GSM

Fenomena BTS meal dimana banyak masyarakat Indonesia merelakan para pengemudi taksi online untuk antri panjang dan berkerumun menerjang bahaya, sempat menjadi berita di media massa bahkan media mainstream baik nasional ataupun bahkan di Luar Negeri.

Saya jadi teringat puluhan tahun lalu saat saya mendengar cerita salah satu diplomat Indonesia di Thailand yang sempat ke Korea Selatan dan melihat anak muda di sana belajar mengenai bahasa dan budaya Indonesia. Saat belia menanyakan mengapa mereka belajar Indonesia, jawabannya sangat mengejutkan. “Karena ke depan Indonesia akan menjadi market dan pasar terbesar bagi Korea Selatan.”
Saat itu kami tercengang, dan saat ini hal itu menjadi kenyataan. Indonesia adalah pasar terbesar industri kreatif Korea Selatan seperti K pop, drakor bahkan berbagai kuliner Korea.

Tidak hanya menjadi pasar terbesar, sebagian besar anak muda yang menglonsumsi K POp dan drakor menjadi fan, army atau jika di Psychology hal ini disebut Fanatic atau fanatisme, di mana mereka rela melakukan apa saja demi terkoneksi dengsn idolanya. Membeli asesorinya meskipun harganya mahal, bahkan yang terakhir mereka tak sabar mendapat bungkus Mc Donald bertuliskan BTS meski dalamnya isinya sama seperti biasanya.

Menurut wikipedia, fanatisme adalah perilaku tidak kritis dan irasional seseorang karena mengikuti sebuah paham atau kelompok tertentu. Dulu, fanatisme biasanya dikaitkan dengan agama atau politik. Tapi semakin ke sini, fanatisme dapat terjadi di berbagai area misal area olahraga (misal fanatisme pada klub sepakbola tertentu), dan akhir akhir ini fanatisme pun merebak di dunia industri kreatif , misal fanatisme pada Idol/selebriti seperti juga kasus fanatisme pada BTS ini.

Seorang Psiokolog Bruce Alexander, mengungkapkan bahwa fanatisme punya konteks yang hampir sama dengan kecanduan, sehingga seseorang yang kecanduan sesuatu akan bisa bertindak irasional dan tidak lagi mampu mengkritisi terhadap perilakunya dan apa yang terjadi. Penelitiannya menunjukkan bahwa orang orang yang mudah terjerumus dalam fanatisme adalah orang-orang yang kurang kuat mrmbangun identitas dirinya. Mereka yang mudah fanatic biasanya kurang memiliki nilai nilai personal yang kuat.
Orang-orang seperti ini sangat mudah mengikuti nilai -nilai yang dianut orang lain atau sebuah kelompok tanpa sanggup mengkritisi.

Ngerinya lagi, di dunia kontemporer dan digital saat ini, disinyalir oleh Peter S seorang sosiolog , anak anak muda semakin luntur keterikatannya dengan nilai nilai dalam keluarga, nilai-nilai tradisional budayanya juga komunitas masyaraktnya. Artinya di era ini jati diri seseorang semakin ‘sulit’ ditemukan diantara berbagai nilai nilai yang terekspose di media digital.

Berdasarkan studi tersebut maka membangun jati diri seorang anak yang dibangun dengan nilai nilai yang kuat di keluarga, masyarakat juga pendidikan adalah sebuah keniscayaan.

Betul kata Yuval Noah Harari, salah satu tugas pendidikan masa kini dan masa depan adalah bagaimana seorang anak mampu membangun nilai nilai personal dan self identity agar ia tidak mudah terseret arus gelombang fanatisme yang akan digunakan oleh para kapitalis dan para politikus untuk membuat kerumunan yang membeli produk mereka tanpa kekritisan.

Identitas diri yang kuat harus dibangun dengan penalaran yang tajam agar anak anak kita mampu tetap tegak dan bertahan menjadi dirinya di tengah badai informasi yang menghipnotis nilai nilai baru melalui digital.

Dan akhirnya pendidikan lah yang paling mampu dijadikan senjata dalam mengasah penalaran dan membangun identitas diri.

Fenomena BTS meal adalah potret fenomena pendidikan Indonesia yang masih belum sanggup membangun penalaran dan identitas anak anak bangsanya.

Akankah kita biarkan anak anak kita menjadi bahan olokan bangsa lain ?

Renungan 11 Juni 2021

Co-founder Gerakan Sekolah Menyenangkan, Novi Poespita Candra

Tulisan ini dimuat di republika.co


2 Comments

secret my name · June 24, 2021 at 11:29 am

aku tau negara kita gak sekeren negara Korea. tapi bukan berarti kita nyalahin pihak2 yang gak sepemikiran anak milenial seperti kita. justru dari diri kita sendirilah yang harus berani jalan gimana caranya bisa menjadi yang terbaik buat negara kita sendiri.
love you all, gais!

    admin_gsm · July 30, 2021 at 6:56 am

    terima kasih suntikan semangatnya kak!

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This website uses cookies and asks your personal data to enhance your browsing experience.