bulanan bersama guru-guru di sekolahnya. Beliau menyampaikan secuplik sejarah Indonesia, persoalan yang dialami bangsa Indonesia di masa kini, hingga potensi dan kekayaan yang dimiliki Indonesia. Tak lupa, beliau menyampaikan apa yang bisa mereka lakukan sebagai guru untuk membawa perubahan bagi Indonesia. Beliau ingin menyadarkan mereka bahwa peran mereka sebagai guru sangatlah besar.     

Berangkat dari narasi yang dibawakan Ibu Asri, beberapa guru mulai tergugah untuk menarasikan Indonesia di ruang kelas mereka. Salah satu guru membawakan foto para pahlawan di dalam kelas dan menceritakan kisah perjuangan mereka. Guru berupaya menyajikan gambar pahlawan yang tidak biasa dikenal siswa, seperti Sultan Hasanuddin. Sementara itu, guru lainnya menceritakan peristiwa yang berkaitan dengan hari-hari besar nasional. Selain menceritakan apa yang terjadi di hari tersebut, guru juga menyampaikan mengapa para siswa harus mengenang tanggal tersebut dan mengadakan sesi refleksi untuk membahas apa yang siswa dapatkan dari cerita yang telah disampaikan. Terdapat nilai-nilai Pancasila yang berusaha mereka tanamkan kepada siswa melalui cara bernarasi ini. “Nah, anak-anak itu responnya, dengarkan kayak gitu dan penuh dengan pertanyaan ya, pertanyaan yang memancing rasa ingin tahu mereka kayak gitu terhadap kejadian di sejarah masa lalu Indonesia,” tambah Ibu Asri. 

Menurut Ibu Asri, upaya menarasikan Indonesia di ruang kelas membutuhkan kesadaran penuh dari para guru. Oleh karena itu, Ibu Asri terus berupaya membangun kesadaran mereka dengan memberikan pemantik melalui grup daring. Beliau biasa menyebarkan unggahan terkait Indonesia di grup tersebut dan meneruskan informasi dari grup Komunitas GSM kepada mereka. Dirinya ingin memantapkan hati para pendidik bangsa tersebut. “Bahwasannya yang kita lakukan ini benar loh, menarasikan kembali Indonesia tuh sebagai bentuk upaya peduli terhadap Indonesia tentang masa yang akan datang, bukan masa pada hari ini,” terang Ibu Asri.  

Peran Ibu Asri tidak hanya sampai pada menggerakkan guru-guru di sekolahnya untuk menarasikan Indonesia. Beliau juga berinisiatif untuk ikut serta mengambil peran di ruang kelas sebagai contoh untuk ibu dan bapak guru lainnya. Kegiatan pertama yang dilakukannya adalah menayangkan video yang menggambarkan Indonesia secara keseluruhan. Hal ini diikuti dengan pertanyaan tentang apa yang dirasakan siswa setelah melihat tayangan tersebut. Ibu Asri merangkum respon siswa, antara lain menarik, bagus, dan bangga. Bahkan, para siswa mampu mengutarakan harapan untuk Indonesia di masa depan. “Harapan aku, Indonesia harus damai, lebih kaya, dan tidak ada lagi apa itu bullying,” tulis seorang siswa dalam refleksinya. “Aku berharap lingkungan dan alam dijaga agar enggak ada sampah,” tulis siswa lainnya. Adapun kegiatan selanjutnya adalah menyusun puzzle potongan gambar yang dikemas dalam bentuk kegiatan berkelompok. Potongan gambar yang ada menyiratkan budaya Palembang sebagai budaya lokal di daerah mereka, seperti makanan khas, tarian, hingga pahlawan asal Palembang. Setelah potongan gambar tersusun menjadi satu gambar utuh, mereka dibimbing untuk memberikan informasi terkait gambar tersebut. Sementara kelompok menjelaskan, kelompok lain didorong untuk memberikan informasi tambahan untuk memperkaya wawasan. Siswa pun dapat menjelaskan informasi secara detail. Menurut keterangan Ibu Asri, mereka mengetahui informasi tersebut dari berbagai sumber, seperti perpustakaan, ensiklopedia, hingga televisi. Selain itu, kegiatan ini juga berhasil membangun suasana kelas menjadi lebih hidup dan memunculkan rasa ingin tahu siswa. 

Menurut Ibu Asri, menarasikan Indonesia dapat dimulai dari lingkup terdekat sebelum menjelajahi lingkup yang lebih luas. Beliau ingin siswanya mengenal budaya lokal mereka agar nantinya mereka mampu memperkenalkan ciri khas budaya tersebut kepada orang lain. Oleh karena itu, beliau memulainya dengan mengenalkan budaya setempat, yaitu budaya Palembang. “Jadi pelan-pelan, kayak gitu, pelan-pelan mengenal Indonesia dari skup daerah yang kecil kayak tempat kita tinggal. Kota tempat kita tinggal itu apa keanekaragaman budayanya, baru nanti melebar ke satu pulau, pulau Sumatera nantinya. Itu sih targetnya ke depan, lalu baru ke skup yang nyebrang pulau, nanti itu memperlebar lagi, nanti jadi satu kesatuan,” terang Ibu Asri. 

Satu per satu dampak dari usaha yang dilakukan Ibu Asri dan para guru di tanah Palembang ini pun mulai terlihat pada siswa. Sikap cinta tanah air mulai tumbuh, terlihat dari minat mereka dalam mengenal nama-nama kota di Indonesia dan menggambar bendera Indonesia tanpa disuruh, juga keseriusan mereka ketika mendapatkan amanat sebagai petugas upacara. Mereka pun dapat menghayati cerita-cerita sejarah perjuangan kemerdekaan, tercermin dalam kesadaran mereka akan kewajiban mereka sebagai siswa. Sikap-sikap baik lainnya yang terlihat adalah kepekaan untuk berbuat kebaikan, antusias dalam bergotong royong, dan mau diajak bekerja sama. Selain itu, perundungan fisik mulai berkurang setelah siswa menyadari arti kebinekaan. Kini, mereka mulai terbiasa menyebutkan kata-kata pujian dan apresiasi untuk temannya. 

Ibu Asri telah membuktikan bahwa peran guru dalam menarasikan Indonesia sungguhlah berarti. Mereka memiliki andil dalam menentukan masa depan bangsa melalui proses di dalam kelas bersama peserta didik. Cerita tentang masa lalu bangsa dan wawasan tentang kekayaan dan keanekaragaman Indonesia dapat menjadi pegangan untuk membantu siswa dalam mengimplementasikan karakter-karakter baik dan menavigasikan imajinasi-imajinasi mereka akan masa depan. “Bahwasanya anak didik kita itu sangat menantikan cerita akan kebesaran Indonesia, cerita akan kejayaan Indonesia, cerita akan potensi-potensi yang ada di Indonesia. Maka mulailah untuk membuka ruang untuk kita mengeksplor terlebih dahulu apa yang ada di Indonesia. Jangan hal jeleknya saja yang kita ketahui, yang menimbulkan kita makin tidak bangga terhadap Indonesia. Tapi kita harus bergerak, kita harus mulai sama-sama untuk bisa mengubah Indonesia ini di masa yang akan datang dengan peran kita sekarang, peran kita di ruang kelas untuk bisa menarasikan Indonesia melalui potensi-potensi yang ada di Indonesia,” pesan Ibu Asri. 

Penulis: Talitha Vania Sasikirana

Categories: Inspirasi GSM

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.