“Menjadi guru yang mendidik dengan hati”, merupakan sebuah pernyataan yang kerap kali kita dengar, namun faktanya tidak sedikit guru yang masih lupa dan terlena, yang masih setia pada prinsip kolot, keras dan kakunya. Tidak jarang kita temui pada berita atau bahkan mendengar langsung cerita-cerita dari anak yang mendapatkan perlakuan kasar dari sang guru—yang dikemas dalam bentuk hukuman—yang katanya untuk menjadikan anak tertib. Padahal, sikap dan perlakuan guru yang seperti itu hanya akan memberikan kesan negatif pada anak. Setelah lulus atau sekadar keluar dari ruang kelas anak tidak akan mengingat ilmu dan hal baik yang telah sang guru berikan, yang tertinggal hanyalah cerita jelek yang melukai hati mereka.
Untuk itu, pentingnya menjadi seorang guru yang mendidik dengan hati. Menjadi guru yang sadar akan kodrat yang dimiliki manusia. Guru yang senantiasa memberikan pendidikan yang memanusiakan manusia. Tepat seperti yang Pak Sunnaidi Solikhin (guru SMKS Yapentop Toboali Bangka Belitung) katakan pada beberapa waktu lalu dalam workshop GSM, “—Mengangap anak didik sebagai manusia seutuhnya dan sekolah itu taman, jadi kita (guru) tahu caranya bagaimana menyenangi anak”. Lebih lanjut, Pak Sunnaidi juga mengatakan bahwa harus selalu diingat guru tidak boleh memiliki anggapan bahwa dirinya selalu benar dan memposisikan anak menjadi si salah. Padahal, stigma seperti itu merupakan sebuah kesalahan besar yang tidak seharusnya ada dan terjadi bahkan melekat menjadi sebuah tradisi. Justru, guru semestinya bisa saling belajar dari anak didiknya, dari interaksi yang terbangun, dari pengalaman dan pengetahuan yang dibawa dan dimiliki setiap anak didik yang beragam.
Menurut Bu Caecilia Luppi Satesti (Kepala Sekolah SMKN 1 Kokap Kulon Progo), “GSM hadir untuk merubah kita (guru) dan menjadi panduan untuk bertransformasi, yang tidak hanya untuk anak-anak, tidak hanya untuk proses pembelajaran, tetapi untuk seluruh proses penyelanggaraan pendidikan”, karenanya untuk menciptakan ekosistem sekolah menjadi menyenangkan, yang pertama kali perlu dibenahi dan dirubah adalah kesadaran gurunya. Perubahan yang diawali dan digerakkan oleh guru akan menjadi gerbang pembuka yang lebar dan nyata untuk selanjutnya menciptakan perubahan-perubahan baru. Mari saatnya kita merefleksikan setiap proses perjalanan yang telah kita lewati, untuk semua kesalahan di masa lalu jadikan itu sebagai sebuah pelajaran yang tidak akan terulang di masa depan. Semoga refleksi yang disampaikan oleh Pak Sunnaidi dan Bu Caecilia menjadi amunisi untuk kita bergerak lebih jauh lagi. Menjemput perubahan baik dan saling berbagi inspirasi yang tidak akan terputus.
Salam, Berubah, Berbagi, Berkolaborasi!
Penulis: Nazula Nur Azizah
0 Comments