GSM

Situasi pandemi saat ini memaksa orang-orang untuk tetap tinggal di rumah. Akibatnya, terjadi perubahan intensitas pertemuan dengan keluarga. Bagi yang semula hanya saling sapa di pagi dan sore, hari kini harus bertemu seharian. Alhasil, relasi antaranggota keluarga pun menjadi penting agar rumah tetap menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali.

Ibu Heny Khristiani, seorang pendidik SMPN 20 Tangerang, sangat memperhatikan isu ini. Bu Heny menyorot bahwa kekerasan terhadap sesama anggota keluarga rawan muncul akibat karantina didukung oleh komunikasi dan relasi keluarga yang tidak sehat. Kekerasan ini umumnya tidak terlepas dari rasa jenuh dan bosan karena suasana di rumah cenderung statis. Alhasil, emosi bisa sulit dikendalikan. Susasana yang demikian berdampak buruk bagi kesehatan mental seluruh anggota keluarga.

Untuk itu, membangun relasi yang hangat dan nyaman menjadi kunci penting dalam membangun suasana positif di rumah. Di rumah, Bu Heny menerapkannya dengan melakukan banyak aktivitas bersama sederhana, misalnya dengan olahraga dan berjemur pagi atau nonton bareng. Bu Heny juga mengajak keluarga untuk bersih-bersih bersama dan tidak bergantung kepada asisten rumah tangga selagi memiliki banyak waktu di rumah. Dari kegiatan-kegiatan tersebut, kesadaran dan komitmen dari masing-masing anggota keluarga tumbuh. Masing-masing mengetahui tanggung jawab yang sesuai dengan kapasitasnya untuk berkontribusi dalam menciptakan suasana yang positif di rumah. Selain itu, anggota keluarga juga lebih saling mengenal karakter dan preferensi sesama anggotanya.

Untuk menciptakan suasana yang positif, diperlukan kerja sama antaranggota keluarga. Orang tua perlu memastikan bahwa anak-anaknya tidak merasa diabaikan dan sebaliknya. Salah satu caranya adalah dengan diskusi yang dapat dimulai secara ringan. Misalnya di sela-sela kegiatan bersama. Baik orang tua maupun anak juga perlu memperhatikan penggunaan gawai masing-masing sehingga bisa meluangkan waktu untuk berinteraksi bersama keluarga.

Salah satu pengalaman unik Bu Heny terjadi saat memasak bersama. Bu Heny tidak biasa memasak untuk keluarga. Suatu hari. Bu Heny mengajak anak-anaknya untuk memasak donat bersama berbekal resep yang ditemukan di internet. Donat yang dimasak rupanya tidak sesuai dengan harapan. Akan tetapi, sepanjang memasak bersama, komunikasi dengan anak terbangun. Terlebih, ternyata donat tersebut tetap dimakan sampai habis. Ada rasa menghargai yang tumbuh dari aktivitas tersebut.

Cipta suasana yang positif ternyata juga perlu mendapat perhatian dari pihak eksternal. Dalam hal ini, Bu Heny menyayangkan sekolah-sekolah yang masih memberikan beban materi pelajaran yang padat bagi siswa-siswanya. Kondisi pandemi seharusnya tidak disamakan dengan kondisi non-pandemi, khususnya karena tidak semua murid memiliki akses fasilitas penunjang pembelajaran yang sama. Sekolah idealnya turut mendukung kesejahteraan anak untuk dapat bertahan. Oleh karena itu, cara belajar anak perlu beralih dari yang semula sangat akademik menjadi lebih praktis, sesuai dengan konteks kebutuhan dan kondisi, dan melibatkan interaksi positif dengan keluarga.

Kegiatan-kegiatan ini idealnya mampu mendorong anggota keluarga untuk memikirkan ulang apakah ada yang salah dengan keluarganya. Misalnya apakah ada anggota yang lebih dominan sehingga anggota lain merasa diabaikan. Hal-hal seperti ini biasanya jarang diperhatikan karena kesibukan masing-masing. Bu Heny memandang penting peran orang tua karena umumnya anak hanya mengikuti kebiasaan orang tua. Oleh karena itu, kesadaran orang tua akan permasalahan dalam keluarga penting agar dapat mentransformasi relasi yang kurang positif menjadi lebih positif. Masa karantina ini dapat dimanfaatkan untuk mengubah kebiasaan menyapa untuk sekadar basa-basi menjadi dialog dari hati ke hati.

Elivia I’anati, Magelang


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.