Dalam dunia pendidikan, aktivitas belajar menjadi bagian yang tak terpisahkan. Bahkan menjadi inti dari kegiatan pendidikan itu sendiri. Beragam definisi dikemukakan para ahli dalam memaknai arti belajar.
Belajar dapat dimaknai sebagai proses interaksi dengan lingkungan. Belajar berarti proses perubahan dari interaksi dengan lingkungan. Bisa pula sebagai kegiatan mengeksplorasi, mengalami, mendalami sesuatu, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas pemberdayaan potensi dan kemampuan peserta didik.
Namun tatkala kita bergelut dalam praktik pendidikan di sekolah/madrasah, kita menjumpai praktik pembelajaran yang masih didominasi dan dimonopoli oleh guru (pendidik). Ruang belajar yang optimal bagi peserta didik belum mampu dihadirkan.
Peserta didik lebih banyak mengikuti instruksi dan arahan guru ketimbang mengembangkan potensi dirinya melalui pembelajaran yang interaktif dan menyenangkan. Kemerdekaan belajar peserta didik masih jauh dari harapan.
Akibat proses demikian, terbentuklah suatu kebiasaan dimana peserta didik hanya duduk, dengar, dan kerjakan apa yang diperintahkan oleh guru.
Inilah salah satu kondisi pendidikan kita yang kian problematis. Realita yang justru menegaskan bahwa feodalisme masih sangat subur dan kental dalam praktik pendidikan di tanah air.
Jika kondisi dan praktik demikian tak dibenahi, maka bukan tidak mungkin kika kedepannya akan lahir potret penerus bangsa yang gagap, mengekor, apatis, dan sejenisnya.
Perlunya Perubahan Paradigma
Kentalnya praktik feodalisme dalam pendidikan kita tidak semata karena minimnya pengetahuan/literasi yang dimiliki seorang guru, namun dipengaruhi juga sudut pandang atau paradigma pendidikan seorang guru.
Selama ini paradigma sebagian guru masih menempatkan peserta didik sebagai objek pendidikan. Peserta didik bahkan dianggap layaknya gelas kosong atau kertas kosong yang bisa diisi dengan air atau coretan/tulisan oleh gurunya. Paradigma demikianlah yang menggerogoti sebagian guru dan insan pendidikan kita.
Menghadapi kondisi demikian, maka sudah saatnya kita melakukan perubahan paradigma. Pendidikan dan aktivitas belajar hendaknya sejalan dengan nilai-nilai humanis atau menekankan pada prinsip-prinsip memanusiakan manusia.
Dalam lingkup pendidikan, belajar sejatinya tidak hanya mengembangkan pengetahuan peserta didik semata, melainkan mengembangkan segenap potensi dan kemampuan yang dimiliki.
Belajar pun hendaknya berorientasi pada peserta didik (student centered atau student oriented), berorientasi masa depan tanpa mengabaikan masa lalu, melibatkan segala sumber belajar dan aspek lainnya.
Materi belajar yang diajarkan harusnya memiliki makna untuk mengembangkan segala aspek yang dimiliki oleh seseorang, baik menyangkut pengembangan intelektual, emosional, spiritual, maupun dimensi lain.
Kemerdekaan Belajar
Kita selama ini hanya memaknai belajar secara sempit. Belajar sebenarnya memiliki makna yang luas. Belajar bukan hanya terjadi saat interaksi pendidik dan peserta didik di kelas. Lebih dari itu, belajar adalah proses memaknai, memahami, dan mengeksplorasi yang melibatkan semua potensi kemanusiaan seseorang.
Bukan tugas yang mudah untuk memberantas praktik feodalisme dalam dunia pendidikan kita. Namun dengan komitmen dan konsistensi serta kerja sama antar lini, kemerdekaan belajar dalam dunia pendidikan bisa kita gapai.
Kemerdekaan belajar dapat diimplementasikan dalam segenap aktivitas pendidikan, seperti melibatkan, memfasilitasi, dan mengoptimalkan potensi, minat, dan bakat peserta didik.
Kini saatnya, segenap insan pendidikan membenahi dunia pendidikan di tanah air demi mewujudkan kemajuan dan kemandirian bangsa.
Salam, berubah, berbagi dan berkolaborasi!
Penulis: Dwidia Jezy
Editor: Hayinah Ipmawati
0 Comments